Seperti biasanya, apabila naik kereta terburu-buru, di Prameks ini aku pasti tidak membeli tiket terlebih dulu. Karna, loket tiket di Stasiun Maguwo ini letaknya tidak di pintu masuk, melainkan dekat dengan jalur ke Solo yang berada di seberang area masuk. Ketika aku datang, kereta sudah menunggu, jadi tidak sempat untuk membeli tiket, takut tertinggal pula. Pengalaman sebelumnya, bisa membayar langsung pada kondektur yang menariki tiket, dengan harga yang sama dengan beli di loket.
Ternyata, kali ini mendapat pengalaman yang berbeda dari biasanya. Sang kondektur sekarang memiliki governance yang beda dalam menyikapi penumpang Prameks tanpa karcis seperti diriku. “Maaf pak, saya belum membeli tiket tadi. Ini saya bayar ke Bapak saja ya” sodorku dengan selembar uang 10ribuan tanda membayar tiket. “Nanti kalo sudah sampai Klaten, turun dan beli saja di loket sana” jawabnya tenang sambil memunguti tiket penumpang lainnya. “Hm begitu ya, nanti tunggu ya pak. Jangan ditinggal dulu keretanya” ujarku menimpalinya. “Ya, nanti saya sendiri yang akan mengarahkan untuk menunggu” balasnya.
Wew, ini memang bukan hal yang luar biasa, tapi perkiraanku petugas kondektur memiliki local culture yang sederhana, tidak mau ribet, dan mungkin bisa menambah penghasilan kan dengan kita membeli langsung ke dia. Kondektur Prameks petang ini benar-benar menerapkan kebijakan dengan baik, bukan dengan baik-baik. Kebijakan membeli tiket Prameks di loket stasiun berikutnya memang sesuai aturan perusahaan bahwa apabila terdapat penumpang yang tidak membawa tiket, maka harusnya dia diturunkan di stasiun pemberhentian berikutnya.
Klaten pun tiba, kulangsung tuju loket dan menyodor selembar uang kertas pada petugas loket. “Solo pak” dengan harga yang sama. Prameks-ku pun setia menunggu, seakan menjadi penumpang istimewa. Kuberlari gegas menuju gerbong Prameks kembali, menuju Solo.