Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum Pilihan

Ancaman dan Serangan Terhadap Pesawat Sipil

29 Desember 2024   08:08 Diperbarui: 1 Januari 2025   00:18 147 20
Serangan terhadap pesawat sipil atau tepatnya pesawat penumpang dan kargo (airliner) merupakan perbuatan yang keji dan tidak bermoral namun demikian serangan terhadap pesawat airliner tetap terjadi.

Bahkan ada yang justru menjadikan pesawat airliner sebagai senjata pemusnah massal yang tidak saja menghilangkan nyawa dari para penumpang dan kru nya tapi juga banyak nyawa lainnya di darat seperti pada kejadian 9/11.

Jenis serangannya pun tidak hanya berupa sabotase seperti yang terjadi pada pesawat Boeing B 747 yang dioperasikan oleh maskapai PanAm ataupun pembajakan tapi juga penembakan pesawat saat mengudara.

Begitu pula pihak yang melakukan serangannya pun tidak hanya teroris tapi juga pihak bersenjata yang terlibat konflik bersenjata yang dengan persenjataannya melakukan serangan terhadap pesawat airliner.

Dampaknya pun tidak hanya dapat menjadikan ruang udara yang dilalui pesawat airliner sebagai zona berbahaya saja tapi juga tertembaknya pesawat airliner bersana dengan penumpang dan krunya yang tidak berhubungan dengan dua pihak yang bertikai.

Dalam sejarah dan perkembangan dunia penerbangan sipil, tidak sedikit pesawat sipil -- terutama pesawat airliner -- terdampak oleh konflik bersenjata (armed conflict),.

Dalam catatan sejarah, pesawat Douglas DC-2 yang dioperasikan China National Aviation Corporation bersama dengan PanAm tercatat sebagai pesawat airliner pertama yang menjadi korban dari konflik bersenjata antara dua pihak atau negara.

Pesawat ini ditembak oleh militer Jepang pada tanggal 24 Agustus 1938, sebanyak 14 orang dari 18 penumpang dan krunya tewas, kejadian ini terjadi semasa perang Republic of China (ROC) dengan Kekaisaran Jepang kedua (Second Sino-Japanese War) dari tahun 1937 hingga 1945.

Ruang udara yang menjadi zona peperangan menjadi zona yang berbahaya bagi pesawat airliner ketika lalu lintas ruang udara tidak lagi hanya berupa pesawat airliner tapi juga pesawat perang serta rudal dan persenjataan lainnya -- baik dari darat ke udara maupun sebaliknya.

Risiko menjadi sangat tinggi bagi pesawat airliner -- tidak hanya saja karena berbagi ruang udara dengan pesawat pesawat perang yang saling serang tapi juga risko terkena rudal ataupun persenjataan lainnya (salah sasaran).

Pada tanggal 3 Juli 1988 pesawat Airbus A-300 yang dioperasikan oleh maskapai Iran Air ditembak rudal oleh kapal perang Angkatan Laut Amerika semasa perang Iran -- Irak, pesawat ini dalam penerbangan dari bandara THR di Bandar Abbas menuju bandara DXB di Dubai.

Seluruh kru dan penumpang yang berjumlah 290 orang tewas pada penerbangan Iran Air IR 655 ini.
 
Kapal perang Amerika menembakkan rudal ke pesawat ini yang ternyata keliru mengidentifikasi pesawat ini, mereka mengira pesawat Airbus A-300 ini sebagai pesawat militer Grumman F-14 Tomcat milik militer Iran.

Kejadian ini menimbulkan pertanyaan apakah karena kesalahan dalam mengindentifikasi pesawat, pelaku dapat terbebas dari tanggungjawabnya atas tindakannya ?

Muatan pesawat airliner adakalanya juga dapat menjadikan pesawat airliner sebagai sasaran seperti pada kejadian pesawat Douglas DC-2 di atas dimana pihak Jepang mengira bahwa anak laki satu satunya dari pemimpin Cina Sun Yat-sen berada dalam pesawat tersebut.

Dalam arti target dari serangan tersebut sebenarnya hanya satu orang yang menjadi bagian dari penerbangan pesawat tersebut namun pada akhirnya penimpang lain yang tak berdosa menjadi korban.

Kejadian serupa juga terjadi pada  6 April 1994, dimana pesawat yang membawa Presiden Rwanda dan Presiden Burundi ditembak oleh rudal anti udara dan menewaskan pemimpin kedua negara tersebut.

Kejadian yang terakhir akibat akibat konflik adalah pesawat Embraer E-190 yang dioperasikan oleh maskapai Azerbaijan Airlines yang jatuh pada tanggal 25 Desember 2024 yang lalu dimana menurut investigasi awal diduga sebagai akibat dari serangan senjata militer anti pesawat milik Rusia.

Pesawat sipil dengan registrasi PK juga ada yang pernah menjadi korban serangan militer yaitu PK-AFW yang merupakan pesawat Douglas DC-3 diserang oleh militer Jepang pada tanggsl 24 Januari 1942 di dekat Samarinda.

Pesawat PK berikutnya adalah PK-ALO yang diserang oleh militerJepang pada 3 Maret 1942 saat mendarat dan yang berikutnya adalah PK-AFV pada hari yamg sama dengan pesawat PK-ALO.

Dari semua kejadian ini kita patut bertanya apakah pihak yang melakukan serangan terhadap pesawat sipil dapat dibawa ke pengadilan karena telah melakukan kejahatan kriminal dengan menghilangkan nyawa manusia tidak berdosa ?

Untuk beberapa kejadian memang ada yang pelakunya dibawa ke pengadilan seperti pada kejadian penembakkan pesawat Boeing B 777 yang dioperasikan oleh maskapai Malaysia Airlines dimana tiga dari empat orang dinyatakan bersalah dan dijebloskan ke dalam penjara.

Sedangkan pada kejadian PanAm 103, salah satu pelakunya telah diadili dan dijebloskan ke penajara, namun proses peradilan kejadian yang terjadi pada tahun 1988 masih berlanjut dimana persidangan berikutnya dijadwalkan pada bulan Mei 2025 dengan terdakwanya seorang kebangsaan Libya yang dituduh sebagai orang yang membuat bom yang meledak dalam penerbangan PanAm 103 tersebut

**

Penerbangan sipil adalah penerbangan yang membawa kedamaian dan manfaat bagi seluruh penduduk bumi, namun selama konflik yang didasari oleh berbagai latar belakang antar penduduk bumi tetap ada maka langit biru akan terus dapat berubah menjadi langit berwarna merah.

Hukum dan aturan internasional yang berkaitan dengan penerbangan sipil maupun hukum perang seperti konvensi Jenewa, Konvensi Chicago dan lainnya telah diberlakukan dimana hampir semua negara di dunia menjadi bagiannya yang berarti mereka terikat pada hukum dan aturan tersebut akan tetapi semua itu tidak secara langsung menghentikan pihak pihak ataupun negara negara melakukan kejahatan di ruang udara.

Konflik juga  tidak saja membuat ruang udara menjadi zona peperangan ataupun pertempuran saja tapi juga membuat para maskapai serta pelaku perjalanan dan wisata lebih lama mencapai tujuan karena harus menempuh jalur yang lebih jauh untuk menghindari kawasan berbahaya.

Keselamatan penerbangan telah menjadi napas para pelaku industri penerbangan termasuk kita semua para pelaku perjalanan dan wisata, namun bagaimana dengan keamanan penerbangan di sepanjang jalur jalur penerbangan sipil yang melintas di ruang udara dimana konflik bersenjata terjadi.

Setiap negara di dunia termasuk negara yang berkonflik memiliki hak untuk mempertahankan kedaulatan di ruang udaranya namun siapa yang dapat menjamin keamanan ruang udara bagi penerbangan sipil antar bangsa ?.

Pada pasal 51 ayat 2 Protocol tambahan Konvensi Jenewa 1949 dinyakan bahwa
The civilian population as such, as well as individual civilians, shall not be the object of attack. Acts or threats of violence the primary purpose of which is to spread terror among the civilian population are prohibited.

Disini sudah sangat jelas dinyatakan bahwa segala serangan dan ancaman terhadap penduduk sipil dilarang, akan tetapi tidak sedikit pihak ataupun negara tidak mentaatinya, dan selama ini terjadi maka serangan atau ancaman terhadap pesawat airliner akan tetap membayangi setiap pesawat airliner yang melakukan penerbangan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun