Sekilas sosoknya tidak tampak berbeda. Tubuh sedang, kulit sawo matang, rambut gelap, ia tidak tampak mencolok ketika sedang berada di lingkungan kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hanya aksen unik ketika ia berbicaralah yang menjadi tanda bahwa ia bukan seorang Indonesia.
Namanya Soukkhy, seorang kewarganegaraan Laos yang sedang menempuh studi di Magister Manajemen Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Perjalanannya menuju Indonesia dimulai ketika ia mendapatakan informasi tentang Indonesianpost-graduate scholarship atau beasiswa S2 di Kedutaan Besar Indonesia di Viantiane, ibukota Laos. Ia pun tak ragu untuk langsung mengambil formulir pendaftaran.
“Saya mendapatkan formulir, langsung saya isi dan masukkan ke kantor Kedutaan Besar Indonesia. Pihak kedutaan kemudian mengirimkannya ke DIKTI Indonesia via e-mail. Saya tinggal menunggu prosesnya saja. Akhirnya saya mendapat beasiswa dan bisa sekolah di sini,” kisah Soukhhy.
Kesan ramah dan baik pun langsung didapat Soukkhy begitu menginjakkan kaki di Indonesia. “Ada staf dari kampus yang menjemput saya di bandara dan mengurus semuanya untuk saya. Dia sangat ceria dan membantu saya,” tambahnya. Keramahan ini langsung mengingatkannya pada tanah air yang baru ia tinggalkan. Ia berkisah bahwa orang-orang Laos pun sangat ramah dan senang membantu orang asing ketika berkunjung ke sana.
Berbekal ilmu Hukum yang ia dapatkan selama kuliah S1 di Laos, awalnya Soukkhy ingin melanjutkan pendidikan di Magister Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Selama tahun pertama di Indonesia, ia harus belajar Bahasa Indonesia karena kuliah magister di UAJY diberikan dalam Bahasa Indonesia. Sayangnya, waktu setahun sepertinya tidak cukup bagi Soukkhy untuk mempelajari bahasa yang benar-benar baru baginya.
“Bahasa Indonesia saya tidak terlalu baik. Ini membuat saya sulit untuk belajar Hukum, apalagi istilah-istilah Hukum dalam Bahasa Indonesia. Akhirnya saya ganti jurusan ke Magister Manajemen. Meskipun bahasa pengantar kuliahnya juga dalam Bahasa Indonesia, tapi buku-bukunya kebanyakan dalam Bahasa Inggris, jadi saya tidak kesulitan,” ujar Soukhhy.
Kini, sudah hampir dua tahun ia tinggal di Indonesia. Meski begitu Laos selalu ada dalam hati Soukhhy. Ia pun bercerita tentang negaranya itu dengan bersemangat. “Jika ke Laos maka harus ke Luang Prabang,” katanya. Luang Parabang merupakan sebuah provinsi di Laos yang dijadikan World Heritage Site atau situs warisan dunia oleh UNESCO. Keindahan Luang Prabang tampak dari perpaduan luar biasa dari arsitektur tradisional Laos dan Eropa. “Seluruh kota menjadi world heritage site. Rumah, jalan, semuanya,” tambahnya sambil tertawa kecil.
Soukhhy pun berencana akan kembali ke Laos begitu kuliahnya di Indonesia selesai. “Saya ingin membangun sebuah bisnis hukum bersama teman-teman saya. Saat ini mereka sedang kuliah di India dan China. Saat kami kembali maka kami akan membentuk sebuah usaha hukum, bukan firma yang besar, tapi lebih seperti konsultan hukum,” ujarnya.
Ya, semangat inilah yang tampak begitu kuat dalam diri Soukhhy. Ia sadar bahwa Laos masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Ia pun ingin menjadi bagian untuk membangun negaranya. Meskipun harus mencari ilmu ke negeri orang, tapi Laos tetap mendapatkan hati dan pengabdiannya.