Dia berjuang menulis puisi, mengumpulkan, membukukan. Diajukannya pada orang penting, mendapat apresiasi. Begitu dapat reward, dia tidak kebagian. Alasan yang diberikan sungguh tak masuk akal. Bagaimana bisa pemimpin bisa bertindak sedholim ini pada anak buah?
Saya tergugu mendengar perkataanya. Dia, guru di sebuah sekolah negeri, pegawai negeri yang mempunyai minat tinggi pada seni, juga literasi. Guru agama seperti saya, miskin prestasi, kata sejawatnya. Anggota Komalku, Komunitas Menulis Buku Indonesia.
KEMBALI KE ARTIKEL