Menurut Rudiantara, pihaknya telah melakukan evaluasi kinerja dan kewajiban semua operator broadband di Indonesia secara reguler.
Dari evaluasi tersebut, diketahui Internux menunggak total biaya BHP sebesar Rp 708,41 miliar, dengan rincian tunggakan Internux Rp 343,57 miliar dan First Media Rp 364,84 selama kurun waktu  2016 hingga 2017.
Jika tunggakan BHP itu tak kunjung dilunasi pada tenggatnya, yakni Sabtu 17 November 2018, Rudiantara mengatakan Kemenkominfo tak akan segan mencabut izin pita frekuensi radio (IPFR) milik kedua penyedia layanan itu.
Baca juga: Produsen Bolt terjerat Utang Rp 5,65 Triliun, Begini Muasalnya
Meski demikian, Rudiantara hanya menegaskan komitmen pencabutan izin frekuensi saja, bukan izin operasi. Jika pencabutan izin frekuensi berpengaruh pada kegiatan operasional atau layanan ke pelanggan, maka itu menjadi tanggung jawab perusahaan.
"Ini menggunakan frekuensi 2,3 GHz, bukan berkaitan dengan izin operasi, tapi izin frekuensi, kalau tidak ada settlement sampai 17 November, bisa dicabut izin penggunaan frekuensi," kata Rudiantara saat ditemui di kantor XL Axiata, Jakarta, Selasa (13/11/2018).
"Akibatnya, pelanggan yang menggunakan kedua layanan BWA (broadband wireless access) di pita 2,3 GHz itu juga akan kehilangan layanan," imbuh Rudiantara.
Pihak First Media dan Internux justru bereaksi dengan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap Direktur Operasi Sumber Daya, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika (SDPPI) di Pengadilan Jakarta pada 2 November 2018.
Baca juga: Jaringan Terancam Dicabut, First media Gugat Kominfo
Sidang pemeriksaan gugatan Firstmedia kepada Kominfo itu berlangsung hari ini, Selasa (13/11/2018). Namun menurut Rudiantara, sidang itu tidak akan mempengaruhi tenggat pembayaran BHP frekuensi.
"Kami ingin ada putusan sela, bahwa tidak ada kaitannya antara ini (gugatan ke PTUN) dengan tenggat pembayaran BHP frekuensi," tegas Rudiantara.