Saya tidak ingin menyebut wisuda sebagai perayaan. Sebab, perayaan seharusnya merupakan ritual yang ada pencapaian gembira di dalamnya. Misalnya, perayaan pernikahan. Apabila ditengok kembali, hakikat wisuda bukan perayaan atas suatu kegembiraan karena yang dirayakan adalah keberhasilan kampus membentuk wisudawan menjadi tenaga kerja birokrat.
Rasa-rasanya, omong kosong saja setiap kali pimpinan kampus mengatakan bahwa kampus telah berhasil membentuk sumber daya manusia berkualitas dari lulusannya saat ini. Sumber daya manusia berkualitas yang seperti apa? Apakah sumber daya manusia berkualitas yang sesuai standar industri? Bukankah manusia yang berkualitas adalah manusia yang tidak terkurung karena dia memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya?
Kampus tidak pernah membentuk sumber daya manusia yang berorientasi pada nilai kemanusiaan. Kampus justru membentuk manusia birokratis. Apa yang dimaksud dengan manusia birokratis? Ahli psikologi sosial Erich Fromm beranggapan bahwa manusia birokratis adalah mereka yang bersikap patuh, mengalami kepincangan psikis, dan orientasi tindakannya bersifat instrumental.
Ketiga karakter manusia birokratis tersebut adalah sasaran luaran dunia kampus saat ini. Pembentukan karakter manusia birokratis, misalnya, mewajibkan mahasiswa mempublikasikan artikel ilmiahnya ke jurnal terindeks Sinta nyaris pada setiap penugasan. Apabila tidak berhasil, nilai yang diperoleh mahasiswa tidak optimal.
Alhasil, mahasiswa hanya berusaha untuk mempublikasikan artikel ilmiahnya ke jurnal terindeks Sinta tanpa mengedepankan kualitas risetnya. Saya sering menemukan tulisan artikel ilmiah mahasiswa yang justru berbentuk artikel opini. Tak jarang, pada artikel ilmiah tidak ada gap riset, analisis teori, dan metode penelitian yang baik. Ini terjadi karena psikis mereka telah pincang sebagai buah dari tolok ukur capaian pembelajaran yang malas seperti mewajibkan menerbitkan artikel ilmiah di jurnal mentereng.