Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Dua Sisi Koin di "Acoustic Gathering Pearl Jam Indonesia"

22 Januari 2012   05:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 381 0

“Kami memainkannya (Evenflow) 50 sampai 70 kali, bahkan sampai pada titik kami membenci satu sama lain dan Stone (Gossard) tak juga puas dengan lagu tersebut.” Mike McCready

Itulah kutukan “Evenflow”, salah satu hits Pearl Jam—yang dalam satu rangkaian tur nasibnya bisa dimainkan tiap Jeff Ament dkk. naik panggung. Jason Leung, salah satu fans yang mengikuti tur Kanada dan AS pada tahun 2005 pernah bercanda pada teman-teman seperjalanannya, “Apakah kalian siap menyaksikan "Evenflow" (lebih dari) 100 kali?”

Hal yang sama terjadi pada Sabtu (21/1) malam di Nasi Goreng Kemang, Jakarta Selatan. Komunitas Pearl Jam Indonesia (pj.id)—yang kali ini menggandeng Eits! Production dan kampanye Save a Teen—menghelat “Acoustic Gathering”, yang ternyata menebar lagu-lagu hits Pearl Jam secara berulang. “Alive” dimainkan hingga tiga kali. Sementara lagu hits lain juga setali tiga uang: "Daughter" (dua kali), "Why Go" (dua kali) dan "Last Kiss" (dua kali). Pertanda apa ini?

Di balik itu, “Acoustic Gathering” 21 Januari tersebut sesungguhnya menjadi pertanda baik bagi penampil-penampil baru. Dan bagi 198 orang jamily (dan non-jamily) yang datang memberikan dukungan serta bersenang-senang menikmati puluhan lagu Pearl Jam secara kolektif.

Razak, solois yang malam itu kali kedua mencicipi panggung pj.id menggebrak panggung—diawali malu-malu dengan “Elderly Woman Behind the Counter in a Small Town”, sang penampil akhirnya panas dan melepaskan vokalnya. Semua setelah respon penonton pada bagian “Hellooo!”.

Hyder adalah band muda dari Sawangan, Depok yang terbilang nekat membawakan hits-hits Pearl Jam yang jauh di atas umur mereka. Sang vokalis bilang, rata-rata umur mereka (cuma) 23 tahun. Sementara rata-rata umur anak pj.id mungkin hampir dua kali lipatnya. Anehnya lagi, anak-anak ini malah mengambil setlist dari rentang album Ten! Sinting! Di lagu terakhir, mereka meminta bantuan drum dari kawanan pj.id divisi Bandung untuk nomor “Last Kiss”. Bolehlah…

Yang disenggol terakhir, pj.id Bandung, datang dengan kekuatan tak kurang dari satu elf carteran. Berangkat demi satu misi: Memanaskan malam “Acoustic Gathering”.

(catatan: bagian Proyek Kudalele tidak bisa disampaikan di sini :p)

Kemudian muncullah kelompok yang tak diduga-duga, Vitalogy, kanibal dari beberapa kumpulan rock ‘90s Bandung. Ada comotan dari Silentium, Breznev, dan kumpulan lain. Vokalisnya pun bersusun empat (Jc, Ray, Egi dan Arif), membawakan tak kurang selusin lagu! Mulai dari bangunan pelan macam “Footsteps” atau “Crazy Mary”, mereka menghentak di akhir-akhir dengan “Given to Fly” dan “In Hiding”.

Hebatnya lagi, sesi ini ditutup dengan reuni Mirrorball—dan Reza serta D’iyan pun didapuk naik panggung. Puluhan jamily pun moshing dan bernyanyi dalam nomor cover langganan Pearl Jam, “Keep on Rocking in a Free World”. Bandung jelas menjadi kekuatan hebat pj.id saat ini, dengan kekompakan dan massanya yang terus bertambah.

Makin malam, makin aneh. Dalam artian setlist yang ditebar makin maniak Pearl Jam. Saya menyaksikan para anak muda terperangah menonton kumpulan Collector Bugs, yang membawakan enam lagu yang benar-benar rarities (dan dalam versi mengerikan)! Kumpulan yang patut dilestarikan ini mengolah tata suara (Sutan Bittertone, siapa lagi?) dan vokal (Reza "Beku") dengan sempurna via single natal “Let Me Sleep”, entah versi “Go” yang pelan dari mana, “Angel”, “Bugs” (!!!), dan bahkan “Undone”. Jika mereka diberi kesempatan manggung terus, ini jelas bisa jadi proyek cover legendaris.

(terutama pemain drum dan bassnya yang multitalenta itu)

Satu lagi, Collector Bugs menjadi realitas di kumpulan pj.id—yang selalu mendebatkan hits dan rarities. Di sisi hits kita menyaksikan lagu yang diulang-ulang. Di sisi rarities, kita menyaksikan penampilan yang… tidak bisa membuat penonton singalong? Campuran antarkeduanyalah yang membuat atmoster makin marak malam itu.

Malam ditutup dengan gemilang. Project X, proyek super dengan personel-personel kawakan terkait rock ‘90s mengocok venue. Nito (menyelipkan “Hummus” di tengah-tengah penampilan), Romy, Olitz, Iman, dan Jessy “Baba” (dengan vokal prima!) menghajar penonton dengan perpaduan pelan-kencang. “Release”, “Rats”—plus insiden senar bass putus (menandakan ganasnya atmoster saat itu) digeber habis. Tak cukup dengan itu, mereka menggandeng Yukie Pas ke atas panggung. Yang terakhir disebut ini, masih bolehlah merapal ayat-ayat macam “Why Go”, “Jeremy”, atau “Rearview Mirror”. Malam ditutup dengan ajian pamungkas “Porch”.

Di sisi lain, petugas keamanan Nasi Goreng Kemang terlihat kelabakan melihat panasnya moshpit. Kami tertawa terbahak-bahak di belakang. Yukie nyeletuk, “Mau gantian, Mas?” (sambil menunjuk ke jamily yang sedang diarak di depan panggung). Di ujung paling jauh, Jamily dari AS, Australia dan Selandia Baru mengangguk-angguk mengikuti irama. Katanya mereka sengaja datang untuk menyimak event terkait tribute Pearl Jam. Entah mereka tahu dari mana.

Menutup sama dengan yang dibahas pada pembukaan, ternyata tak satu penampil pun membawakan "Evenflow". Sungguh aneh!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun