Konon Postpowersyndrome kabarnya hanya terjadi di Indonesia. Dimana banyak mantan pejabat yang ketika berhenti dari tugasnya “bingung”. Sebab awalnya banyak anak buah, banyak uang, banyak pembantu. Saat ketika tidak ada kekuasaan, tidak ada jabatan, tidak memegang uang banyak seperti hidupnya hampa. Banyak mantan pejabat yang susah menerima bahwa dia tidak berkuasa lagi.
Akibatnya banyak yang tidak mau mundur ketika saatnya mundur. Sehingga banyak yang dipaksa mundur agar mundur. Walaupun sudah mundur, sudah lengser tetap merasa dirinya berkuasa. Dia mencoba dengan kukuatan yang ada untuk tetap memerintah.
Beruntung ada yang masih bisa bertahan. Namun ada yang tidak mempunyai apa-apa lagi. Akibat yang parah dia mencoba menerapkan main perintahnya di kantor, diterapkan dirumah. Hal ini kadang orang ini tidak sadar bahwa orang rumah resah. Namun ada juga orang rumah “mengkudeta”, jadi tidak mau lagi dipimpin orang tuanya yang sok menyuruh-nyuruh.
Orang yang postpowersyndrome ketika tidak dihiraukan bekas anak buahnya lagi, ketika tidak dihargai oleh anak dan keluarganya lagi, biasanya akan mudah sakit. Dan maaf, usianya tidak panjang. Sekali lagi, ternyata hal ini sering terjadi di Indonesia saja. Tidak diluar negeri.
Yang beruntung? Ternyata ialah yang tidak pernah memegang jabatan apa-apa. Dia tidak pernah mempunyai anak buah. Jadi tidak tahu apa artinya mempunyai kuasa.
Tapi jika anda sekarang adalah orang yang diceritakan di atas, mari kita berbagi cari mengatasinya.
---
Bagaimana rasanya post powersyndrome. Ijinkan saya share pengalaman saya. Maaf bukan pengalaman menjadi presiden ataupun pejabat. Justru saya membaca artikel ttg postpowersyndrome ini dari majalah remaja ketika saya akan mengakhiri masa jabatan saya sebagai ketua OSIS di sekolah SMA. Di artikel itu menjelaskan ada seorang presiden di luar negeri namanya Lech Walesa. Dia sebelumnya buruh galangan kapal. Namun yang luar biasa si presiden ini ketika lengser dari kursi kepresidenannya, tidak sampai satu minggu dia kembali bekerja ke tempatnya sebelumnya, yaitu menjadi buruh galangan kapal kembali.
Dia tidak kaku bekerja seperti dulunya dia bekerja. Malah rekan-rekan kerjanya yang awalnya agak segan, tapi ketika melihat semangat dan kesungguhannya bekerja. Akhirnya teman-temannya dapat menerima dia seperti rekan kerjanya dahulu. Kuncinya hanya satu. Dia tidak menganggap jabatan presidennya dahulu adalah suatu hal yang istimewa. Dia anggap itu jabatan sementara, jabatan sperti misalnya seperti dipinjam speeda motor untuk sementara. Ketika sepeda motornya diminta ya sudah.
Banyak orang Indonesia tidak sperti orang luar negeri ialah karena ketidak mengertian arti dari jabatan. Bahwa jabatan itu sementara. Jabatan itu tidak meningkatkan ego dan martabat seseorang. Jabatan itu sekali lagi adalah sementara.
Tapi orang Indonesia, jabatan identik dengan ego dan martabat. Sehingga ketika jabatan itu diambil dia akan merasa ada yang tercerabut dari hidupnya.
Ya, sayapun merasa hal ini ketika tidak menjadi ketua OSIS. Biasanya banyak “anak buah”, sibuk memimpin rapat, dan “banyak pengagum rahasia”. Ketika sudah menjadi siswa biasa, walah mak. Nda ada lagi “anak buah”, nda ada lagi yang diceramahi, nda ada lagi yang dipimpin.
Untungnya saya membaca artikel tentang Lech Walesa. Jabatan itu tidak ada hubungannya dengan martabat dan ego, jabatan itu sementara. Akhirnya cepat pulih dan menikmati menjadi siswa biasa lagi.
--
Hey, bagaimana dengan Tuhan Yesus, ketika Dia menjadi manusia. Ketika Dia tidak berdaya di palungan. Ketika Dia harus membantu orang tuanya sebagai tukang kayu. Ketika Dia harus menjalani hidupnya sebagai manusia. Ketika Dia ditangkap dan dirantai seprti seorang penjahat. Ketika Dia disidang seakan Dia sehina pencuri ayam. Dan akhirnya ketika Dia disalib yang artinya Dia menjadi manusia terkutuk.
Apakah tidak mungkin Dia sebenarnya dapat memilih sebuah hotel yang nyaman dan mewah untuk orang tuaNya? Apakah tidak mungkin jika Dia melilih orang tua yang berkecukupan? Apakah tidak mungkin ketika orang menangkap dengan pasukan, Dia pun dapat mendatangkan pasukan sorgaNya? Apakah tidak mungkin, jika misalnya ketika Dia dipaku dikayu salib, kulitNya kebal tidak bisa dipaku? Apakah mungkin jika misalnya Dia memilih skenario yang lebih elegan menurut pandangan manusia?
Tuhan Yesus sekali lagi dapat memilih skenario yang lebih baik. Tapi Dia lebih memilih skenario yang telah dibuat oleh Allah Bapa untukNya. Dan sekali lagi Dia menjalaninya dengan sepenuh hati. Setiap detil dalam kehidupannya. Walaupun pernah Dia menego untuk lebih baik, Dia memilih skenario Allah Bapa.
Tidak ada istilah Postpowersyndrome dalam hidupNya. Tuhan Yesus memilih menjalani dengan speenuh hati dari bagian hidupNya.
--
Yang penting dalam menjalani kehidupan ini ialah menikamatinya. Lech Walesa dari Presiden kembali menjadi buruh galangan Kapal. Tuhan Yesus, tahu sendirilah posisiNya, lalu rela menjadi manusia hina bahkan harus menjadi manusia terkutuk di salib.
Tahukah anda kesamaan keduanya. Ialah tidak memandang jabatan itu sebagai suatu yang luar biasa. Jabatan itu sementara. Yang terpenting dalam apapun ialah menjalaninya dengan spenuh hati.
Lalu apa posisi anda sekarang? Orang yang sedang mengalami postpowersyndrome? Hayo bangkitlah. Jangan sedih jika jabatan itu tidak ada lagi padamu. Atau mungkin jabatan itu malah tidak datang padamu, justru datang pada orang lain. Nikmatilah apa yang dapat dikerjakan, kerjakanlah.
Hidup ini terlalu nista jika kita menyesali apa yang sudah lewat. Karena apa yang sudah lewat itu tidak dapat kembali lagi. Berpikirlah sekarang apa lagi yang dapat dikerjakan dan jangan pernah berhenti berkarya. Jangan pernah berhenti karena usia, jangan pernah berhenti karena tidak memegang jabatan lagi.
Berkaryalah dari apapun yang dapat dikerjakan. Orang lain dapat mengambil jabatan dan kedudukanmu. Namun orang lain tidak dapat mengambil imajinasi dan semangatmu. Berkaryalah, jangan pernah putus semangat. Jika tidak di kantor, ya di rumah. Jadilah orang yang berguna buat orang sekitar, buat sesama. Sekecil apapun itu, itu pasti berharga.
--
Bagaimana buat anda yang tidak pernah memegang kekuasaan dan jabatan? Ini adalah pelajaran yang sangat berharga buat anda. Postpowersydrome itu enak diceritakan tapi tidak enak ketika mengalaminya. Ini karena di adat istiadat kita sudah menjadi tradisi jika keluarga atau kerabat mendapat jabatan, kita akan menyanjung dan menghargainya seakan dia sudah menjadi “dewa”.
Namun ketika dia tidak memegang jabatan itu, sudah tahulah, sudah tidak ada lagi seromoni seperti ketika dia memegang jabatan itu lagi.
Maukah kita mengajari anak-anak kita, cucu-cucu kita. Mengajari mereka jabatan itu bukan apa-apa, jabatan menjadi camat atau bupati atau pak RT sekalipun nantinya.
Mengajari bahwa jabatan itu sementara. Ketika tidak menjadi jabatan lagi, bahwa bukan berarti harga diri mereka akan berkurang atau merosot lagi.
Ketika tidak menjadi ketua kelas atau presiden artinya menjadi tidak berarti apa-apa. Saya masih teringat sebuah kata mutiara dari seoarang presiden Amerika mengatakan demikian. “Tugas menjadi presiden sebenarnya sama mulianya dengan membersihkan kamar mandi.”
Apa posisi anda saat ini? Menjadi leader atau ketua di sebuah pelayan? Menjadi anggota? Menjadi Kepala Bagian? Menjadi Kepala Staf?
Mmmmm… apapun itu tetaplah menikmati pekerjaan itu dan lakukanlan dengan sepenuh hati.
Lech Walesa dan Tuhan Yesus menjalani pekerjaan mereka dengan sepenuh hati. Ketika sudah menjadi tidak siapa-siapa lagi, atau ketika akan menjadi siapa-siapa nanti, selalu ingatlah, lakukanlah dnegan spenuh hati.