Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Bisa Jadi Itu Anda! Salah Kaprah Ibroh Sejarah Khawarij

18 Agustus 2013   22:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:09 581 7
'Kalo kamu dibilang kaum khawarij mau gak?' sebuah pertanyaan menggelanyut dalam hati ku. Khawarij, cukup satu kata, tapi ngeri konsekuensinya. Jika anda khawarij maka 'konsekuensi terberat dalam ijtihad para aimmah' adalah diri anda wajib diperangi oleh penguasa muslim tempat bernaung anda hidup saat ini. lebih ringannya, anda wajib diselisihi/dikucilkan sebagai muslim. bahasa horornya, bila anda khawarij maka anda statusnya sama dengan teroris, nah ngeri bukan?. jadi, sebelum kita lanjutkan coba sejenak kita heningkan fikiran kita. Mudahkah kita akan memberikan stempel khawarij kepada orang lain, bila kemudian kita sendiri takut untuk dituduhkan atas hal yang sama? (silahkan dimulai!)

('udah selesai belum mengheningnya?'), lanjut: Berat saya sampaikan berbicara hal ini, berdasarkan dalil dan kafaah ilmu, sangat jauh saya berani mengakui kepantasan berbicara ini. hanya mengambil ibroh dari sepenggal kata yang masyhur dari khalifah Ali bin abi tholib ra, 'lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan', maka saya coba beranikan diri menyampaikan, dan meski saya ini bukan orang yang pantas berbicara hal ini, minimal apa yang saya sampaikan bisa menjadi ibroh untuk dipetik manfaatnya.

Cukup sering saya dengar kata khawarij semenjak saya intens mempelajari dan menambah kafaah islamiyah. Kata ini muncul dengan mungulik sejarah dengan kembali pada 14 abad yang lampau. kata kawarij yang mulai mendengung ketika sebuah golongan muncul saat membuat fitnah terbunuhnya khalifah utsman bin affan ra dan semakin membuat kisruh dengan menyelisihi perbedaan pendapat antara Ali bin abi thalib ra dengan Muawiyah bin abu sufyan ra. tak sebatas menyelisihi, golongan ini juga dengan arogan merasa berdiri di atas yang haq dan menghalalkan darah kedua golongan sahabat yang mulia tadi. Lebih lengkapnya, true story secara lengkap mungkin bisa di lihat pada link ini.

Pembahasan:

Dalam link yang saya berikan, saya coba pilihkan bagaimana awal sejarah awal khawarij yang pernah berlaku hingga sedikit mengulas khawarij pada masa khalifah umar bin abdul azis yang bijaksana (kekhalifahan islam yang termasuk pada fase mulkan adhan). Dalam fase sejarah ini, pihak-pihak yang dikatakan sebagai kelompok khawarij adalah jelas dan tidak ada pertentangan menurut pendapat jumhur ulama ahlus sunnah. karakteristik khawarij pada fase ini dengan mudah dilihat dan diidentifikasi, meski dalam perkembangan tersebut khawarij bertransformasi dalam banyak cabang dan bentuk. sebab yang paling jelas dari ciri khawarij ini yaitu dengan menyelisihi ulama ahlussunnah dan bughot terhadap khilafah yang masih berlandaskan pada syariat islam.

Dalam bahasan khawarij dari kajian sejarah tersebut, terlihat jelas umat ahlus sunnah berbeda dengan khawarij. Menjadi pertanyaan, bagaimanakah perkembangan khawarij setelah masa mulkan adhan terganti dengan masa mulkan jabariyah? terlepas dari banyaknya ulama yang berbicara terhadap masalah ini, maka saya pribadi sejenak berlepas dan kembali pada pertanyaan nurani pada awal cerita artikel ini.

Nurani saya terketuk manakala saya lihat di kompasiana ini terdapat akun yang mengumbar kata khawarij untuk menjatuhkan kredibilitas kompasioner lain. Alih-alih menunjukkan dengan bahasa yang santun, justifikasi yang digunakan semakin membuat gerah dengan bahasa-bahasa yang cenderung sarkas.'hiprokrit'. itulah komentar saya secara singkat. Hal lain yang membuat miris, akun yang distempel dengan label khawarij tersebut, selama ini memiliki kredibilitas yang baik dalam menjawab dan membantah setiap penodaan nalar terhadap syariat yang banyak berseliweran di kompasiana. selain itu, akun yang dicap khawarij ini meski keras dan tegas terhadap pihak-pihak yang menentang terhadap syariat, tetapi berlaku lemah lembut dan santun terhadap orang yang sama-sama menyuarakan syariat, sekalipun jamaah/kelompok yang menaumginya berbeda.  bentuk kejanggalan-kejanggalan demikian lah yang kemudian mendorong saya untuk mencoba menguak ibroh kembali terhadap sejarah khawarij ini.

menjawab kejanggalan dalam nurani, akhirnya saya meninggalkan pembahasan khawarij yang sudah ada, khusus untuk menjawab khawarij dalam konteks sejarah masa mulkan jabariyah (sekarang). Landasan ini akhirnya memberikan sebuah opini berbeda dengan stempe-stempel khawarij yang saya sebutkan tadi. dasar titik tolak pemikiran saya ini saya jabarkan dalam poin-poin berikut:

1. Berbicara masalah khawarij pada masa mulkan jabariyah ini, sepertinya kita harus keluar dari titik tolak sejarah munculnya khawarij yang sudah diketahui melalui siroh yang selama ini ada (sejarah seperti yang saya sampikan di awal). mengapa demikian? sebab, di masa mulkan jabariyah ini, selain umat muslim di kuasai oleh banyak penguasa yang dzalim. di masa ini penguasa-penguasa dzalim tersebut juga secara mayoritas berwala' terhadap sistem yang mengabaikan syariat sebagai rujukan utama. kondisi ini tentu berbeda dengan masa mulkan adhan (hingga masa kekhalifahan turki 1923) yang nyata bahwa pemimpin yang mayoritas dzalim pemerintahannya masih tunduk terhadap syariat islam . perbedaan mendasar ini perlu kita sadari sebelum pembahasan selanjutnya.

2. Khalifah Abu bakar Assidiq ra, memerangi kaum murtad yang salah satu sebabnya karena kelompok murtad ini tidak mau melaksanakan zakat, padahal mereka  bukan lah orang yang mengaku keluar dari islam ataupun ingkar mengerjakan solat, sebab ketidaksempurnaan rukun islamnya lah maka dengan sepihak dan atas legitimasi seluruh jumhur sahabat ra beliau menyatakan bahwa kaum yang inkar ini dikatakan murtad. secara parsial terbaca klise mungkin, tetapi bila kemudian kita runut terhadap pembahasan ini bisa jadi ini sebuah teguran keras terhadap kita tentang bagaimana relasi keimanan dan ketundukan dengan kemusliman itu sendiri.

3. Mengutip poin pertama dan poin kedua, bila kemudian kita tarik garis tengahnya maka akan terlihat bagaimana nistanya kita (termasuk saya) saat kita dengan sadar dan sepenuh hati mengingkari dan menentang syariat yang telah ditetapkan, artinya kemusliman, keyakinan, dan ketundukan kita ternyata tidak selaras.

4. Berlandaskan fatma aimmah salaf beserta dalil-dalilnya, ketundukan dan kesabaran atas ujian dan cobaan dengan diberikannya pemimpin muslim yang sepaket dengan bentuk pemerintahan yang tak sejalan dengan syariat adalah sebuah fatwa jumhur mayoritas. Selain itu, bukan menjadi hal yang mudah seorang muslim bisa dikatakan kafir. seperti yang di jelaskan di sini

5. Menimbang begitu penting tegaknya syariat pada poin no 3 dan adanya fatwa jumhur ulama pada no 4, secara kasat mata bila kita tarik garis lurus ada sebuah spot yang tidak bsa ditemukan, sehingga spot inilah yang akhirnya bisa menjadi landasan ijtihad yang berbeda atas penyikapan terhadap fitnah dan ujian yang saat ini dijalani kaum muslimin.

6. Tanpa melihat dan condong terhadap siapa dan apa ijtihad yang muncul. secara pribadi, apakah anda akan melegitimasi satu pihak dan menyalahkan pihak lain atau bertoleransi terhadap ijtihad-ijtihad yang muncul?

Kembali pada topik khawarij, berdasarkan rangkaian poin-poin di atas dan bahasan pendahulunya terhadap munculnya stempel khawarij, mungkin anda bisa memahami, sedikit menebak, atau bertanya-tanya terhadap ujung jalan cerita. Sebagai sebuah penghubung cerita, saya ingin sampaikan bagaimana terdapat dua orang yang bebeda pendapat mengenai status seorang pemimpin di negara yang tidak menerapkan syariat islam secara menyeluruh. Pihak pertama menyampaikan bahwa sistem yang dianut adalah sistem negara kufur beserta perangkat-perangkat pelaksananya. artinya pelaku pemerintahan ini kafir. pendapat kedua bersebarangan dengan pihak pertama, akibat takfir yang disampaikan pihak pertama, maka pihak kedua memberi stempel khawarij bagi pihak pertama. pihak pertama semakin teguh manakala penguasa yang ia takfir dengan jelas menyatakan ketidak inginannya untuk tunduk terhadap syariat. dan ini diketahui jelas atas dokumentasi verbalnya. dan demi mencari jalan tengah, maka ia sampaiakan bahwa permasalahan ini adalah ikhtilaf di kalangan ulama. Disi lain pihak kedua berpendapat, tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama yang menyatakan bahwa pemimpin yang demikian bukanlah kafir. dengan dua pendapat tadi, menjadi sebuah tanda tanya: jadi manakah yang bisa di ambil pendapatnya?. yang menarik adalah, pihak pertama sebagai pemberi stempel kafir ternyata mampu berkompromi dengan menyampaikan bahwa pendapat diambil dari kedua belah pihak adalah sebuah ikhtilaf sehingga dengan santun tersirat ia tawarkan islah terhadap pihak kedua, disisi lain, pihak kedua yang menolak takfir ternyata egois dengan menolak bentuk perbedaan pendapat tadi.

Saya dan Ukuwah Islamiyah

Berbicara tentang topik ini, sedianya seperti yang saya sampaikan di awal adalah sangat berat. contoh dua kelompok yang berbeda pendapat yang saya sampaikan barusan adalah sebuah realita. Sebagai muslim yang tidak berdiri pada satu sisi, saya menilai perlunya sebuah pemahaman  pada pribadi diri sendiri dalam rangka meletakkan dasar ukuwah yang ingin dibangun. Menilik pihak pertama, bila kita runtut pilihan sikap keras dan tegasnya maka berdasarkan poin-poin yang saya sempat bahas terkhusus bila mengambil ibroh pada poin no 2 maka saya ingin bertanya, apakah salah dengan pendiriannya? begitupun dengan pihak kedua, apabila kita kaitkan kembali dengan poin-poin yang saya sebutkan diatas, khususnya pada poin no 4, apakah salah pendapatnya? lalu dengan mempertimbangkan poin no 6 bagaimanakah kita mengambil tempat dari dua golongan ini?

dalam menyikapi hal ini, saya yang selama ini dibina dalam wadah jamaah tarbiyah sungguh berhati-hati dan menaruh tinggi pentingnya ukuwah islamiyah. berlaku keras dan tegas terhadap orang yang menghalangi dakwah dalam menegakkan syariat dan berlemah lembut terhadap orang awam ataupun yang sama-sama ingin berdakwah menegakkan syariat meski berbeda jamaah adalah menjadi pedoman saya. Dalam kasus tadi, pihak pertama yang sudah dicap khawarij karena mentakfir penguasa toghut terlihat jelas bagaimana pedoman yang baik dalam dirinya dalam rangka membangun ukuwah islamiyah. lalu orang yang memiliki dasar yang baik dalam membangun ukuwah islamiyah ini, benarkah sama karakternya dengan orang-orang khawarij yang membabi buta atas setiap ketidaksepahaman?.  Di sisi lain kita sebagai orang yang awam tentu juga merasa ngeri dengan gaya takfir yang dilakukannya, terlebih urusan mentakfir ini sungguh berat, tetapi bila sedikit anda mau berbincang dengan mereka, sungguh terlihat kehalusan budi mereka saat mereka dengan baik-baik memberikan setiap peringatan dan teguran terhadap orang-orang yang beriman. selain itu, takfir yang mencengangkan ini sebenarnya bukan hanya sebatas timbul atas klaim secara gegabah, saat tausiyah sekali, dua kali, tiga kali, teguran berulang-ulang dan tidak digubris oleh saudara yang ditegurnya dan jelas teguran yang ia berikan atas kekufuran yang nyata. maka dengan melihat nurani, tentu kita akan bertanya,  apakah bijak saat kemudian dengan gegabah mereka kita cap sebagai khawarij?. apakah tak cukup takfir yang ia ucapkan di balas oleh Alloh swt dengan takfir yang sama bila memang takfir yang ia lontarkan salah? Ya akhi, dalam artikel ini saya sampaikan dukungan moril atas ijtihad mu, dan tetaplah istiqomah dalam melawan setiap kemunkaran. dan pesan dari saudara mu yang fakir ilmu, berhati-hatilah dengan urusan takfir ini, karena sesungguhnya aku sungguh tak rela saat takfir itu berbalik kepada mu.

Adapun terhadap kelompok yang kedua, atas kerasnya mereka dengan manhaj yang telah mereka pilih. cukup lah salam cinta dari ku. Semoga kalian tidak dijauhkan dari kebijaksanaan mengambil sikap.

Dari saudara mu, yang mencintai kalian... al fakir illalah

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun