Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Seputar Transparansi Dana BOS : Catatan Dari Gorontalo

12 Juli 2011   03:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:44 494 1

Biaya  Operasional Sekolah (BOS) tahun 2011 pencairan Triwulan I telah dilakukan pada akhir bulan Februari. Pencairan ditandai dengan penyerahan SP2D pencairan dana BOS di gedung Kasmat Lahay Senin (28/02) oleh Bupati David Bobihoe Akib. Bupati Gorontalo mengakui bahwa pencairan dana BOS seharusnya dilakukan paling lambat 14 hari pada awal bulan Januari, namun pada kenyataannya mengalami keterlambatan karena Pemerintah Kabupaten Gorontalo sendiri masih sempat menunggu petunjuk teknis dari pemerintah pusat yang baru diterima Pemkab Gorontalo pada minggu ke-3 bulan Februari, padahal transfer dananya sudah diserahkan minggu ke-2 Februari. Meski demikian, Kabupaten Gorontalo adalah daerah kedua di Indonesia setelah Kab.Banyumas yang telah mencairkan Dana BOS tepat waktu pada triwulan pertama.

Pada acara penyerahan secara simbolis SP2D dana BOS triwulan pertama untuk sekolah negeri yang ada di Kabupaten Gorontalo, besarnya dana sekitar Rp 8 Milyar untuk 117 Sekolah Negeri dari jumlah anggaran 28 M dalam satu tahun. Sementara untuk sekolah swasta, juga mendapatkan dana BOS masing-masing untuk SD Swasta  lebih kurang Rp 299 Juta dan untuk SMP Swasta lebih kurang Rp 438 Juta.

Meski pencairan dana BOS mengalami keterlambatan, Bupati David berharap agar kondisi ini tidak harus menyurutkan semangat para guru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar karena dana BOS sangat mendukung pelaksanaan kegiatan belajar. Dana BOS juga bertujuan meringankan beban masyarakat terhadap biaya pendidikan sekolah negeri atau pun swasta.

Keterlambatandana BOS dikarenakan setiap sekolah diminta membuat rencana keuangan anggaran (RKA) 125 halaman oleh Kemendiknas berdasarkan Permendiknas No 37/2010. Karena itu, ICW melaporkan Kemendiknas ke Komisi Ombudsman perihal RKA yang terdiri dari 125 halaman tersebut. Apabila Dinas Pendidikan harus membaca 125 halaman dikali ribuan sekolah maka waktu akan habis hanya untuk membaca RKA. Meski demikian, Gorontalo dan lima propinsi lainnya (DIY, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat) telah menyalurkan 100 persen dana BOS hingga 29 Maret 2011 atau sebanyak 71,23 persen kabupaten dan kota telah menyalurkan dana BOS.

Menurut Suyanto, Dirjen Pendidikan Dasar Kemendiknas keterlambatan pencairan dana BOS justru karena politik lokal daerah. Misalnya ada orang-orang yang sudah dilatih kemudian dipindah ke tempat yang lain, sementara petugas yang baru tidak mengetahui cara kerjanya sehingga politik lokal yang dinilainya sangat merugikan upaya-upaya seperti sosialisasi dan kelancaran BOS. Bahkan pemerintah pusat (Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Dalam Negeri) telah mengultimatum pemerintah daerah segera menyalurkan dana bantuan operasional sekolah (Rabu, 2/3/11).Pemerintah memberi batas waktu hingga Rabu (9/3) kepada Pemda untuk mengucurkan dana BOS. Hingga Ahad (6/3/11), jumlah Pemda yang telah mengucurkan dana baru sekitar 109 kabupaten kota dari sebanyak 497 kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Respon daerah atas ultimatum pemerintah pusat cukup beragam atas ancaman sanksi kepada daerah. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Gorontalo yang disuarakan ketua umum PGRI Sulistiyo meminta agar penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dikembalikan ke pusat karena mekanisme alokasi BOS melalui daerah yang memberatkan. Penyebabnya,beberapa daerah seperti Gorontalo baru menerima Petunjuk Pelaksana (Juklak) dana BOS pada Februari 2011, sehingga dana BOS yang sudah diterima kas daerah sebulan sebelumnya terlambat dicairkan ke sekolah-sekolah. Daerah tidak berani mengeluarkan dana BOS itu sebelum adanya Juklak karena takut KPK, seperti kasus Wali Kota Gorontalo yang tersangkut masalah korupsi. Dengan demikian, keterlambatan pencairan dana BOS bukan sepenuhnya kesalahan daerah tetapi karena faktor kesenjangan informasi dan pemahaman antara pusat dan daerah.

Mengutip pendapat Eko Haryanto dari Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN), penyaluran dana BOS yang terlambat karena rawan dikorupsi oleh pejabat daerah. Total dana BOS 2011 yang akan disalurkan itu sebanyak Rp 16,8 triliun. Untuk triwulan pertama, baru lima provinsi di Indonesia yang telah menyalurkan dana BOS ke sekolah seperti Gorontalo, Yogyakarta . Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Nusa Tengara Barat. Berbagai modus korupsi dana BOS diantaranya,dana BOS disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud untuk dibungakan atau didepositokan di bank.

Triwulan kedua, mulai Senin (11/04/2011) Pemerintah Kabupaten Gorontalo kembali mencairkan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pemkab Gorontalo siap menyalurkan anggaran kurang lebih 6 Milyar diawali untuk 14 sekolah swasta dengan total dana Rp. 184.516.250 dengan rincian 8 Sekolah Dasar dan 6 Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan sebanyak 186 sekolah negeri baik SD maupun SMP yang ada di Kab.Gorontalo sementara dalam proses.

Kesuksesan Pemkab Gorontalo dalam mencairkan dana BOS tepat waktu pada tahun 2011 dijadikan contoh bagi kabupaten/kota seluruh Indonesia karena pada saat yang sama daerah-daerah lain mengalami keterlambatan dalam pencairannya.Kunci suksesnya karena Bupati Gorontalo, David Bobihoe Akib memiliki komitmen untuk kemajuan pendidikan nasional didaerahnya. Ketika dana BOS telah masuk ke rekening Pemkab Gorontalo, Bupati David melayangkan surat kepada DPRD perihal adanya kucuran dana BOS sebesar Rp7,5 miliar dan menjelaskan ada aturan untuk segera mencairkan dana BOS. Pihak DPRD pun menyetujui untuk segera mengirimkan dana BOS ke sekolah-sekolah, utamanya ke sekolah-sekolah negeri. Sementara untuk sekolah swasta harus membuat surat hibah terlebih dahulu sebelum pencairannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun