Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Kabar Gembira untuk Pengusaha Hatchery, Ada Pakan Alami Mirip Artemia Salina

5 Februari 2014   09:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:08 1956 0

Ada angin segar buat pengusaha pembenihan udang (hatchery) dan ikan di Sulawesi selatan. Selama ini biaya operasional hatchery membengkak karena harga pakan khususnya pakan hidup (artemia salina) semakin meningkat. Artemia Salina merupakan salah satu jenis pakan hidup bagi larva udang maupun ikan di hatchery. Selama ini pakan hidup tersebut belum mampu diproduksi di dalam negeri sehingga untuk memenuihi kebutuhan usaha pembenihan udang di Sulawesi selatan maka setiap tahun harus dikeluarkan biaya sekitar Rp.19,5 miliar.

Kini muncul hewan crustacea yang hidup di kawasan pertambakan udang di desa Wiringtasi kabupaten Pinrang yang berpotensi subsitusi fungsi artemia salina. Populasi hewan penghuni dasar perairan sekitar teluk parepare tersebut sudah dimanfaatkan petambak sebagai pakan alami udang windu sejak empat tahun silam. Hewan renik yang bentuk fisiknya menyerupai artemia salina itu oleh Prof.Hattah Fattah mempatenkan dengan nama Phronima Suppa. Jenis mikro crustacea ini berasal dari genus Phronima sp. Bagi petambak di daerah Wiringtasi kecamatan Suppa mahluk kecil penghuni dasar tambak itu disebutnya Were atau wereng karena tumbuh secara alami dan bersifat endemik pada lokasi tambak tertentu.

Ketua dekan Fakultas perikanan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof. M.Hattah Fattah mengatakan, udang yang memakan makanan alami itu cenderung lebih cepat besar dan sehat, karena di dalam tubuh pakan alamilokal itu diduga kaya nutrien dan berperan penting dalam pembentukan sistem immunitas untuk larva,juvenil, induk ikan dan crustacean. Selain itu juga memiliki peran penting dalamperbaikan substrat dan lingkungan tambak. Sehingga pakan alami lokal Suppa ini berpotensi sebagai pengganti Artemia salina yang masih diimpor dari negara Eropah. Dijelaskan, kebutuhan pengusaha pembibitan udang dan ikan di Sulsel akan impor Artemia salina mencapai sekitar30.000 kaleng per tahun atau senilai Rp. 19,5 milyar.”Tahun 2014 kami akan melakukan kajian lapangan tentang penggunaan pakan alami lokal phronima suppa sebagai pakan bagi larva udang di hatchery,” ungkap Prof. Hatta Fattah ketika tampil sebagai pemateri di pendampingan Klinik iptek mina bisnis (Kimbis) di desa Tasiwalie.

Sebagai putra daerah Hatta Fattah akan terus melakukan kajian agar phronima suppa bisa gantikan pakan udang artemia yang selama ini didatangkan dari luar negeri dengan biaya mahal. Hal ini cukup berpeluang untuk meningkatkan kesejahteraan warga Suppa dan warga Pinrang pada umumnya. “Jika pengusaha hathery menggunakan pakan lokal maka bisa menekan biaya produksi yang berdampak positif terhadap petambak karena akan mendapatkan benih udang dengan harga lebih rendah dari harga sekarang,” ungkapnya.

Salah seorang pengusaha hatchery kecamatan Suppa, Ir, Taufik cukup mendukung upaya Prof. Hattah yang melakukan penelitian agar pakan alami phronima bisa gantikan peran artemia sehingga biaya produksi hatchery bisa ditekan. Dikatakan Taufik, kualitas benih udang sangat ditentukan oleh pemberian pakan yang berkualitas. Salah satu jenis pakan yang paling baik digunakan di hartchery adalah artemia, namun harganya cukup mahal yang menembus ratusan ribu rupiah perkaleng kecil sehingga mempengaruhi harga jual benur udang kepada petambak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun