Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

1 KG dapat Rp 5000, 1 HA Dapat Berapa?

7 Juni 2013   01:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:25 546 0
Lumbung ATM memang dahsyat di negeri ini. Awal 2013 kita dihebohkan dengan komitmen komisi 40 Miliyar dengan BB 1 M karena kebetulan mereka lagi apes aja. 40 M itu sesungguhnya masih tergolong sangat kecil karena lain kelompok lain pula lumbungnya.

Sajak awal reformasi hingga saat ini coba anda telisik berapa banyak jumlah hutan yang habis dirambah oleh para pemain kakap yang dipersenjatai izin sebagai tameng dan para pamain ilegal yang bermain terang-terangan.

Perambah Liar Tradisional
Penembagan Hutan oleh para petani tradisional di sumatera yang menjadikan lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit cukup banyak, namun meskipun mereka cukup banyak tetapi sesungguhnya proporsi yang mereka garap sangat kecil.

Perambah Liar Tradisional ini sering dijadikan sebagai Kambing Hitam ketika pihak-pihak terkait membutuhkan publikasi dan popularitas di media massa dengan menampilkan sosok yang kumal dan disertai chain saw sebagai barang bukti.

Untuk menjadi Perambah Liar Tradisional juga bukan hal mudah dan tidak ada yang gratis, perambah liar juga ternyata "membayar" lahan hutan tersebut dengan harga sekitar 5 s/d 10 juta rupiah / HA.

Hutan dan Hukumnya
Hutan dilindungi dengan hukum dan pemanfaatannya-pun diatur dalam berbagai ketentuan, namun apa ia ketentuan dalam prosesnya bisa dilakukan dengan gratis.

Setali tiga uang, para pemain kakap juga ikut bermain dalam pembuatan berbagai aturan kehutanan tersebut karena pada dasarnya aturan itu dibuat sesuai kepentingan.

Jika para Perambah Liar Tradisional sanggup membayar 5 s/d 10 juta / HA untuk melakukan hal yang ilegal maka berapa banyak yang harus direlakan oleh para pemain kakap untuk memperoleh tameng hukum dalam pengelolaan hutan?

Jika diantara pembaca bisa memperoleh tameng hukum untuk perambahan hutan seluas 1000 HA maka silahkan jual tameng hukum tersebut di sumatera dengan harga 10 Milyar, anda cukup mendatangi dan menawarkan kepada para pemilik Pabrik Kelapa Sawit atau para Pengusaha Lokal yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan pasti ludes dalam sekejap.

Karena Orang Jakarta
Mohon maaf kepada warga Jakarta, tulisan ini tidak terkait dengan warga jakarta, namun harap maklum karena orang-orang di sumatera familiar dengan sebutan "Orang dari Jakarta atau Orang dari Jawa" padahal entah dimana satu...!

Aturan di buat di pusat sehingga para bandar juga bermain di pusat lalu orang-orang di daerah menjadi penonton, karena tidak mau dijadikan "KULI" dan sudah bosan jadi penonton maka orang-orang di daerah pun melakukan perambahan liar untuk memperoleh "kemerdekaan ekonomi".

"Mengembangkan potensi ekomomi daerah" menjadi salah satu bahasa populis dari para penjual tameng hukum, kenapa "tameng hukum" tidak dijual kepada masyarakat disekitar hutan? jawabannya sederhana....! karena "Takut masuk Angin, Takut Masuk TV, Takut masuk Rutan Guntur"

Potensi Ekonomi
Jika para pemangku memikirkan ekonomi masyarakat di daerah maka "Tameng Hukum" itu tidak dijual kepada bandar tapi dijual kepada masyarakat di sekitar hutan. Keberhasilan Tanaman Perkebunan milik masyarakat akan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat dan perputaran uang tetap berada di sekitar area itu-itu juga.

Para Bandar yang membeli "Tameng Hukum" ini memang memberi dampak ekonomi karena para "Kuli" yang bangga dengan sebutan Manager Estate, Kepala Kantor, Asisten, Mandor, Karyawan dan Buruh Harian Lepas memperoleh gaji dan tunjangan, sementara hasil keuntungan dari perkebunan akan kembali ke "Orang Jakarta" yang pada umumnya tidak berada di Sumatera.

Untuk mengetahui dahsyatnya dampak ekomomi dari Perambah Liar Tradisional sebenarnya cukup gampang bagi penguasa, tinggal minta data perputaran uang per kabupaten dari Bank Indonesia lalu membandingkan dengan kenyataan di lapangan tentang proporsi kepemilikan perkebunan milik Perambah Hutan Tradisional atau para bandar ber "Tameng Hukum".

Mungkin para pembaca sedikit bertanya tentang isitilah "Perambah Hutan Tradisional", istilah itu terpaksa saya pergunakan karena belum menemukan pilihan kata yang tepat karena sesungguhnya lebih dari 90% dari Perkebunan Kelapa Sawit milik masyarakat masih dalam "status" kawasan hutan walaupun disana sudah berdiri pohon kelapa sawit setinggi 10 meter dan dilintasi mobil-mobil doble cabin, jika orang-orang di pusat bangga pakai double kabin disini dijadikan pengangkut sawit dan pupuk.

Kembali ke judul, dengan 5000 / kilo aja sudah dapat 40 M lalu 1 juta hektar kira-kira dapat berapa?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun