Dulu, ada Ponari si dukun kecil yang membuat orang percaya pada nasibnya masing-masing lantaran sepotong batu ajaibnya. Ini fakta tentang benda, tentang batu. Belakangan, ketika ajang sepak bola terakbar digelar di Afrika Selatan, semua penonton rupa-rupanya sudah tahu siapa yang bakal mejadi juara. Gurita Paul di Jerman dan Parkit Mani di Singapura jadi rujukan prediksi. Ini fakta tentang binatang, tentang mullusca dan unggas.
Tidak salah memang untuk berprediksi. Tetapi jika tanpa melalui kontemplasi intelektual dan rohani rasanya kita sudah sedang tidak 'waras'. Apakah mungkin gempuran instantisme yang sedang menerjang kita? Apakah kita sudah lelah berpikir dan berkontemplasi? Sampai-sampai harus percaya kepada batu ponari, gurita paul, parkit mani dan hutan dan batu dan kayu?
Semoga tidak. Ini hanya momentum sesaat. Karena saya masih percaya manusia dan keidupan zaman ini masih waras. Ponari, Paul dan Mani hanya sementara, yang sebentar lagi akan tenggelam. Sesuatu yang tidak waras tetapi kita lakukan dengan waras. Karena selalu dan setiap saat kehiduan ini sangat mengagungkan kontemplasi intelektual dan rohani.