Mohon tunggu...
KOMENTAR
Vox Pop

Lampu Kuning Bahaya Fundamentalisme Agama di Indonesia-part 1

26 September 2014   17:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:25 164 0
"Kesalahan yang diketahui lebih baik daripada kebenaran yang ditutupi"

Kasus Ahmadiyah, Kasus Syiah, Kasus Poso, Kasus Ambon, Kasus GKI Yasmin dan mungkin puluhan kasus lainnya yang tidak terdeteksi. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan serius yang sedang terjadi. Sebuah pertanyaan muncul, mengapa, di Indonesia yang terkenal toleran dan terbuka, menjadi sebuah Negara yang penuh kekerasan antar umat beragama? Apakah kita berubah? Apakah sistem di negeri ini menjadi longgar? Terlalu banyak kebebasan? Terlalu sedikit kebebasan ? Mungkinkah bahwa munculnya ekstremisme terjadi karena ada sebuah paham nihilistik ?

Sejarah Fundamentalisme

Perang atau konflik yang mengatasnamakan agama di Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru. Contoh, pangeran diponegoro bergelar "Panatagama" dan "khalifah", dan didorong oleh rasa tidak sukanya beliau dengan kondisi keraton Yogyakarta yang dianggap dekaden dan senang berfoya-foya. Kemudian ada lagi Perang aceh, dimana konflik antara tentara kolonial Belanda dan Kerajaan Aceh berkembang menjadi perang gerilya yang lama (dan mahal), dan menyebabkan korban yang tidak sedikit. Sementara pada era modern ada DI/TII, Kahar muzakar, Daud Beureuh, Gestok PKI, Poso, Ambon.

Lalu apakah ada kesamaan antara tumpukan konflik yang ujungnya hanya pertumpahan darah belaka? Jawabannya: Ada!

DI/TII

DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) muncul pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Pada awalnya, mereka berkoordinasi dengan TKR dan Milisi lainnya untuk menyerang posisi Belanda. Ketika Agresi Belanda I (Aksi Polisional I) terjadi, kantong gerilya milisi pimpinan Kartosuwiryo termasuk yang paling berhasil menyerap serangan Belanda. Sayangnya, ketika divisi Siliwangi ditarik mundur ke jawa tengah pasca perjanjian Renville, milisi kartosuwiryo menolak mundur dan dengan segera mengisi posisi TNI yang ditinggalkan. Dengan vakumnya kekuasaan, Kartosuwiryo, yang sudah mati-matian berjuang melawan belanda, merasa dikhianati oleh pemerintah. Pada akhirnya, beliau menyatakan berdirinya DI/TII pada 7 Agustus 1949. Pemerintah, berhubung sibuk, tidak menanggapi serius DI/TII.

Makassar, 1951. Kahar Muzakar merupakan salah seorang komandan milisi di Sulawesi Selatan, yang mayoritas penduduknya muslim. Ketika pemerintah sibuk melakukan demobilisasi pasca perang kemerdekaan. Dia tidak ditunjuk sebagai komandan, dan anak buanhya pun, hanya diperintahkan untuk membubarkan diri. Merasa dikhianati, Kahar muzakar dan pasukannya pun memberontak dan menggabungkan diri dengan DI/TII di Jawa barat pada tahun 1951.

Aceh, 1953. Daud Beureuh yang diangkat menjadi gubernur militer aceh, diturunkan pangkatnya menjadi residen. Lebih parahnya lagi, dia menjadi bawahan dari gubernur militer sumatera utara, yang beragama Kristen. Jakarta, sibuk dengan konsolidasi pasca perang, tidak menggubris permintaannya untuk aceh menjadi daerah istimewa. Akhirnya, Daud Beureuh pun menyatakan bergabungnya aceh dengan DI/TII di Jawa Barat.

DI/TII terus bertahan sampai tahun 1962 di Jawa barat. 1963 di Aceh (setelah Jakarta mengembalikan status daud beureuh sebagai gubernur dan mengizinkan aceh sebagai provinsi istimewa). Dan 1965 di Sulawesi Selatan.

Orde Baru (1966-1997)

Sementara pada masa orde baru, letupan kecil seperti penyerangan terhadap pos polisi di bandung. Beberapa ledakan petasan di bar dan gereja, tidak ada yang serius. Bahkan pada 1971, dengan slogan "anti komunisme, harga mati", salah satu turunan DI/TII, yaitu komando jihad, diberikan akses penjualan minyak tanah subsidi oleh intelijen agar membantu memenangkan suara untuk Golkar. Apesnya pemerintah, dengan adanya sumber daya, maka komando jihad sibuk membangun jaringan. Pada tahun 1977, ngeri dengan kekuatan komando jihad (atau main aman) pemerintah memutuskan untuk menyingkirkan mereka, dengan menggunakan informan, pemerintah merangsek dan berhasil menangkap pimpinan-pimpinannya. Pada tahun 1981, pembajakan atas sebuah pesawat terbang garuda "Woyla" terjadi. Tuntutannya adalah, untuk melepaskan kawan-kawan mereka yang ditangkap pada tahun 1977. Satu regu dari KOPASSANDHA (KOPASSUS), kemudian berhasil membebaskan para sandera dan membunuh 3 dari 5 pembajak (2 pembajak yang tertangkap meninggal di perjalanan antara Bangkok dan Jakarta, mengapa, tidak ada yang tahu).

1988, Afghanistan. Jihad melawan uni soviet sudah hampir selesai. Ratusan orang dari Indonesia bersiap siap untuk pulang. Di dalam rombongan ini ada satu orang yang dikemudian hari akan menjadi salah satu orang paling dicari di Asia Tenggara, Hambali. Berbeda dengan sebagian besar kompatriotnya, Hambali belum merasa puas dengan apa yang dicari (60 % dari orang Indonesia yang ikut ke Afghanistan, kembali menjadi warga Negara yang baik dan mematuhi hokum). Tampaknya, di Negara asalnya ada thoghut yang harus dihadapi.

Ustad Abu bakar Baasyir, juga pernah berkata "Kita orang Indonesia hidup merasa seperti naik bus AC. Dingin dan nyaman, tetapi kita sebenarnya menuju Neraka. Dan siapa supirnya....Suharto". Dua orang dari dua dunia yang berbeda. Mempunyai pikiran yang kurang lebih sama. Dan dari sinilah, muncul generasi baru fundamentalis Islam di Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun