Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Sakramentalitas Festival Melanesia

6 November 2015   01:45 Diperbarui: 6 November 2015   02:06 63 1
Festival Kebudayaan Melanesia (Melanesian Culture Festival) itu ibarat “tanda yang kelihatan dari rahmat yang tak kelihatan”, demikian rujukan konsep sakramentalitas oleh Peter L Berger. Perayaan ini menjadi peristiwa material kebudayaan yang merepresentasikan spirit homo socius individu-individu manusia. Peristiwa kebudayaan semacam ini menandai relasi dan interaksi sosial dalam spirit homogenitas antar kelompok budaya. Tema homogenitas kultural dalam perayaan ini menjalankan fungsi sosial tertentu, yaitu: mobilisasi tubuh-tubuh dalam orientasi sosial tertentu. Tiap fungsi sosial hampir selalu berimplikasi ganda dalam pelaksanaanya; ia dapat mejadi positif sekaligus negatif. Pada posisi demikian, maka perayaan ini paling tidak memiliki satu kualitas keberadaannya, yaitu: hadirnya sebagai realitas simbolis. Sebagai yang simbolik, perayaan ini mengacu pada hal-hal lain melampui momen keberadaanya selama 3 tiga hari tersebut. Artinya, momen ini dapat dibaca sebagai satu di antara sekian banyak teks sosial. Konsekuensinya, konsep Festival-Kebudayaan-Melanesia itu sendiri rancu pada dirinya sendiri. Ia bersifat ambivalensi dan karenanya memiliki banyak rujukan makna (multivalensi). Jelas, perayaan ini diselenggarakan dengan tujuan yang baik. Kebaikan-kebaikan ideal diprioritaskan hadir (presensi) sebagai rujukan makna perayaan ini. Tetapi, hal itu tidak menutup serangkaian implikasi negatif (sengaja atau tidak) direpresi sebagai yang tidak dimaksudkan dari makna perayaan ini (absensi). Bahayanya jika kita tidak menyadari absensi berbagai residu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun