Kenangan itu nggak selalu tentang hal-hal yang baik, tapi juga hal-hal yang buruk. Hal-hal yang buruk juga patut dikenang, karena bisa jadi pembelajaran untuk kita ke depannya, untuk mengingat-ingat lagi kenapa kita jadi seperti kita yang sekarang – karena kita yang hari ini adalah hasil dari apa yang kita buat dan kita alami dulu. Begitu juga dengan museum. Nggak semua barang yang disimpan dan dipamerin di sana harus melulu barang yang bagus. Lagi pula, toh dalam seni itu bagus dan buruk sifatnya sangat relatif kan? Buat yang belum tau, ada beberapa museum di Amerika yang namanya
Museum of Bad Art, atau MOBA. MOBA ini ada di 3 tempat, yaitu di Dedham (Massachusetts), Sommerville, dan Brookline (Massachusetts). Menurut mereka, MoBA ini punya koleksi kurang lebih 500 potong benda seni yang saking buruknya sampe sayang kalo diabaikan, dan 25-35 di antaranya dipamerkan sepanjang waktu. MOBA didirikan pada tahun 1994 oleh seorang makelar barang antik yang bernama
Scott Wilson yang memamerkan sebuah lukisan yang ditemukannya di dalam tong sampah ke teman-temannya. Judul lukisan itu adalah
“Lucy in the Field with Flowers” yang sekarang jadi
signature museum itu. Siapa pelukisnya, sampai hari ini nggak ada yang tau. Dalam waktu satu tahun, makin banyak jumlah koleksi dan peminatnya sampe akhirnya mereka ngebuat museum di lantai bawah tanah sebuah teater di Dedham. Menurut salah seorang pendiri MOBA,
Jerry Reilly, “Ketika setiap kota punya sedikitnya satu museum yang didedikasikan untuk karya seni terbaik, MOBA hanyalah sebuah museum yang mengoleksi dan memamerkan karya seni terburuk.” Tapi nggak asal jelek terus bisa masuk MOBA lho, karena mereka juga punya kriteria tersendiri. Karya yang layak masuk MOBA harus asli dan dibuat dengan tujuan yang serius. Mereka boleh aja “jelek” tapi nggak membosankan. Itu aturannya. Hmmm… Mungkin memang yang membuat orang tertarik itu sesuatu yang nggak bikin bosan sih ya, bukan sekedar enak dipandang mata. Menurut salah seorang pendiri lainnya,
Marie Jackson, “MOBA adalah tempat untuk merayakan hak seorang seniman untuk gagal dengan rasa kemenangan.” Keren. Jadi, siapa bilang kegagalan itu sebuah aib? Sembilan dari 10 karya seni yang kepingin masuk ke MOBA juga bisa jadi ditolak karena dianggap “kurang jelek’. Jelek pun bukan berarti harus murahan kan ya? Hehe. Selain itu MOBA juga nggak terima hasil karya anak-anak. Kita juga cenderung lupa untuk melihat museum sebagai tempat keramat budaya yang semata-mata terbuat dari penilaian dan selera manusia, sementara selera tiap orang kan beda-beda. Yang menurut kamu jelek, bisa aja menurut orang lain bagus. Selain itu, keadaan sebuah museum juga lebih sering dibentuk karena sumbangan dana dari pada pendonor. MOBA ini bisa jadi jawaban yang jujur untuk hal-hal seperti ini, bahwa selera itu nggak bisa dibeli dengan uang. Ada yang menuduh MOBA ini anti-seni, padahal sebenarnya tujuan MOBA adalah mendukung para seniman untuk lebih berani berekspresi tanpa ragu. Sama seperti
Museum of Non-Visible Art yang, sesuai dengan namanya, menampilkan karya-karya yang nggak terlihat alias masih dalam bentuk konsep. Salah satu lukisan terkenal yang dipajang di MOBA adalah
“Sunday on the Pot with George”, yang juga nggak diketahui siapa pelukisnya. Seorang pengunjung museum mengaku menangis ketika melihat lukisan yang banyak membuat banyak orang tertawa. Mungkin sebaiknya kita juga belajar untuk lebih mengapresiasi karya seni orang lain ya. Nggak semua yang dibuat orang yang terkenal itu lebih baik dari orang awam, bukan? Dan seni yang buruk… apa itu sebenarnya? Bukankah semua seni dibuat dengan tujuan keindahan? Gimana menurut kamu ?
KEMBALI KE ARTIKEL