Tidak jauh berbeda dalam dunia kampus, ternyata fakultas saya juga menganut sistem KBK. Pada semester ganjil kemarin tidak diadakan ujian terstruktur (baca: UTS, UAS), tetapi entah mengapa pada semester genap, fakultas saya mengadakan ujian terstruktur ini. Sebagian besar mahasiswa pasti merasa aneh, tetapi apa boleh buat mereka harus menghadapi ujian terstruktur itu. Sama seperti pada masa-masa sekolah, ujian terstruktur dalam sistem KBK hanya mengacu pada nilai (hasil) bukan pada proses perkuliahan. Bagi saya, hal ini mampu menghambat rangsangan kreatifitas karena dalam ujian terstruktrur kita hanya dituntut untuk mempelajari sub-bab materi perkuliahan hanya untuk hari itu, bukan untuk jangka panjang atau proses implementasi bermasyarakat. Tidak sedikit dari mereka-mereka yang membuat contekan, berkoalisi dengan teman, atau hal-hal lain yang bersifat fragmatisme.
Apakah tujuan kita belajar semata-mata hanya untuk hasil ? nilai bagus ? IPK tinggi ? Tidak.
Tujuan belajar bukan hanya untuk petualangan intelektual semata, tetapi bagaimana kita bisa menerapkan nilai-nilai moral pada kehidupan bermasyarakat. Ketika suatu Negara dihuni oleh manusia-manusia intelektual nonmoral, maka cepat atau lambat Negara itu akan dikuasai oleh pecundang-pecundang berpendidikan. Ini hanyalah bentuk rasa simpati terhadap suatu sistem pembelajaran. Inilah yang disebut dengan sistem KBK, Kurikulum Berbasis Keliru.