Kementerian Pertahanan memahami bahwasanya RUU Keamanan Nasional (RUU Kamnas) memerlukan proses penelitian guna penyelesaian kenegaraan. RUU Kamnas diharapkan dapat memberikan angin segar, dan tidak memberikan implikasi keamanan yang luas.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, proses RUU Kamnas tidak terjadi benturan dan duplikasi terhadap undang-undang sebelumnya.
“Itu benar bahwa proses legislasi itu perlu adanya penelitian, dan penyelesaian agar semua proses RUU Kamnas itu tidak terjadi benturan, dan duplikasi terhadap UU sebelumnya,” kata Sjafrie, Selasa (23/10).
Menurut Sjafrie, pemerintah terus melakukan koreksi-koreksi dan masukan, sehingga terjadi harmonisasi. “Oleh karena itu, pemerintah yang melakukan koreksi-koreksi, dan melihat masukan itu melakukan harmonisasi yang lakukan rapat dengan dihadiri Menhan, Menkumhan dan Mendagri yang diwakili Dirjennya.”
Ditegaskannya, RUU Kamnas tak mengembalikan peran TNI ke politik, dan juga mereduksi kewenangan Polri. Justru, RUU Kamnas akan memperkuat UU TNI dan juga UU Polri yang sudah ada serta UU organik lainnya.
“TNI yang akan menyangkut soal kemungkinan TNI kembali ke politik, itu sudah dipasung di dalam UU TNI, dan merudiksi kewenangan kepolisian itu sudah diperkuat UU Kepolisian. Yang jadi catatan kita sekian banyak UU yang mengatur itu tetapi kita tidak punya arahan strategis,” kata Wamenhan.
Diakui Sjafrie, selama 67 tahun kondisi kedaruratan negara hanya diatur dalam undang-undang yang dibuat tahun 1946, “Kita sudah melewait orde lama, kita sudah melewati orde baru dan kini masa reformasi. Tetapi UU Kita masih iklim otoliter.”
Oleh karena itu, kata Sjafrie, perlu adanya sistem untuk mengatur UU yang ada ketika ada kondisi kontingensi baik. “Kondisi yang berskala global berimplikasi pada nasional, maupun lokal berskala nasional. Misalnya masalah pangan, keamanan dan kesehatan. Ini kalau datang secara simultan tidak ada UU yang mengatur secara terarah.”
RUU Kamnas mengatur rambu-rambu, dan mengatur navigasi yang dijadikan pedoman. “Ada UU TNI tidak ada waktu bagi TNI untuk bergerak dari politik, dan UU Polri itu kewenangannya jelas. RUU Kamnas tidak melakukan kegiatan operasional. Justru dia melakukan kegiatan pelaksanaan UU Intelijen.”
RUU Kamnas, kata Sjafrie, dikelola dengan mengatur dua fungsi yakni fungsi politik yang dilakukan di DPR dan fungsi civil society (masyarakat luas) yang ikut dilibatkan Dewan Keamanan Nasional (DKM).
“DKM ini tidak merupakan institusi non-operasional, tetapi institusi yang mensimulasikan, menformulasikan dan mempersiapkan distribusi solusi, yang nanti bapak Presiden akan menggunakan solusi itu dengan memanfaatkan fungsi-fungsi sesuai amanat UU.”