Mentalitas barbar yang terwujud dari tawuran, baik pelajar maupun antar kampung bahkan sampai kericuhan didalam ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu menjadi bukti nyata mentalitas barbar ternyata telah masuk kedalam elemen – elemen diatas.
Negara ini seolah telah dipenuhi oleh manusia dengan mentalitas barbar, manusia yang membuktikan segala sesuatu berdasarkan kekuatan otot saja, mirisnya manusia dengan mentalitas barbar ini seringkali justru lebih banyak terlihat dari manusia – manusia yang dianggap kaum terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa atau malah anggota dewan yang terhormat.
Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan kondisi Indonesia sebelum kemerdekaan, pemuda terdahulu berhasil menyatukan pemuda – pemuda daerah dalam bingkai yang bernama Indonesia yang menghasilkan manifesto persatuan yang hari ini kita sebut sebagai sumpah pemuda. Semangat persatuan untuk bersama – sama membangun bangsa, membebaskan rakyat dari penderitaan.
Pengendalian emosi yang baik sudah seharusnya dimiliki oleh mereka yang tergolong kaum terdidik, perbedaan seharusnya mampu disikapi sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendekatan dan pembentukan moral sudah seharusnya menjadi titik awal pendidikan bangsa, karena pemuda – pemuda inilah yang nantinya akan menggantikannya pejabat – pejabat negeri ini.
Jika kita tidak segera mengambil sikap untuk menghentikan tawuran antar pelajar atau antar warga maka mentalitas barbar yang mendahulukan otot daripada otak ini tentu akan terus hidup dan bisa jadi nantinya menjadi sebab terpecahnya Indonesia karena perang saudara di dalam tubuhnya.
Pemuda saat ini adalah pemimpin masa depan bangsa, dan tugas persiapan ini adalah tanggung jawab semua elemen masyarakat untuk mempersiapkan sosok negarawan Indonesia agar tercipta Indonesia yang damai tanpa perang saudara.