Mohon tunggu...
KOMENTAR
Halo Lokal Pilihan

Ketika Warga Negara Asing Menjadi Pelanggar Aturan Lokal

2 Desember 2023   21:43 Diperbarui: 5 Desember 2023   07:39 192 24
Pada industri pariwisata, kepuasan wisatawan umumnya tercipta karena pengalaman selama berlibur, sedangkan pengalaman berlibur dapat tumbuh karena berbagai faktor termasuk pelayanan oleh penyedia layanan wisata.

Akan tetapi bagaimana jika kepuasaan tersebut justru menumbuhkan kecintaan terhadap sebuah destinasi wisata dan yang pada akhirnya menimbulkan keinginan untuk menetap ?.

Tentu saja hal ini sangat positif jika dilihat dari sisi perekonomian karena terjadi capital inflow dari keputusan wisatawan tersebut seperti misalnya pada ketika mereka menyewa rumah atau mendirikan usaha atau bisnis.

Namun pertanyaan selanjutnya adalah adakah dampak lain dari keputusan wisatawan ini, dampak disini meliputi dampak positif dan negatif tentunya terutama pada konteks kehidupan sehari hari di destinasi wisata tersebut.

Wisatawan yang memutuskan untuk tinggal di destinasi wisata tersebut akan menjalani kehidupan sehari-hari nya disana yang sudah tentu jauh berbeda dengan lingkungan mereka terdahulu.

Culture shock sudah pasti akan mengawali kehidupan mereka namun ketika mereka sudah berbaur dan membiasakan diri dengan culture setempat maka mereka akan menjadi bagian dari culture di destinasi wisata tersebut.

Disinilah saatnya mungkin kita dapat melihat para wisatawan yang menetap tersebut bisa menjadi pelanggar aturan yang berlaku, misalnya mengendarai sepeda motor di trotorar saat jalanan macet atau juga melotot kepada pengendara mobil ketika jalannya terganggu oleh pengendara mobil.

Pemandangan ini setidaknya sudah bisa kita lihat di sebuah destinasi wisata kita yang sudah sangat terkenal di dunia, hanya saja untuk dapat melihatnya kita perlu juga berada di kehidupan sehari-hari di destinasi wisata tersebut.

Pada satu sisi, keadaan ini mengindikasikan bahwa destinasi wisata tersebut sudah berhasil menumbuhkan rasa emosional kepada wisatawan, dalam arti para wisatawan ingin menjadikan destinasi wisata sebagai rumah mereka selanjutnya.

Pada sisi lain, para wisatawan ikut melakukan beberapa hal yang melanggar aturan, mereka melakukannya karena melihat beberapa orang setempat yang juga melakukannya.

Salahlah mereka ? mungkin dalam konteks hukum, iya akan tetapi mungkin juga tidak karena mereka telah dapat berhasil melalui proses culture shock dan menjadi dari culture setempat.

Namun memang tidak lah semua dari mereka yang melakukannya, juga tidak pada semua hal mereka mencontoh dari warga setempat mereka tinggal, misalnya mereka melakukan pemisahan sampah antara yang organik dan non organik dengan mendirikan komunitas dan layanan pengambilan sampah khusus yang sudah memisahkan antara yang organik dan non organik

Dalam hal ini, para wisatawan memberi contoh kepada warga setempat untuk mengubah pola atau kebiasaan dalam mengelola sampah dengan memilahnya sebelum membuangnya.

Pada keadaan ini, para wisatawan yang tinggal di destinasi wisata secara tidak langsung membawa culture baru kepada warga setempat, pertanyaan kini adalah apakah culture tersebut akan menjadi culture shock atau tidak bagi warga setempat.

Apabila hal tersebut positif, sebenarnya culture yang dibawa oleh wisatawan tersebut diperlakukan dengan cara yang sama dengan langkah wisatawan dalam menerima culture di destinasi wisata tersebut dengan mempertahankan yang positif dan menghindari yang negatif.

Karena culture disini bukan mengubah adat istiadat tapi mengubah cara kita sebagai induvidu untuk menjalani kehidupan yang lebih memperhatikan keberlanjutan.

Apabila para wisatawan dapat berdaptasi dengan kehidupan lokal, mengapa kita sebagai tuan rumah tidak bisa beradaptasi dengan langkah menuju kehidupan yang lebih sustainable yang akan membawa manfaat bagi generasi mendatang ?

Mungkin adakalanya kita melihat beberapa wisatawan bisa terlihat di beberapa warung nasi ataupun warung kopi yang bukan di pusat perbelanjaan ataupun bangunan mewah, namun mereka tetap membuang sampah di tempat nya, jika tidak tersedia, mereka akan bertanya, ada tempat sampah ataupun bertanya dimana mereka bisa buang sampah mereka ?

Beberapa dari mereka juga ada menerapkan "jam karet" pada setiap pertemuan atau janji yang bersifat pribadi maupun bisnis, namun ada juga yang tetap menerapkan tepat waktu.

Mereka sudah menjadi warga lokal namun tidak menghilangkan culture positif pada lingkungan mereka sebelumnya -- dan jika mereka melakukan hal hal yang melanggar aturan pasti lah ada dasarnya yang bisa karena mencontoh dan juga karena mereka.sudah merasa menjadi bagian dari destinasi wisata.

Jadi apakah kita sebagai tuan rumah perlu memberi contoh yang baik kepada para wisatawan yang memutuskan menetap serta belajar menerima culture positif yang dibawa oleh para wisatawan tersebut ?

Mungkin untuk menjawabnya akan lebih baik berupa aksi bukan kata kata, selain itu baik para wisatawan maupun warga lokal sama sama merupakan warga dunia/warga bumi yang sebenarnya memiliki share atau tanggung jawab yang sama dalam menjaga bumi yang menjadi rumah kita ini.

Selain itu pada dasarnya, pariwisata adalah sebuah proses pertukaran antara wisatawan dan warga setempat yang bisa berupa pertukaran ilmu, pengetahuan, pengalaman dan lainya termasuk culture atau budaya kita dalam menjalani kehidupan sebagai warga bumi.

Apabila dalam proses pertukaran tersebut ada hal yang positif bagi kehidupan, mengapa tidak menerapkannya juga  tapi di sisi lain mengapa menularkan culture yang negatif kepada para wisatawan baik yang hanya berlibur maupun yang akhirnya menetap ?.

Culture shock tidak hanya terjadi pada wisatawan tapi juga warga setempat ketika ada penghuni baru yang sebelumnya menjadi wisatawan a.k.a pengunjung, hanya saja output nya bisa berbeda beda.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun