Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Lagi: Perlukah Indonesia Ganti Nama?

5 Maret 2014   07:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:13 120 0
Manusia dengan kemampuan otaknya, tidak hanya bisa memahami arti secara harfiah, namun juga bisa memahami makna yang tersirat dalam sebuah informasi yang seringkali rumit jika belum diketahui ilmunya. Begitu ilmunya sudah diketahui maka hal tersebut menjadi biasa. Dulu perjalanan ke bulan dianggap mustahil namun ketika ada yang berhasil mencapai bulan itu menjadi sebuah keniscayaan. Dulu teory ‘The Law of Attraction’ agak susah dipahami namun dengan semakin diketahuinya ilmu fisika quantum maka hal ini semakin mudah dipahami dan dipercaya kebenaranya.

Ilmu adalah hasil dari upaya memecahkan rahasia dibalik sebuah informasi. Manusia yang selalu mengupdate pemahamannya tentang informasi-informasi yang disebar Tuhan diseluruh alam ini akan semakin mengerti makna kehidupan dan menjadi jelas memposisikan dirinya dalam kehidupan jagad raya yang maha luas ini.

Dengan demikian sebenarnya yang namanya ‘Kalam Ilahi’ itu bukan sekedar bacaan yang ada di kitab suci namun lebih pada bagaimana kita bisa mengurai makna dari simbol atau informasi yang tersebar diseluruh alam ini. Ilmu pengetahuan tentang fisika Quantum yang mulai menemui titik terang hingga menjurus pada pembuktian adanya partikel Tuhan (High Bosson) adalah juga kalam Ilahi.

Pernahkah anda mendengar atau melihat ada orang tua yang mengganti nama anaknya ketika anaknya sakit-sakitan terus. Ajaibnya setelah namanya diganti dan diselamati maka anak tersebut menjadi lebih sehat.

Dulu di jaman yang belum semaju sekarang ini mengganti nama anak karena satu dan lain hal adalah hal yang lumrah. Namun saat ini banyak orang yang mengatakan ini sebagai suatu yang tidak masuk akal. Sayapun dulu juga berpikir seperti itu, hingga suatu saat saya dipertemukan dengan seseorang yang mampu menebak perjalanan hidup saya hanya dengan melihat nama saya saja.

Jujur ini susah diterima akal barangkali. Namun semakin lama saya mencari, maka jawaban itu sepertinya semakin jelas. Suatu ketika saya membaca buku karangan Agus Mustofa yang berjudul Membongkar Tiga Rahasia. Dalam buku tersebut Agus menjelaskan bahwa energi yang paling kuat di dunia ini adalah energi makna. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas bagi anda yang belum pernah membaca buku Agus Mustofa ini, ijinkan saya menuliskan kembali sebagian alinea inti agar anda dapat memahami dengan lebih baik. Inilah tulisan dalam buku beliau;

Informasi adalah inti dari realitas alam semesta. Bukan energi, bukan materi, bukan ruang dan bukan waktu…., kehidupan manusiapun substansinya bukanlah materi, energi, ruang dan waktu melainkan informasi. Peristiwa dan sejarah. Nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai baik dan buruk. Dan nilai-nilai kemuliaan atau kehinaan. Yang menjelma menjadi kebahagiaan atau penderitaan….. Seluruh Tubuh manusia, lahir dan batin, penuh berisi informasi. Otaknya penuh berisi informasi jaringan-jaringan saraf, jantung, paru-paru, ginjal, pencernaan, liver dan darahnya juga berisi informasi. Trilyunan selnya pun berisi informasi. Bahkan inti selnya adalah kode-kode informasi yang dibentuk menjadi untai chromosom dan genetika.

Jiwa sebagai badan halus juga berisi informasi. Isinya adalah program-program kehidupan. Getaran-getaran energi yang semakin lama semakin halus menuju kepada ruh sebagai inti kehidupan. Dan kalau kita cermati, ruh itupun berisi informasi sifat-sifat Allah. Seperti sifat berkehendak, berkuasa, mendengar, melihat, merasakan, mencipta, menyayangi dan lain sebagainya.

Ketika kita berpikir, otak kita memancarkan frekuensi tertentu. Ketika berkata juga memancarkan. Demikian pula ketika berbuat. Pancaran gelombang itu ditangkap oleh lautan energi alam semesta. Ada dua jenis pancaran gelombang yang terjadi. Yang pertama adalah clock, alias frekuensi pengantar, alias kendaraan. Yang kedua adalah frekuensi ‘makna’ yang menumpang didalamnya.

Kesimpulan yang dapat saya tarik dari alinea diatas adalah bahwa kehidupan ini merupakan wujud dari informasi. Kehidupan ini adalah sekumpulan informasi yang mengandung ‘makna’ didalamnya. Makna itu sifatnya bisa harfiah sederhana dan bisa pula sifatnya simbolic yang perlu diterjemahkan menjadi makna yang mudah diterima secara harfiah.

Lalu apa hubunganya dengan nama? Setiap orang yang memberi nama anaknya pastilah mempunyai harapan atau doa yang terselip dari nama anaknya itu. Sehingga tidak heran dikatakan bahwa nama adalah doa.

Nama ibarat frekuensi pengantar alias ‘clock’ sedangkan ‘makna’ dari nama adalah intisari dari sebuah nama. Makna inilah yang menjadi doa. Disadari atau tidak setiap nama seseorang dipanggil maka sejatinya orang yang memanggil itu sedang mendoakan si empunya nama. Bayangkan kalau ternyata makna dari nama anda adalah mencelakakan anda. Semakin banyak orang mengenal dan memanggil anda dengan nama itu berarti doa itu juga terus dipanjatkan. Orang arab mengatakan “Setiap orang akan mendapatkan pengaruh dari nama yang diberikan padanya.

Soekarno presiden pertama RI dulu adalah seorang anak yang diberi nama Kusno Sosrodihardjo. Karena sering sakit-sakitan, orang tuanya mengganti nama Kusno menjadi Soekarno. Sejak menyandang nama Soekarno, proklamator itu sukses menjalani masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa tanpa belitan penyakit.

Sementara banyak orang terjebak dalam arti harfiah dikalangan arab/Islam tradisi memberi nama dilakukan dengan metode hisab atau perhitungan huruf penyusunnya. Dibarat metode ini dikenal dengan ilmu numerologi. Ilmu hisab nama yang sering jadi acuan adalah metode yang digunakan oleh ahli Matematika dari Yunani Phytagoras.

Dengan demikian sebenarnya arti atau makna sebuah nama itu bukan saja secara harfiah namun juga secara maknawiah dalam bentuk simbol-simbol yang diterjemahkan menjadi sebuah tulisan tentang apa yang bisa dibaca dari nama tersebut.

Sementara banyak kalangan di Indonesia masih meragukan konsep ganti nama ini. Diluar negri justru profesi ini sangat dihargai. Sebagai contoh Salah satu yang terkenal adalah konsultan nama Naseem Javed dari ABC Namebank International yang berbasis di New York. Mereka mematok ratusan juta dolar untuk konsultasi nama sebuah perusahaan.

Jujur menurut hemat saya ini adalah ilmu langka sebagaimana yang digali kembali oleh Rhonda Byrne dengan ‘The Secret’ nya. Kalau kita atau tepatnya saya bisa percaya dengan hukum ‘tarik menarik’ atau hukum ‘Resonansi dan Interferensi’ lalu kenapa saya tidak mempercayai ilmu langka yang juga mempunyai basis logika ini?

Saya bukan ahli hisab nama, namun saya menulis ini sebagi apresiasi atas orang-orang yang berdedikasi tinggi menggali ilmu langka dan meperkenalkannya kembali untuk kemaslahatan manusia.

Setidaknya saat ini saya telah mengetahui beberapa pakar nama asal Indonesia. Dua dari Banjarmasin yang saya kenal dekat yakni Pak Raytakdin dan Pak Ramtamyd. Satu yang saya ketahui melalui internet  yakni Teuku Chandra Adiwana. Menariknya ketiga orang ini, yang saya yakin belum pernah berhubungan sebelumnya mempunyai ide yang sama yakni mengganti nama Indonesia menjadi “Indonesiaraya”. Sebuah kebetulan yang luarbiasa bukan?

Layaknya ‘The Secret’ ilmu hisab nama ini sebenarnya adalah bagian dari ikhtiar atau usaha. Kalau dalam ‘The Secret’ model doa nya adalah me-utilisasi kemampuan bawah sadar. Maka dalam ilmu hisab nama ini. Nama digunakan sebagai frekuensi pengantar sedangkan makna dari nama tersebutlah isi doa nya.

Sebuah nama yang sudah melekat pada seseorang, sejatinya juga melekat sampai ke alam bawah sadar orang yang mengenalnya. Sehingga proses otomasi yang terjadi adalah; saat nama itu disebut yang muncul adalah gambaran si pemilik nama. Demikian pula sebaliknya saat si empunya nama muncul maka secara otomatis dalam benak orang yang mengenalnya akan muncul sebuah nama. Proses ini hanya akan terjadi kalau sudah masuk pada level bawah sadar. Sebuah proses yang terjadi karena adanya repetisi.

Karena nama yang disebut tadi mengandung sebuah makna, dan makna itu adalah upaya sadar yang diusahakan untuk menjadi sebuah permohonan oleh si empunya nama. Maka siapapun yang memanggil nama tersebut hakikatnya adalah mendoakan sesuai dengan makna yang dikandungnya.

Oleh karenanya sebuah nama haruslah mempunyai makna yang universal. Maksud saya begini. Kalau nama hanya diartikan secara harfiah. Maka nama tersebut hanya akan dipahami secara lokal. Karena arti sebuah kata yang sama akan bisa berbeda jika berpindah ke lingkungan budaya dan bahasa yang lain. Misalnya kata “Tampar” dalam bahasa Jawa artinya tali. Namun dalam bahasa Banjar arti “Tampar” adalah tempeleng. Contoh lain kata “Air” dalam bahasa Inggris artinya udara, dalam bahasa Indonesia arti “Air” adalah air, sebuah cairan dengan rumus kimia H2O. Nama “Angel” mungkin di barat maksudnya adalah malaikat, namun begitu di Jawa maka nama ini akan berarti susah atau sulit.

Begitulah sehingga memberikan nama dengan berharap pada arti, daya jangkaunya terbatas. Phytagoras dan para pakar nama jaman dulu rupanya sudah menyadari ini. Dengan kemampuan dan konsep KeTuhanan yang mengusung nilai-nilai Universal. Lalu didapatlah Ilmu Hisab Nama atau Makna nama yang lebih bersifat universal melintasi budaya dan bahasa. Jadi kalau ingin arti nama kita bersifat universal kita harus menggunakan hitungan huruf penyusun nama atau lebih dikenal dengan hisab nama.

Baiklah mari kita kembali ke ide dasar bagaimana merubah takdir dengan energi makna ini. Nama adalah sebuah identitas dan dimanapun proses perjanjian atau hal-hal yang sifatnya mengikat atau melokalisir, maka akan selalu menggunakan nama untuk memastikan agar obyek yang dimaksud tidak salah. Itu sebabnya maka  nama orang tua atau ‘bin’ sangat penting. Karena bisa jadi nama anda banyak samanya dengan nama orang lain tapi ‘bin’ atau ‘binti’ nya tentu berbeda.

Hal yang sama juga terjadi dalam proses terkabulnya doa. Agar malaikat tidak salah kirim. Maka nama menjadi penting sebagai penanda. Dan karena niat asal dari memberi nama adalah doa. Maka boleh dikatakan bahwa nama kita adalah judul sekaligus isi dari kontrak takdir kita. Jadi kalau kita sudah merasa kepayahan menjalani isi kontrak kerja atau takdir kita dengan Tuhan, maka boleh dong kita minta ‘perubahan’ kontrak atau ‘addendum’. Anda boleh setuju dengan pernyataan ini namun juga boleh tidak setuju. Setidaknya itulah pada kenyataanya apa yang saya lihat dan simpulkan setelah berdiskusi dengan Pak Raytakdin dan Pak Ramtamyd.

Apa yang saya pahami ini kemudian dikuatkan saat saya membaca artikel tentang Teuku Chandra Adiwana tulisan Ridlwan Habib di sebuah situs di Internet. Ijinkan saya mengutip tulisan itu;

Beliau mengatakan “Tradisi mengganti nama negara itu bukan hal baru. Banyak negara yang setelah diganti namanya jauh lebih makmur dan sejahtera,” kata ayah seorang putri ini.

Chandra mencontohkan, Malaysia, Brunei Darussalam, serta Singapura. Sebelum berganti nama, Malaysia terkenal dengan sebutan Malaka. Sedangkan Brunei Darussalam sebelumnya hanya bernama Brunei. Sementara Singapura dulu bernama Tumasik.

Karena itu, dia mengusulkan beberapa nama baru untuk Indonesia. Di antaranya, Indonesiaraya (tanpa spasi), Indonesia Raya (dengan spasi), serta Nusantara atau Dwipantara.

Menyatukan dua suku kata (Indonesia dan Raya), kata Chandra, merupakan simbol penyatuan ribuan pulau dalam wilayah Indonesia. Sedangkan usul nama Indonesia Raya (dengan spasi) terilhami oleh judul lagu kebangsaan yang diciptakan W.R. Supratman itu. Sementara nama Nusantara atau Dwipantara merupakan nama wilayah yang pernah dipakai sebagai nama menyeluruh yang diberikan Maha Patih Kerajaan Majapahit Gajah Mada.

“W.R. Supratman sudah memberi kode di lagunya. Indonesia itu tumpah darah, lalu dibangun jiwanya menjadi Indonesia Raya. Kalau belum diganti, tumpah darah terus,” kata dia lalu menunjukkan teks asli berbahasa Belanda yang dikutipnya di halaman 40 buku itu.

Jauh sebelum saya menemukan artikel tentang ide mengganti nama Indonesia menjadi Indonesiaraya ini (2012). Mungkin sekitar tahun 2009 saya pernah berdiskusi dengan Pak Raytakdin tentang mengganti nama negara ini. Dan yang aneh ternyata nama yang diusulkan adalah INDONESIARAYA, sama persis dengan yang diusulkan oleh Pak Teuku Chandra Adiwana. Apakah ini sebuah kebetulan?, menurut saya adalah… ya ini kebetulan. Kebetulan yang tercipta atas kehendak Tuhan yang menguasai segala Ilmu. Ini menunjukkan bahwa metode hisab nama benar-benar universal. Se Universal hukum alam dalam kendali Tuhan yang sering kita kenal dengan sunatullah.

Menurut Pak Raytakdin dan Pak Ramtamyd jika nama INDONESIA tidak diganti maka inilah yang akan berulang terjadi berdasar makna atau doa dari nama tersebut;

1. Akan mendapat keberuntungan hanya bila berdiri sendiri (Disintegrasi)
2. Terjadi pengadilan palsu
3. Berhutang
4. Berpisah
5. Apa yang kita miliki hanya untuk orang lain
6.Mendapat kesengsaraan
7. Kaya

Jika kita lihat hanya satu yang baik yaitu kaya, semua yang lain tidak baik dan inilah yang kita alami sekarang. Namun jika diganti menjadi INDONESIARAYA maka inilah yang akan terjadi berdasarkan makna atau doa yang terkandung dari nama baru tersebut yaitu;


  1. Mendapat keberuntungan
  2. Sehat dan kuat
  3. Penuh persahabatan dan cinta-kasih
  4. Berhasil segala yang dikerjakan
  5. Terkenal
  6. Pemimpin
  7. Memperbaiki
  8. Mendapat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa
  9. Berkuasa
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun