Anak merupakan aset terpenting bagi masa depan suatu bangsa dan harus dilindungi oleh berbagai pihak, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Perlindungan anak adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar anak dapat hidup, tumbuh, dewasa dan berpartisipasi secara bermartabat serta dilindungi dari kekerasan. Perlindungan ini harus dilakukan karena anak sebagai aset penting negara memerlukan kondisi yang memadai untuk menjalani kehidupan dewasanya, karena awal dari kemajuan pembangunan bangsa terutama berasal dari anak. Jika seorang anak cukup kaya semasa kecil, lahir, batin, dan sosial, maka tidak diragukan lagi, ketika ia dewasa, ia akan menjadi basis negara dalam proses pembangunan nasional dan sosial. Atas dasar ini, pemerintah mengeluarkan undang-undang perlindungan anak. Perlindungan anak diatur dalam undang-undang yaitu dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (PA). Undang-undang telah mengatur hak-hak anak, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk perlindungan anak. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ayat 2 UU PA adalah "perlindungan anak" dan meliputi segala kegiatan yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup optimal, tumbuh dewasa, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan partisipasi dapat berkembang dan berpartisipasi secara bermartabat dan mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Namun demikian, tidak semua anak di Indonesia mendapatkan perlindungan yang memadai sehingga anak-anak tersebut tidak mendapatkan perawatan yang memadai saat mereka tumbuh dewasa. Anak bermasalah sosial antara lain anak yatim piatu, anak yatim piatu dan yatim piatu, anak terlantar, anak yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, anak cacat, anak jalanan, dan anak bermasalah hukum. Anak-anak yang paling rentan terhadap masalah sosial adalah usia 15-18 tahun. Banyak anak pada usia ini tidak dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Akibatnya, mereka menjadi anak-anak yang sangat rentan terhadap masalah sosial. Dari pekerja anak, eksploitasi hingga perdagangan manusia (trafficking).
KEMBALI KE ARTIKEL