Faktanya, Hitler bukan Jerman asli. Ia "imigran" dari Austria yang memulai pengabdian pada Jerman sebagai prajurit dan mata-mata sewaan. Lalu ia masuk partai Nazi dan terus membangun karier hingga menggapai puncak sebagai Kanselir Jerman mulai tahun 1933.
Kampanye-kampanyenya sangat rasis, membenci pendatang di Jerman. Hitler seolah lupa, ia pendatang di Jerman. Ia tuding kelompok-kelompok tertentu sebagai orang luar yang merusak Jerman. Ia tuduh masyarakat yang lebih dulu bermukim di Jerman sebagai perongrong Jerman.
Kepri.
Replikasi kelakuan Hitler terjadi di berbagai tempat dan waktu. Beberapa hari belakangan, fenomena kelakuan Hitler terlihat di Kepulauan Riau.
Sejumlah orang di provinsi ke-32 di Indonesia itu menuding pedagang hendak merusak Kepri. Pendatang dituding sengaja merongrong putra daerah Kepri agar tersingkir dari jabatan.
Tudingan itu bermula dari pengangkatan sejumlah mantan terpidana korupsi sebagai pejabat. Total 11 pejabat diketahui pernah dipenjara karena terlibat korupsi.
Para pembela mantan terpidana mengajukan sejumlah alasan. Awalnya mereka angsurkan alasan para mantan terpidana sebagai pahlawan, orang yang berjasa pada kemajuan Kepri. Soal korupsi yang terbukti di pengadilan, tidak dianggap sama sekali oleh pembela yang sebagian ditabalkan sebagai akademisi dan politisi partai agama itu.
Setelah alasan itu kurang paten, diajukan soal pendatang dan putra asli daerah. Anehnya, orang yang dibela bukan pula asli Kepri. Pendatang juga, hanya lebih dahulu saja berdiam di Kepri.
Mirip dengan kelakuan Hitler, imigran Austria yang merasa Jerman tulen. Lantas memberangus kelompok lain yang punya akses terhadap berbagai sumber ekonomi Jerman.
Pembela mantan terpidana korupsi yang menyebut diri intelektual itu seolah tidak menilik bukti antropologi dan sejarah. Antropolog Lioba Lenhart menyebut Kepri adalah wilayah Suku Laut, yang berkerabat dengan suku Moken di Burma dan suku Bajo di Sulawesi. Bangsawan-bangsawan yang ditunjuk berkuasa di Kepri oleh datuk-datuk Melayu Riau dan Semenanjung Malaya masa lalu kebanyakan orang bugis dan keturunan Arab.
Namun, kelakuan yang paling menyedihkan bukan yang fenomea Hitler itu. Para pembela mantan koruptor menyamakan "pahlawan" mereka dengan Khalifah Umar bin Khattab. Mereka bilang, Umar sekalipun tidak bisa jadi pejabat kalau kesalahan masa lalunya terus diusik.
Mereka lupa, Umar tidak korupsi!!!!!