Sebagai tukang jalan-jalan, saya bisa melihat bila sebuah kota itu
smart, setengah
smart atau
smart-smart-an. Sebuah kota itu secanggih apa pun slogannya, rencananya atau pun ancang-ancangnya, tapi bila praktek kota sehari-hari berlubang di sana sini, ya sulitlah disebut
smart. Walaupun, Sang Wali Kota atau Gubernur, mampu memamerkan Kantor
Command Center atau Kantor Kontrol Digital kotanya, tapi pada praktiknya, penduduk, turis atau masyarakatlah yang menilainya: apakah kota itu sudah
smart atau belum. Itu yang sering disepelekan, padahal menyepelekan
smartness penduduk, masyarakat kota dan turis sekarang ini, sungguh tidak
smart. Apalagi di era medsos yang demikian viral, pertukaran informasi sangat cepat, jadi bila kita bicara tanpa dasar, ya jadinya seperti dagelan gombal yang tidak lucu.
KEMBALI KE ARTIKEL