Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Heboh Eksekusi Susno Duadji dan Peran Kepolisian

26 April 2013   04:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:35 1897 1
Kiruh penerapan Pasal 197 KUHAP pada kasus “eksekusi KJP Susono Duaji” tidak akan terjadi apabila dalam membuat sebuah putusan, hakim MA (maupun sekretaris pada kantor MA) mengacu pada hukum acara pidana secara benar dan hati-hati.

Ketidak patuhan maupun keteledoran MA untuk mempedomani KUHAP kini membuat munculnya pembangkangan oleh SD yang membuat pihak Polda Jabar turun kelapangan melakukan langkah pemolisian proaktif dalam rangka mencegah dampak yang tidak diinginan dari kedua pihak. Akibat lebih dari itu, saat ini Polri terseret pada arus pusaran opini negatif dimana masyarakat terlanjur menganggap Polri telah berpihak pada Susno Duaji, padahal sesungguhnya tidak demikian adanya.

Mari kita kupas duduk masalahnya dari kacamata yang lain, kacamata mengapa pihak Susno Duaji dan para penasihat hukumnya menolak eksekusi jaksa tersebut.

Sebagaimana harus kita pahami bersama, bahwa setiap putusan yang dikeluarkan pengadilan, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung haruslah wajib memuat ketentuan Pasal 197 KUHAP. Pasal tersebut bersifat tekstual dengan artian wajib dicantumkan didalam putusan, sesuai dengan pasal 3 KUHAP itu sendiri, dimana dinyatakan bahwa peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP memuat 12 poin, dimulai dr huruf a hingga l,yang harus dimuat dalam putusan pemidanaan. Apabila salah satu poin keculai hruf g, tidak termuat dalam putusan pemidanaan tersebut mengakibatkan putusan batal demi hukum sebagaimana ditegaskan Pasal 197 ayat (2) KUHAP.

“Kalau ada salah satu misalkan yang sekarang jadi masalah tidak ada perintah terdakwa ditahan (pasal 197 ayat 1 huruf k) itu batal demi hukum dan itu sudah pasti ketentuannya,”

Namun sayang, nyata-nyata lembar putusan terhadap perkara Susno Duaji dianggap cacat oleh pihak Susno Duadji karena tidak mencantumkan dengan tepat nomor perkara dan yang didaftarkan oleh Pengadilan Tinggi dan dengan demikian keputusan MA dianggap tidak sah secara hukum. Memang benar saat ini seringkali ada beberapa pihak yang ceroboh tak mengindahkan KUHAP saat membuat putusan. Dampak ketidak profesionalan hakim itulah lantas terjadi peristiwa yang bisa saja berdampak social bagi masyarakat dan aparat penegak hukum lainnya.

Sekarang mari kita lihat apa argumentasi Kejaksaan Agung yang tetap bersikeras melaksanakan eksekusi atas putusan hakim yang ‘cacat’ yangnotabenetidak boleh dieksekusi tersebut sebagaimana saya kutip dari http://www.jurnas.com/news/90885/Jaksa_Agung:_Susno_Salah_Tafsirkan_Pasal_197_Kuhap/1/Nasional/Hukum.

Kejaksaan Agung menyatakan, argumentasi pihak Susno Duadji yang menolak eksekusi karena tidak mencantumkan putusan penahanan sebagaimana disebut pasal 197 ayat I huruf k Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Kuhap) mengakibatkan batal demi hukum, harus dibaca komprehensif.

Jaksa Agung, Basrief Arief, mengatakan, pasal tersebut harus dibaca dengan penjelasannya di pasal lain. "Pasal 197 ayat 1 huruf k itu memang diikuti dengan 192.  Apa yang dimuat beberapa butir diantaranya itu akan batal demi hukum. Tapi tolong lihat penjelasannya di pasal 192 itu,"kata Basrief Arief di Jakarta, Kamis (25/4). Putusan batal demi hukum tersebut dinyatakan dalam butir a, e, f , h. Dalam butir-butir tersebut dinyatakan bahwa setiap putusan harus mencantumkan, berturut-turut, demi keadilan, demi ketuhanan YME, pernyataan pasal-pasal yang akan dinyatakan salah oleh hakim, dan putusan pemidanaan.

"Selebihnya dalam penjelasan 197 ayat 2, dikatakan bahwa apabila terdapat kekhilafan, kekeliruan hakim dalam penulisan itu tidaklah membatalkan demi hukum,"ujarnya.

Terkait kesalahan nomor perkara Susno yang ditulis nomor 1288 padahal seharusnya 1260, serta kesalahan penulisan tanggal perkara, Basrief menegaskan terdapat identitas Susno.

"Dalam putusan itu sendiri identitasnya lengkap. Pertimbangan-pertimbangan itu terhadap terdakwa Susno Duadji, tidak ada menyatakan orang lain. Saya harap kita membacanya jangan sepenggal-sepenggal, secara utuh supaya masyarakat ini bisa paham,"katanya.

Basrief menegaskan, Kejaksaan tidak butuh mendengarkan penafsiran dari pihak Susno. Menurutnya, tugas Jaksa adalah mengeksekusi keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, dan bukan mendengarkan penafsiran pihak lain. "Kalau ikut tafsir, nanti ada tafsir-tafsir lain, repot. Bayangkan kalau seandainya hanya dengan salah nomor di situ apalagi oleh PT, tapi dinyatakan batal putusan. apalagi didalam putusan MK, jangan Sampaiprosedurial justice mengalahkan material. sementara pidana itu adalah kebenaran materil . Kebenaran materil sudah diungkap di PN, PT sampai ke MA. Apa dengan sekedar salah nomor ini saja kita akan kalah? Saya kira tidak,"katanya.

Sekarang saya mencoba untuk menguti pendapat Asep Iriawan, yang juga pengamat hukum sebagaimana saya kutip dari http://www.poskotanews.com/2013/03/06/kisruh-pasal-197-kuhap-penegak-hukum-dapat-dihukum-berat/. Asep mengatakan bahwa pihak Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Dirjen Pas harusnya mengakui kesalahanya bahwa selama ini memang tak mengindahkan KUHAP yakni dengan memaksakan eksekusi putusan MA atas kecerobohan yang dibuat oleh hakim MA tanpa mematuhi KUHAP.

“Jangan seperti sekarang;  kejaksaan maupun Kementrian Kumham yang menyiapkan penjara, beranggapan bahwa ini ‘kanada perintah, ini harus eksekusi. Tidak begitu. Tapi kedua instansi tersebut harus  berprinsip berpatokan pada KUHAP,”tegasnya.

Kalau putusan MA yang dikeluarkan batal demi hukum, Kejaksaan dan Kemenhumham harus berani menolak melaksanakan putusan tersebut.

“Kalau tidak memenuhi (pasal 197 kuhap) jaksa jangan mau melaksanakan. Karena dia melaksanakan putusan yang batal demi hukum. Siapa pun yang mengeksekusi putusan batal demi hukum, itu melanggar hukum,”jelasnya.

Lantas bagaimana bila jaksa sudah terlanjur mengeksekusi putusan yang batal demi hukum, Asep menegaskan bila sudah terlanjur  maka baik jaksa sebagai eksekutor dan dirjen pas kemenkumham dalam hal ini kalapas yang sudah menerima orang yang telah dieksekusi harus berani bertanggung jawab.

“Keluarkan. Karena kan melanggar 197 KUHAP. karena putusan yang dieksekusi itu tidak memenuhi 197 hurup k, yang sudah ditahan kan harus dikeluarkan,”tegasnya.

Asep juga meminta Kejaksaan dan Dirjen Pas merujuk pada putusan MK tanggal 22 November 2012 terkait Pasal 197 ayat (1) huruf k, ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk memberi kepastian hukum dan tidak berpatokan pada surat edaran dari MA saja.

“Negeri ini berdasarkan undang-undang bukan berdasarkan surat edaran. Saat ini yang harus dilakukan adalah keluarkan yang sudah dipenjara. Mungkin dulu dia (jaksa dan dirjenpas) tidak tahu kan, karena dulu kebiasaan tanpa mencantumkan itu langsung saja laksankan (eksekusi)”.

“Sekarang ini orang sudah jeli dan cerdas, tidak bisa hukum dimain-mainkan, dan jika para penegak hukum tidak patuh terhadap KUHAP, merupakan pelanggaran berat” tutupnya

Nah pembaca sekalian, sekarang kita tau masalah penolakan eksekusi Pak Susno dari tiga versi, yaitu versi Pak Susno, versi Kejaksaan Agung dan Versi Pak Asep Iwan Iryawan sebagai pengamat hukum yang juga mantan Hakim MA. Dengan membaca ketiga argumentasi yang berbeda-beda tersebut, maka saya berharap agar pembaca jangan dengan mudah menyalahkan polisi ketika para polisi turun kelapangan untuk melaksanakan peran kamtibmasnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun