[caption id="attachment_69563" align="aligncenter" width="500" caption="Ruang utama di lantai 2 Casa Villavicencio. - Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Filipina boleh bangga punya warisan sejarah yang terpelihara baik. Kota Taal, Provinsi Batangas kini terkenal sebagai kota istirahat akhir pekan. Berlokasi sekitar 100 km arah selatan Manila, ibukota Filipina, jarak tempuh perjalanan darat ke Taal tak lebih dari 3 jam. Pada abad ke 16 hingga abad 18, Taal dikenal sebagai kota pelabuhan utama negara jajahan Spanyol ini. Kehidupan perekonomian amat maju karena arus perdagangan masuk dan keluar Manila terutama melalui kota di selatan Pulau Luzon ini. Selama ratusan tahun, arus perdagangan melalui Taal terhubungkan dengan Manila melalui Sungai Panisipit. Transportasi barang yang melalui Taal dilanjutkan dengan kapal angkutan sungai menuju Manila. [caption id="attachment_69577" align="aligncenter" width="500" caption="Tampak muka Casa Villavicencio, Taal, Provinsi Batangas. - Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Denyut perekonomian Taal begitu hidup hingga tahun 1754 Gunung Taal meletus dan material volkaniknya menyumbat Sungai Pansipit. Alhasil sungai menyempit dan mendangkal serta membuat kapal barang tak bisa lagi melintasinya untuk menuju Manila. Sejak itulah arus perdagangan berpindah ke Manila tanpa melalui Taal. Dan Taal pun menjadi kota mati. Pusat kegiatan berpindah ke Batangas, yang sekarang menjadi ibukota Provinsi. Waktu seakan berhenti di Taal. Berhenti di pertengahan abad 18 tatkala roda perekonomian meninggalkannya. Gedung-gedung perkantoran dan pemerintahan dan rumah-rumah saudagar terpelihara dengan rapi. Jika kota dagang pada umumnya terkendala dengan bangunan kuno yang dikepras demi pembangunan gedung baru, maka Taal tak memiliki masalah itu. Bangunan kuno tetap berdiri karena kegiatan perekonomian yang berhenti, dan kota tak lagi bertumbuh. Salah satu rumah kuno yang masih berdiri dan terpelihara apik adalah Casa Villavicencio. Dibangun tahun 1850, rumah ini dinamai sesuai dengan nama pendiri dan pemiliknya, Eulalio Villavicencio yang beristrikan Gliceria Marella Villavicencio. [caption id="attachment_69569" align="aligncenter" width="500" caption="Ruang tengah di lantai 2 Casa Villavicencio. Dinding berlapiskan kanvas dengan gaya Art Noveau. - Foto oleh : Kristupa Saragih"][/caption] Eulalio Villavicencio adalah generasi ketiga bangsa Spanyol dalam sejarah kolonialisme di Filipina. Kakek Eulalio adalah bangsa asli kelahiran Spanyol yang datang ke Filipina berkaitan dengan kolonialisasi Asia pada akhir abad 16. Sementara Eulalio dan ayahnya lahir dan besar di Filipina. Rumah dua lantai ini dibangun dengan gaya Victoria. Arsiteknya adalah ayah Eulalio sendiri. Keluarga ini hidup dengan mengelola kebun tebu dan pabrik gula serta memperdagangkannya. [caption id="attachment_69574" align="aligncenter" width="500" caption="Ruang tidur utama (master bed room) di lantai 2 Casa Villavicencio, Taal, Provinsi Batangas. Terlihat beranda ruang tidur dengan kursi panjang dan mainan anak-anak. - Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Rumah dibangun menghadap ke selatan, sebagian besar terbuat dari batu sementara ada beberapa detail yang berbahan kayu. Bahkan kolom-kolom utama rumah ini berupa batang pohon jati utuh. Karena utuh, batangnya tak lurus, agak berliku dan permukaannya dibiarkan asli tak dihaluskan. Di lantai atas ada beranda yang luas dan kursi-kursi santai. Ada ruang keluarga utama dengan meja besar di tengah dan rak-rak buku. Dinding dilapisi kanvas yang dilukis, lantaran pada abad 19 belum ada pembuat wallpaper. Lukisan dibuat oleh pelopor gaya Art Nouveau di Filipina Emilio Alvero. [caption id="attachment_69579" align="aligncenter" width="500" caption="Sisi ruang tidur utama (master bed room) Casa Villavicencio. Tampak jendela yang menghadap ke muka dan kursi panjang di beranda dengan bukaan lebar. - Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Terdapat 1 kamar tidur utama dan 1 kamar tidur anak, dilengkapi pintu penghubung. Ada ruang makan dengan meja makan yang panjang dan dapur dengan tungku masak tradisional, tapi dengan dinding berhiaskan kaca berwarna nan artistik. Seluruh perabot di rumah ini masih asli, termasuk segala isinya. Meja rias di kamar tidur masih diseraki sikat rambut jaman baheula dan kaca mata baca asli abad 19. Rak buku dan lemari pajangan masih berisi seperti ketika ditinggali pendiri pertama rumah ini. Demikian pula tungku-tungku di dapur dengan perabotan masak yang terbuat dari tanah liat. [caption id="attachment_69580" align="aligncenter" width="500" caption="Dapur yang berada di lantai 2 dengan perlengkapan masak antik, berusia sama dengan rumah. - Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption]
KEMBALI KE ARTIKEL