Kemudian selain cara kerja Ahok yang transparan dan blak-blakan sehingga publik Jakarta dan Indonesia mengetahuinya, sepanjang hampir lima tahun ini, media massa selalu memberitakannya. Ingat, bahwa kampanye (campaign) ada yang positive campaign, ada pula negative campaign. Keduanya dibenarkan dalam suatu kompetisi politik asal bukan black campaign. Selama ini media massa terus-menerus mengabarkan tentang Ahok, baik yang memuji kebijakannya, mengkritik, ataupun menyorot kasus-kasus yang menyentuh dirinya. Bahkan diliput juga ucapan lawan-lawan politik yang menjatuhkan dirinya, seperti saat perkara 'bahasa toilet' itu.
Selanjutnya ada juga yang disebut relawan. Mereka ibarat fanboy/fangirl artis-artis K-Pop yang selama nyaris usai periode pertama Ahok ini selalu membantu gembar-gembor tentang Ahok, menangkis serangan orang-orang yang menjelekkan Ahok, dan juga berinisiatif mendukung Ahok meneruskan dua periode.
Bagaimana jika Ahok diperbolehkan untuk tidak cuti dengan konsekuensi tidak boleh berkampanye? Jelas sekali kalau media massa tidak mungkin berhenti mengabarkan tentang Ahok. Tugasnya media massa ya mengabarkan apa saja. Bagaimana dengan tim sukses dari partai politik? Mungkin di panggung depan, mereka akan mematuhi, lantas kalau di panggung belakang?
Bisa juga diam-diam mereka menggunakan kelas menengah 'ngehek' sebagai yang disebut swing voters dan silent majority untuk bergerilya di internet. Sudah jamak diketahui bahwa belakangan ini muncul portal-portal media massa dan jurnalisme warga yang sangat jelas-jelas mendukung figur politisi atau partai politik tertentu. Belum lagi dengan permainan sharing article di social media guna meningkatkan traffic search engine. Termasuk portal-portal yang ingin menjatuhkan aktor politik dan figur publik juga menggunakan segalam macam teknik Search Engine Optimizer (SEO) agar tulisan mereka banyak dibaca publik.