menjilat keringat yang mengguyur cemasku.
Kubiarkan petir
Memecah belah resahku.
Dan awan
mengepung tubuhku yang rela
dipingit hingga terjepit.
Pernah juga kupaksa diriku memahami
arti diam, marah, cemburu
Juga perhatian dan keluh kesah
serta ketidaksukaanmu
Apa-apa yang kusangka kau suka;
berakhir sia-sia.
Waktu itu kau adalah purnama yang membagi
cahaya pada lampu redup di atas meja
samping jendela.
Aku bergantung pada bintang-bintang
yang kelap kelip agar bisa
dekat dan lekat
di bibirmu.
Aku menjadi langit yang hampa ketika
kau beranjak meski hanya
sementara.
Pernah kulupakan cahaya
titipan matahari pada kunang-kunang
Atau lampu solar menyala
terang di rumah-rumah
uji coba.
Juga kupalingkan muka dari siang
membara di ujung
kakiku yang menghadap
pintu menganga.
Namun kau tetaplah setumpuk peraturan
Yang mengekang jiwa-jiwa
Yang dibebaskan Tuhan di kali pertama.
Maka kutinggalkan kau di penghujung waktu
sebelum dini hari mengembuskan jiwanya
ke esok yang terseok-seok.
Pekanbaru, 14 Maret 2019