Sehari sebelum menonton konser, saya menyempatkan diri berkeliling Jakarta bersama kakak saya yang kebetulan sedang studi di UI Depok. Kakak mengajak saya ke Mall Taman Anggrek yang terletak di Jakarta Barat, sedangkan saya menginap di Asrama Haji Jakarta Timur, dengan menggunakan TransJakarta.
Saya baru pertama kali naik TransJakarta dan saya amazed dengan keramaiannya. Yogyakarta, tempat tinggal saya, memang memiliki TransJogja, tetapi keadaannya benar-benar jauh berbeda. Saya akui, fasilitas TransJakarta memang lebih baik dibandingkan TransJogja. Namun secara keramaian, seramai-ramainya TransJogja masih kalah ramai dengan TransJakarta. Sudah begitu, saya tidak mendapatkan tempat duduk dan harus berdesakan dengan banyak orang. Istilah bahasa Jawa-nya, keplenyet.
Akhirnya saya sampai di Mall Taman Anggrek (MTA). Berhubung saya lapar, kakak mengajak saya makan. Saya tahu kakak sedang kuliah-artinya sedang tidak bekerja-maka saya mengharapkan makanan yang "tidak ada di Jogja tetapi terjangkau", namun semua itu sia-sia. Hampir semua restoran yang saya kunjungi di sana memasang harga standar sekitar Rp 30.000,-. Waktu itu saya pikir, Ya Allah, Rp 30.000,- itu kalau di Jogja bisa untuk jajan 3 hari. Saya sebenarnya merasa tidak enak hati pada kakak, tapi tampaknya waktu itu dia santai saja.
Lalu saya berniat membeli baju dengan label yang sekiranya belum sampai di Jogja. Tadinya saya tidak masalah kalau baju itu mahal, tapi ternyata memang kemahalan sehingga saya mencari yang diskonan. Nah, yang diskonan saja masih seperti harga sebelum didiskon kalau di Jogja. Rasanya benar-benar ingin menangis waktu itu, menyesal sekali karena tidak bawa uang lebih.
Seketika waktu itu saya merindukan Jogja. Saya hanya punya tekad untuk tetap berada di Jogja.