Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Pertamina oh Pertamina...

11 April 2015   14:19 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 3496 0
Yang kita semua ketahui bahwa PT Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik negara (BUMN)

Ada suatu pertanyaan yang muncul yaitu:
"yang mengkhawatirkan, kabarnya jika Pertamina fokus di pengelolaan sektor hulu, ada rencana pertamina menutup UP Pertamina disektor hilir...?"

Hulu = atas, yang juga biasa disebutkan untuk menggambarkan suatu aliran sungai atas (muara)

Hilir = bawah

Dalam Konteks Hulu

Kegiatan usaha Pertamina Hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas dilakukan di beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Pengusahaan di dalam negeri dikerjakan oleh Pertamina Hulu dan melalui kerjasama dengan mitra sedangkan untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis bersama dengan mitra. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi, kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri. Untuk mendukung kegiatan intinya, Pertamina Hulu juga memiliki usaha di bidang pemboran minyak dan gas.

Menurut pihak Pertamina, pengembangan dan pemanfaatan TEKNOLOGI hulu merupakan KUNCI SUKSES bagi upaya menjaga pertumbuhan produksi dan penambahan cadangan migas yang sangat diperlukan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi Indonesia. Tekad Pertamina untuk mandiri teknologi. Sebagai contoh, jika dalam beberapa kesempatan Pertamina, layaknya perusahaan migas umumnya di dunia, menggunakan jasa konsultan, ke depan akan diutamakan penggunaan engineer terbaik Pertamina dan anak perusahaan. industri migas dan geothermal tidak bisa lepas dari kreativitas, inovasi, dan penguasaan teknologi. Maka, dalam kondisi harga minyak yang rendah, riset dan pengembangan teknologi terutama untuk mencari cadangan baru harus tetap terpelihara sehingga pada saat nanti harga minyak rebound, Pertamina sudah siap berlari kencang. Dari tahun ke tahun Pertamina terus meningkatkan kemampuan dan penguasaan teknologi. Terlebih lagi, tantangan industri hulu migas nasional semakin tinggi dengan bergesernya sumber migas dari daratan dan perairan sedang ke laut dalam. Pertamina sejauh ini telah berhasil mengimplementasikan teknologi laut dalam, sebagaimana sudah dibuktikan pada operasi Blok ONWJ dan Blok WMO dengan membuahkan hasil berupa peningkatan produksi ke kedua blok tersebut.

Belanja modal (capital expenditure/capex) 2015 di angka US$ 4,4 miliar. Jumlah tersebut turun 12 persen dibandingkan proyeksi belanja modal yang sebelumnya sudah dirancang pada akhir 2014 kemarin di kisaran US$ 5 miliar-US$ 7 miliar. Sebanyak 75 persen capex tahun ini dialokasikan untuk pengembangan SEKTOR HULU Pertamina. Sementara 25 persen sisanya digunakan untuk menutupi kebutuhan investasi dan biaya operasional Pertamina di SEKTOR HILIR. Peruntukan hulu lebih besar, karena pendapatan perseroan memang masih didominasi dari sektor tersebut. Sementara di hilir sebagian dipakai untuk membangun infrastruktur gas (SPBG).

Dalam Konteks Hilir

Kegiatan usaha Pertamina Hilir meliputi pengolahan, pemasaran & niaga dan perkapalan serta distribusi produk Hilir baik di dalam maupun keluar negeri yang berasal dari kilang Pertamina maupun impor yang didukung oleh sarana transportasi darat dan laut. Usaha hilir merupakan integrasi Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha Niaga, dan Usaha Perkapalan.

Sejak berdiri pada 10 Desember 1967, Pertamina (di masa awal merupakan gabungan dari Permina dan Pertamin) telah melalui masa-masa sulit. Mulai dari akuisisi sumur-sumur peninggalan Hindia Belanda, regulasi Orde Baru yang memungkinkan monopoli, hingga pemisahan unit-unit bisnis sesuai regulasi pemerintah baru. Kerugian dari rantai pasokan dan harga jual dideritanya sejak lama. Sebagai perusahaan negara, Pertamina pada akhirnya dilepas untuk “mencari makan” sendiri sembari tetap menjaga tindakan agar tidak merugikan APBN. Jika selama berpuluh-puluh tahun Pertamina menguasai semua regulasi pengeboran minyak dan gas di Indonesia yang dikenal sebagai industri hulu migas, sebuah regulasi baru lantas memilah-milah wewenang dan tanggung jawabnya menjadi lebih banyak mengurusi pengolahan dan distribusi di sektor hilir. PT Pertamina hanya terfokus pada pengelolaan di sektor hulu, kini perlahan hilir sudah mulai digarap serius untuk meningkatkan keuntungan perusahaan.

Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi yang diterbitkan pemerintah dengan No. 22 tahun 2001 menghilangkan wewenang regulasi Pertamina seiring perubahannya menjadi PT. (persero). Peranan regulator migas diambil alih pemerintah lewat pembentukan badan khusus (BP Migas untuk HULU  dan BPH Migas untuk HILIR), sementara Pertamina diposisikan murni sebagai operator.

Menelan pil konsekuensi pemisahan sektor hulu dan hilir ini, Pertamina diharuskan membuat anak-anak perusahaan sebagai kepanjangan tangan dalam hal pencarian sumber, eksplorasi-eksploitasi, pengelolaan transportasi, jalur pipa, jasa pengeboran, dan pengelolaan portofolio.

Lalu, lahirlah PT. Pertamina EP yang bermitra dengan SKK Migas (dulu dengan nama BP Migas).

Jika sisa wewenang dan tanggung jawab Pertamina di sektor hulu lewat Pertamina EP kerap mendapat kritik high profile lewat isu-isu hak pengeboran dan skandal Kontrak Kerja Sama, anak-anak perusahaan di sektor hilir seperti bekerja dalam ruang senyap.

Sektor hilir yang jadi tanggungan besar pertamina hanya akan terdengar nyaring liputannya setiap kali terjadi kenaikan harga jual, target pasokan yang meleset, masalah distribusi, atau kapal terbakar. Padahal, investasi yang dikeluarkan Pertamina untuk peningkatan operasional sektor hilir dua tahun ini cukup besar. Untuk pengadaan kapal saja, di tahun 2013 hingga 2014 Pertamina harus merogoh kocek sebesar 240 juta dolar Amerika atau setara 2,4 triliun. Kapal Pertamina Gas 2 sendiri menghabiskan 730 miliar rupiah, sementara MT Ambalat yang baru akan datang akhir tahun ini bernilai investasi setidaknya 520 miliar. Untuk nilai investasi hilir setinggi itu, Pertamina menaruh janji ketersediaan pasokan gas cair sebanyak 6 juta ton, meningkat 8% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,2 juta ton. Total produksi gas per tahun sebesar 1.567 meter kubik masih harus terkikis dengan beban biaya distribusi yang kerap bocor di sana-sini. Itupun, beban kerugian tahunan korporasi masih berkisar 4,8 triliun per tahun pasca-penyesuaian harga LPG 12kg. Sementara tanggung jawab distribusi minyak tetap mengacu pada angka produksi 200.000 hingga 230.000 barel per hari (jauh di bawah target tahun 2014 sebanyak 280.000 bph).

Dalam peta proyeksinya, Pertamina mengakui satu tuntutan pasca-transformasi 2001 dan 2006, yakni tekanan kewajiban sebagai BUMN negara untuk menyetor deviden lebih besar setiap tahunnya kepada pemerintah, bersanding dengan minimnya sokongan investasi pemerintah di bidang infrastruktur dan pembangunan sistem. Berbagai “kebocoran” juga masih terjadi ikut menghambat upaya pertamina merealisasikan program konversi LPG yang oleh pemerintah kerap dijadikan komoditi politik.

Saat ini BBM (Bahan Bakar Minyak) mahal karena Sektor Hilir Pertamina tidak efisien.

Rencana revisi UU Migas No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi adalah PT Pertamina bakal menjadi badan usaha khusus untuk mengurusi sektor hilir minyak dan gas.

Pertamina Bakal Urus Hilir, Sedangkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas atau dulunya BP Migas), Urus di Hulu Migas.

Lalu, apa perbedaan antara Pertamina EP dengan Pertamina Hulu Energi?

Kenapa ada dua perusahaan yang bergerak di bidang yang sama. Terus bedanya apa?

Sebenarnya  walau sama-sama anak perusahaan Pertamina diantara Pertamina EP (PEP) dan Pertamina Hulu Energi (PHE) memiliki bentuk bisnis yang sama, yaitu eksplorasi dan eksploitasi (produksi) di usaha hulu minyak bumi. Mereka sama-sama bertanggung jawab kepada direksi Pertamina (persero) selaku holding dan RUPS mereka.

Akan tetapi, PHE merupakan anak perusahaan yang baru lahir beberapa tahun yang lalu dan memiliki lapangan-lapangan baru dari akuisisi, merger atau participating interest Pertamina di suatu blok migas. Sedangkan PEP adalah anak perusahaan yang menguasai seluruh wilayah kerja Pertamina eksisting, lapangan-lapangan yang dimiliki Pertamina sejak 1957.

Adanya anak perusahaan hulu itu merupakan imbas dari UU 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dalam undang-undang baru tersebut disebutkan bahwa Perusahaan Migas Negara harus memisahkan unit bisnis-bisnis mereka dalam bentuk badan hukum yang terpisah dari hulu ke hilir, termasuk masing-masing wilayah kerja.

Maka dari itu, PHE dan PEP juga melahirkan anak perusahaan yang beroperasi di wilayah kerja tertentu seperti PHE ONWJ, PHE WMO, PEP yang memiliki banyak kemitraan KSO (Kerja Sama Operasi) dan TAC (Technical Assisting Contract)

PEP memiliki satu wilayah kerja yang merupakan lapangan eksisting Pertamina sejak 1957. Sedangkan PHE wilayah kerjanya bukan lapangan eksisting Pertamina, tetapi wilayah/blok/lapangan baru yang di akuisisi, merger atau Participating Interest di blok tersebut.

PEP terdiri dari satu badan hukum yang lapangannya dimiliki 100% oleh pertamina (existing), sedangkan PHE merupakan subholding Pertamina (Persero) yang terdiri dari anak-anak perusahaan PHE untuk mengelola lapangan yang PI nya belum tentu 100% dan cenderung lapangan-lapangan baru diakuisisi Pertamina.

Pertamina EP membagi Wilayah kerjanya berdasarkan region, misal Pertamina EP Region Jawa (yang membawahi Cepu, Jatibarang dan Subang) dan juga Pertamina EP Region Sumatera (yang membawahi antara lain Prabumulih).

Sedangkan contoh anak perusahaan Pertamina Hulu Energi adalah PHE ONWJ Ltd (yang dulunya BP West Java) dimana Pertamina bertindak sebagai operator dan juga contoh lainnya adalah PHE Jambi Merang dimana Talisman yang bertindak sebagai operator. Pada blok tersebut PI yang dimiliki bukan 100% milik Pertamina, dalam konteks ONWJ maka pemilikya adalah Pertamina (46%), CNOOC (36%), Inpec (7.25%), Salamander (5%), Itochu (2.5%) dan Talisman (2.5%). Masih banyak anak perusahaan PHE lain yang mengelola blok2 tersebut baik dalam bentuk PI maupun dalam bentuk JOB-PSC.

Pemisahan Badan Pelaksana dan Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (Migas) di bagian hulu dan hilir mengakibatkan terjadinya sektoralisasi penguasaan negara atas Migas Indonesia. Sektoralisasi atau pemisahan di bidang hulu dan hilir pada kenyatannya justru memperlemah peran Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dan mengelola Migas. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya penguasaan pihak swasta atas hulu dan hilir. Fakta sekarang, pengelolaan migas di Indonesia dikuasai oleh asing, padahal Pertamina mampu untuk mengelola itu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun