Saya menyetir sendiri dengan tanpa henti menginjak gas, yaa sekali-kali injak rem juga lah. Karena bayangan saya orang kemendiknas sudah menunggu dan kita diburu waktu. Jam 3 sore kami sampai di Bandung dan langsung menuju sebuah hotel di bilangan Jl. Lemahneundeut. Setelah mencari tahu informasi kami ditujukan pada ruang dimana Staff Kemendikbud bernama Ibu Kurniati itu menunggu.
Saat kami menemuinya, orangnya ternyata sangat ramah, lembut dan bicaranya enak banget. Bahkan Sambil menunggu proses pemberesan administrasinya, kami dipersilahkan untuk makan terlebih dahulu, karena sudah disiapkan. Kami berdua pun makan.
Setelah selesai makan, kami pun menemuinya kembali. Kami pun disuguhi sapa yang sangat mengenakan " Sudah makannya iya bu? selanjutnya ...bla..bla..bla.." beliau menjelaskan tentang maksud adik saya dipanggil itu.
Ternyata Alhamdulillah lembaga TK yang adik saya pimpin mendapatkan bantuan dengan jumlah nominal tertentu. Setelah semua proses administrasi untuk keperluan pencairan beres, adik saya bingung, maklum dari kampung dan terbiasa untuk sedikit ahsin ilal muhsin, atau bermaksud memberi sedikit amplop kepada pegawai itu. Baru saja adik saya itu mau bicara dengan wajah bingung, pegawai Kemendikbud itu bicara dengan tegas dan tanpa kehilangan wajah ramah dan sopannya. " Maaf yaa bu, kami tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun termasuk dalam bentuk uang. Kewajiban kami untuk membantu sekolah ibu yang memang membutuhkan" katanya. Adik saya kelihatan bengong dan terlihat malu, saya menyaksikannya dari beberapa jarak. Akhirnya kami pun berpamitan sambil mengucapkan terima kasih.
Selama dalam perjalanan pulang dari Bandung ke Tasik, tak berhenti kami membicarakan peristiwa yang baru saja terjadi. Adik saya itu mungkin kebiasaannya selama ini jika berhubungan degan pejabat di tingkat daerah harus menyediakan sedikit uang untuk urusan turnnya bantuan, proses perizinan atau hal lainnya yang berhubungan dengan keberlangsungan pengelolaan sekolahnya. Tapi dalam urusan dengan Kemendikbud pusat khususnya di Direktur PAUDNI hal itu ternyata tak berlaku. Mereka masih menunjukan integritas dan kejujurannya dengan tidak mau menerima pemberian sesuatu yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaannya.
Di tengah semacam fenomena "biasa" jika memberikan sesuatu di kalangan birokrasi pemerintahan, ternyata masih ada setitik harapan dan keistimewaan, bahwa telah muncul kesadaran dan keluhuran sikap yang tidak serta merta berhitung "uang dan amplop" dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Saya tergerak untuk menuliskannya di Kompasiana agar hal seperti ini menjadi budaya yang meluas di kalangan pegawai kementerian lainnya, ataupun pegawai pemerintahan di tngkat provinsi maupun Kabupaten/Kota.