Terkadang aku ingin menjadi sebatang rokok. Yang selalu kau selip diantara dua jarimu. Disaat kau menghisapku, sejenak bisa membuat pikiranmu tenang. Sesekali kau juga akan bermain-main dengan asapku, entah itu membuat lingkaran di udara atau mungkin sengaja kau telan supaya asapnya itu keluar dari lubang hidungmu.
Di lain waktu, aku ingin menjadi secangkir kopi. Bila aku jadi kopi aku akan selalu melewati bibirmu. Saat aku berada dalam dirimu kau akan terjaga sepanjang malam. Indah sekali rasanya andai aku bisa menemanimu sepanjang malam. Kita akan menikmati kesunyian bersama, di bawah temaram sinaran bulan.
Pernah juga aku bercita-cita menjadi sebuah hanphone pintar. Bila aku jadi sebuah hanphone pintar, kau akan menyentuhku siang dan malam. Jika ada seseorang yang berkirim kabar, maka aku adalah orang pertama yang memberitahumu. Atau bisa juga, aku membuatmu tertawa dengan menampakkan video-video lucu yang ada dalam diriku.
Akhi ....
Kiranya benar apa yang disampaikan pujangga. "Perempuan itu seperti setangkai bunga mawar. Sewaktu masih menjadi kuncup ditunggu mekarnya, bila telah mekar, kupu-kupu dan serangga akan mendekat, merayu dan menikmati madu, lalu kemudian bunga layu. Bila telah layu dan tidak lagi harum, maka bunga akan ditinggalkan.", sesedih itu takdir bunga.
Sejak awal aku sudah pernah bilang bukan?. Aku ini tak sehebat wanita yang membesarkanmu, tidak pula secantik teman-teman perempuanmu, bahkan jauh lebih biasa jika dibandingkan dengan isteri-isteri sahabat karibmu.
Apa kini kau malu?
Malu dengan perempuan yang tidak secantik bunga.
Atau mungkin kau jenuh
Jenuh karena rutinitas yang itu-itu saja yang bisa kulakukan. Sama sekali tidak ada yang istimewa.
Akhi ....
Kini akhiku telah menjadi seorang pengembara. Pengembara yang Jatuh cinta pada dunia luar yang lebih luas nan indah. Aku tidak lagi melihat binar di matamu, sewaktu kita bersama. Naluri wanitaku berkata engkau bosan dengan semua yang ada.
Berpetualanglah akhi!
Mungkin bahagiamu tak lagi di sini. Yang ada hanya kebosanan. Yang ada hanya kejenuhan. Siapa yang tahu kapan cinta pudar warnanya. Oleh sebab apa dan mengapa.
Namun,
Jika di luar sana pun tak kau peroleh kebahagiaan lekas lah kembali, karena bahagiamu tersembunyi oleh ketidakpuasan dan minimnya rasa syukur.
Akhi ....
Aku adalah rumahmu untuk pulang. Maka pulanglah saat lelah. Biar kubacakan puisi-puisi yang indah untuk menjemput mimpimu, atau setidaknya menghapuskan sisa keringat dari lelahnya pengembaraan.
Note
*Jika tidak bisa menerima dia apa adanya, maka kamu hanya akan menunggu waktu untuk kehilangan dia selama-lamanya*