Dalam bahasa keren dikatakan:" power tends to corrupt". Artinya kekuasaan itu cenderung korup. Artinya pula dengan kekuasaan, orang menghalalkan segala cara untuk merebut kekuasaan. Â Kegaduhan politik di negeri seolah belum mencapai klimaksnya. Tapi apa boleh buat.
Negeri ini kalau boleh dikatakan sudah hancur berkeping-keping, karena ulah para politisi yang ingin berkuasa menjadi pemimpin  negeri ini.  Rakyat yang lapar karena memang miskin, makin dibuat miris karena para politisi yang jungkir jempalik  mencari pembenaran-pembenaran.  Yang salah dikatakan benar, yang benar dikatakan salah. Fakta sudah diputarbaalikkan, sehingga logika (penalaran) tidak jalan.
Para politisi sudah membodohi bangsanya sendiri  melalui cara-cara yang halal dan haram.  Dua paduan kata ini, seolah menjadi hukum di negeri ini. Dan pemahaman halal dan haram pun  terbatas pada pemahaman yang sempit sesuai harapan mereka. Rakyat yang masih bodoh dan terpinggirkan, dengan pemahaman yang sepotong-potong, seolah kata halal dan haram itu menjadi norma hukum yang paling tinggi.
Kasihan bangsaku yang telah merdeka sekian lama, tetapi masih tetap saja menderita.  Ini terutama  karena salah mengelola negeri  ini yang  bersandar pada hukum-hukum negara lain, bukan  berpijak pada  kekuatan budaya sendiri.
Pancasila yang menjadi  falsafah negeri ini sedikit-demi- sedikit diputarbalikkan dan akhirnya dikhianati oleh kelompok masyarakat yang tidak suka dengan Pancasila. Kasihan itu para bapa bangsa yang sudah berjerih payah untuk memerdekan bangsa sendiri dengan kekuatan budaya sendiri.  Pengkianatan  Pancasila  membuat negeri ini carut marut hingga detik  ini. Pada hal Pancasila dapat mempersatukan bangsa dalam segala cara dan bahkan Pancila mampu memakmurkan negeri ini dengan kekuatan budaya bangsa sendiri.
Bangsa-bangsa di dunia kagum akan Indonesia karena beragamnya budaya nusantara. Tapi kini ragam budaya nusantara itu makin lama makin  tidak hadir lagi, karena memang ada  political will yang ingin menggerusi  budaya nusantara untuk digantikan dengan budaya lain.
Kapankah 'ribut terus' ini berakhir? Jangan tanya saya, tanyakan kepada rumput yang bergoyang.
Oleh karena itu, mari kita kembali kepada budaya bangsa yang sejati, karena itulah pangkal pijak bangsa ini.
Salam damai.
Jus Soekidjo.