Korupsi sering kali dipandang sebagai salah satu masalah terbesar dalam pemerintahan dan masyarakat. Namun, di kalangan masyarakat, sering terjadi fenomena yang memperlihatkan bagaimana perilaku buruk dalam skala kecil dianggap ringan hanya karena korupsi yang lebih besar di tingkat pemimpin. Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison Theory) membantu kita memahami bagaimana masyarakat, termasuk "orang kecil," menggunakan perbandingan ini untuk membenarkan tindakan mereka. Dengan merujuk pada teori, penelitian, dan jurnal terkait, kita dapat memahami mengapa hukuman berat untuk korupsi sangat penting dalam mencegah krisis moral yang lebih besar.
Teori Perbandingan Sosial
Dikembangkan oleh Leon Festinger pada tahun 1954, Teori Perbandingan Sosial berpendapat bahwa individu secara alami memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi kemampuan, pendapat, dan perilaku mereka dengan membandingkan diri mereka dengan orang lain. Festinger berargumen bahwa individu menggunakan dua jenis perbandingan: perbandingan ke atas (upward comparison) dan perbandingan ke bawah (downward comparison). Dalam konteks perilaku korupsi, perbandingan ke atas terjadi ketika masyarakat membandingkan diri mereka dengan pejabat yang melakukan korupsi besar. Sebaliknya, perbandingan ke bawah terjadi ketika mereka melihat perilaku lebih buruk dan merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri.
Fenomena ini berpotensi berbahaya, terutama dalam konteks korupsi. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan pencurian kecil atau manipulasi dalam skala kecil mungkin merasa bahwa tindakannya tidak terlalu salah jika dibandingkan dengan korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh pejabat tinggi. Mereka mencari pembenaran sosial dengan mengatakan, "Saya hanya mencuri sedikit, tidak sebesar apa yang mereka lakukan." Perbandingan sosial ini memungkinkan mereka meredam rasa bersalah atau tanggung jawab atas tindakan mereka.
Pembenaran Sosial untuk Tindakan Buruk
Salah satu alasan masyarakat menggunakan perbandingan ini adalah untuk mendapatkan persetujuan atau penerimaan dari lingkungan sosial mereka. Dalam banyak kasus, tindakan buruk seperti suap kecil atau pencurian sederhana diterima dalam kelompok tertentu sebagai bentuk "keharusan" dalam menghadapi ketidakadilan yang lebih besar. Jurnal yang diterbitkan oleh "Journal of Behavioral Economics" menunjukkan bahwa perilaku ini sering muncul dalam masyarakat dengan tingkat ketidakadilan yang tinggi, di mana orang merasa bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain melakukan tindakan yang salah, dan kemudian membenarkannya dengan mengatakan bahwa "orang besar" melakukan lebih buruk.
Fenomena ini juga didorong oleh apa yang disebut oleh para sosiolog sebagai "spiral moral". Dalam spiral ini, standar moral masyarakat secara bertahap menurun karena semakin banyak orang yang melakukan pelanggaran kecil, sementara kejahatan besar tidak dihukum dengan keras. Artikel dalam "American Journal of Sociology" menunjukkan bahwa ketika individu melihat bahwa koruptor besar tidak dihukum atau dihukum dengan ringan, mereka merasa bahwa sistem moral tidak berlaku bagi semua orang, dan ini memicu perilaku menyimpang dalam masyarakat.
Dampak Perbandingan Sosial Terhadap Ketidakpercayaan Publik
Perbandingan sosial yang membenarkan perilaku buruk juga memperburuk ketidakpercayaan publik terhadap institusi pemerintah dan hukum. Masyarakat yang terus-menerus melihat koruptor besar yang tidak dihukum atau hanya menerima hukuman ringan akan merasa bahwa tidak ada insentif untuk bertindak secara etis. Ini, pada gilirannya, menciptakan budaya permisif di mana pelanggaran kecil dianggap wajar.
Penelitian oleh "Transparency International" menunjukkan bahwa di negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintah sangat rendah. Orang-orang percaya bahwa mereka tidak bisa mendapatkan keadilan, sehingga merasa tidak ada gunanya untuk mengikuti aturan. Di sinilah perbandingan sosial menjadi senjata yang merusak, karena masyarakat mulai merasa bahwa jika orang-orang di posisi tinggi bisa lolos dari kejahatan besar, mereka juga seharusnya bisa lolos dari kejahatan kecil.
Perlunya Hukuman Berat untuk Korupsi
Mengapa hukuman berat untuk korupsi sangat penting? Jawabannya terletak pada pencegahan perbandingan sosial yang salah arah. Jika masyarakat terus-menerus melihat bahwa koruptor besar tidak mendapatkan konsekuensi yang setimpal, ini tidak hanya melemahkan aturan hukum, tetapi juga membentuk norma sosial baru di mana kejahatan kecil menjadi dapat diterima.
Sebaliknya, ketika korupsi dihukum dengan keras dan setimpal, masyarakat akan lebih sedikit menggunakan perilaku ini sebagai pembenaran untuk tindakan mereka sendiri. Hukuman yang keras berfungsi sebagai sinyal kuat bahwa kejahatan, baik besar maupun kecil, tidak bisa ditoleransi. Sebuah penelitian oleh "World Bank" menunjukkan bahwa negara-negara dengan sistem peradilan yang tegas dan hukuman yang berat untuk kejahatan korupsi cenderung memiliki tingkat kepatuhan hukum yang lebih tinggi di semua lapisan masyarakat.
Di Indonesia sendiri, implementasi hukuman berat untuk korupsi telah mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. Namun, tantangannya terletak pada konsistensi penegakan hukum. Beberapa kasus korupsi besar masih terlihat mendapatkan hukuman ringan, dan ini menciptakan disonansi kognitif di antara masyarakat. Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian oleh "Indonesian Legal Studies Journal", masyarakat yang merasa hukum tidak ditegakkan secara adil cenderung lebih permisif terhadap pelanggaran kecil yang mereka lakukan, menggunakan argumen bahwa "jika koruptor besar bisa lolos, mengapa saya tidak?"
Dampak Jangka Panjang: Mencegah Kekacauan Sosial
Jika perilaku ini terus dibiarkan, kita akan menghadapi krisis moral yang lebih dalam di masa depan. Orang-orang akan merasa tidak ada salahnya melakukan tindakan yang salah selama ada contoh yang lebih buruk di luar sana. Ini adalah bahaya besar yang bisa menyebabkan kerusakan lebih luas dalam masyarakat, karena norma sosial yang sehat akan digantikan oleh budaya di mana kejahatan dianggap biasa.
Dalam jangka panjang, hukuman berat untuk korupsi bukan hanya soal keadilan, tetapi juga tentang menjaga ketertiban sosial. Ketika kejahatan besar dihukum dengan setimpal, orang-orang di tingkat bawah akan berpikir dua kali sebelum menggunakan perbandingan sosial sebagai alasan untuk membenarkan perilaku buruk mereka. Ini adalah bentuk pencegahan yang efektif untuk memastikan bahwa masyarakat tidak terjerumus ke dalam spiral moral yang semakin dalam.
Kesimpulan
Teori Perbandingan Sosial memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana masyarakat melihat diri mereka sendiri dalam konteks perilaku buruk, khususnya korupsi. Ketika orang-orang membandingkan tindakan kecil mereka dengan kejahatan besar yang dilakukan pemimpin, mereka sering kali mencari pembenaran untuk tindakan mereka. Fenomena ini sangat berbahaya karena dapat merusak norma sosial dan mendorong perilaku buruk yang lebih meluas. Oleh karena itu, sangat penting bagi negara untuk memastikan bahwa korupsi, baik besar maupun kecil, dihukum dengan berat untuk mencegah krisis moral yang lebih besar di masyarakat.(KH.)