Lengkung senyum Rembulan di ujung Timur desa Rangkat sedikit menerangkan wajah Minah yang sedari tadi tertutup luka hatinya. Minah kecewa setelah mendengar sore itu Om Garong menyatakan di hadapan seluruh khalayak desa tentang status hubungannya dengan Ajeng anak Pak RW.
Jilbab Pink Minah mulai basah karena dipakai untuk menyeka bulir – bulir airmata yang sejak tadi seakan menganak sungai.
“Kenapa tak memberiku kesempatan Om untuk menyatakan isi hati ini? Mengapa kau biarkan bunga ini layu sebelum berkembang? Mengapa? Kenapa om?”
Minah bicara sendiri di taman desa yang kini sunyi sepi.
Minah sadar bahwa dia adalah pendatang baru di desa, jadi sudah sewajarnya pabila ia harus mengalah. Apalagi harus bersaing dengan Ajeng yang jelas – jelas adalah anak pengurus desa.
“Oh cinta, mengapa tak diizinlan aku meraihmu? Meraih cinta Om Garong untuk dapat kumiliki seutuhnya?”
Kembali Minah bicara dalam kesendiriannya. Minah ingin sekali mendatangi kios bakso om Garong. Tapi ia takut jika Ajeng ada disana. Tapi tiba – tiba ada yang membisiki telinganya untuk segera mendatangi om Garong.
Minah bangkit dari duduknya. Mencoba memperbaiki posisi jilbabnya yang sedikit berantakan. Minah mulai bertekad, ia akan menemui om Garong malam ini.
###
Saat ini Minah sudah sampai di kios Bakso om Garong. Ia melihat om Garong sedang mencuci beberapa mangkuk bakso yang sudah habis terpakai. Maklum saja, om Garong belum punya assistant jadi wajar bila ia melakukannya sendiri.
“Om?” Sapa Minah.
Wajah om Garong sedikit heran. Mengapa malam – malam begini Minah mendatanginya.
“Hei Minah, tumben jam segini masih diluar? Kiosku saja sudah mau tutup?”
“Hemm,, ia om. Lagi mau jalan – jalan aja. Sibuk ya?”
“oh gitu, nggak sih. Cuma ini mau nyuci mangkuk terus mau tutup kios. Sakit perut kekenyangan.” Wajah om Garong sedikit terlihat menahan sakit.
“Sakit ya? itu mangkuk banyak sekali om? Pasti hari ini laku banyak?”
“Ah bisa aja kamu ngeledeknya. Laku apa? Wong ini bekas mangkokku. Aku makan sendiri daripada baksonya ku simpan terus ku jual lagi? Kasihan nanti pembelinya mules – mules.”
Minah terdiam. Ia tak menyangka. 7 mangkuk itu bekas om Garong makan sendiri.
“Kenapa Minah? Kok diem aja?” Om Garong bertanya.
“Ah gak apa – apa om.”
“kamu pasti hilang Feeling ya dengar pengakuanku? Hahah nggak apa – apa. Tadi Ajeng juga kok. Dia pulang karena tahu aku makan 7 mangkok bakso. Ngga ada pendapatan. Dia nggak bisa jajan makanya pulang.”
Minah mulai menaruh iba pada om Garong. Ia lalu berjalan mendekati om Garong. Bukan berniat membantu melainkan hanya ingin mengatakan sesuatu.
“Om, Minah mau ngomong.”
“Apa Minah? Bicaralah. Aku pasti mendengarkan. Wong Cuma kamu yang ada disini hehe.”
“Minah sayang om.. Minah cemburu sama mbak Ajeng. Minah mau kita pacaran.”
“Praaaaaaaang….”
Mendadak Mangkuk yang sedang di sabuni om Garong lucut dari tangannya. Om Garong terkejut. Mulutnya menganga.
“Minah …. Aku …..”
Sebelum Minah mendengar jawaban om Garong ia meletakkan jari telunjukknya di bibir om Garong.
0000ooooooBersambungoooooo0000