Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Cara Mengajarkan Anak Manajemen Uang Saku

27 Januari 2014   05:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26 360 4
Bismillahirrohmaanirrohiiim

Seorang santri dalam setiap hari, ia membutuhkan jajan minimal Rp 5.000,-.

Pada santri yang berbeda, ada pula yang membutuhkan Rp 10.000,-.

Bagaimana dengan anak kita? Berapa nominal uang jajan yang diberikan?

Berbicara soal uang jajan bukanlah perkara mudah. Sebab perkara ini bukan saja tentang 'pemberian' tapi juga merupakan sarana belajar 'kontrol pemakaian'. Kita seringkali sinis dan membenci konsep 'mubazzir', tapi jangan lupa bahwa di saat Anda memberi uang jajan pada anak lalu sang anak berboros-boros harta, bukankah kita telah menyaksikan proses mubazzir?

Karena itulah, memiliki anak yang punya kecerdasan dalam finansial serta kekhawatiran kita jikalau mereka boros seperti menjadi 2 kutub yang saling tarik menarik. Apalagi budaya hedonis dan sergapan pengaruh teman-teman, iklan, seringkali mengispirasi anak untuk 'mencoba' dan membeli.

Maka dari itu, yang terpenting dalam pemberian uang saku pada anak yakni bagaimana mengajarkan mereka tentang 'nilai uang' dan pertanggungjawabannya. Sehingga, sang anak tidak menjadikan uang sebagai 'sumber kesenangan'.

Untuk anak TK, jelas tidak baik memberikan uang saku. Selain tidak aman, mereka juga belum paham makna 'nilai mata uang'. Lebih baik menyiapkan mereka sarapan dari rumah.

Adapun usia SD dan SMP mulai bisa diberi uang saku mingguan. Kita sebaiknya juga mengajarkan mereka konsep menabung dan cerdas dalam penggunaan uang. Kita bisa memberikan mereka celengan atau mengajarkan mereka menabung di BMT atau lembaga keuangan syariah lainnya. Hal ini insya Alloh akan mendorong mereka untuk mengurangi kebiasaan jajan dan belanja yang tidak perlu.

Di saat memberikan uang saku pada usia ini, kita bisa membuat perjanjian dengan mereka agar berkomunikasi jika ada keinginginan mereka untuk berbelanja dengan nominal besar. Karena di sinilah kita akan mengajarkan prioritas dan konsep 'penting dan mendesak'.

Ingat, konsep terbaik dalam mengeluarkan uang, baik itu usia anak sekolah, maupun Anda yang membacanya tulisan ini adalah konsep 'penting dan mendesak'. Artinya 2 hal ini harus terpenuhi. Ambil contoh, Anda ingin membeli HP android karena mau baca berita-berita dari internet, sementara Anda sudah punya HP, maka hal ini penting tapi tidak mendesak. Karena Anda bukanlah seorang politikus yang harus membaca fiqul waqi' (berita kontemporer).

Nah, konsep seperti di ataslah hendaknya kita ajar pada anak.

Adapun usia SMA/MA ke atas, kita bisa memberikan mereka uang saku bulanan. Selain kita mengajarkan tanggung jawab, kita juga mengajarkan mereka tentang pengelolaan uang. Siapa tahu mereka berani usaha kecil-kecilan.

Sampai kapan kita berhenti mensubsidi anak? Tentu di saat anak memiliki pekerjaan tetap dan tidak membutuhkan dana dari orangtua.

Ingat, Rosululloh shollallohu alayhi wasallam bersabda,

“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana
dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya."

(HR at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam “as- Shahiihah” (no. 946) karena banyak jalurnya yang saling menguatkan.)

--Bontote'ne, 24 Rabiul Awal 1435 H

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun