Jika diibaratkan pada dunia penerbangan, pilot adalah petugas/pegawai maskapai juga akan tetapi saat mengendalikan pesawat milik maskapai, dia adalah pilot -- orang dibelakang kendali pesawat yang bertanggung jawab selama penerbangan berlangsung.
Segala apa yang terjadi adalah terletak di pundak pilot, keputusan akhir hanya dari satu orang yaitu pilot in command atau kapten pilot meskipun ada CEO maskapai berada di pesawat tersebut sekalipun yang mungkin selalu menyebut pilot sebagai pegawai maskapai.
Mungkin jika dalam konteks internal, sang CEO menyebut pilot sebagai driver pesawat adalah petugas maskapai untuk menunjukan posisi atau tingkatan tanggung jawab di dalam perusahaan bisa dibenarkan akan tetapi jika sudah diluar atau eksternal, penyebutan petugas maskapai tidak semestinya terdengar lagi.
Karena sang "petugas maskapai" tidak harus tunduk pada CEO yang berada di pesawat, kalau mungkin meminta pendapat bisa dilakukan, akan tetapi keputusan akhir selama pesawat berada dalan penerbangan tetap pada pilot, karena apa ? sang pilot lebih mengutamakan keselamatan seluruh penumpang, tidak hanya kepentingan maskapai.
Bagaimana jika kepala negara/pemerintahan disebut sebagai petugas partai ? pada dasarnya sama dengan penerapannya pada pilot dan petugas maskapai diatas, seorang presiden adalah kepala pemerintahan yang mengantarkan dan mengarahkan tujuan negara ke tempat yang lebih baik, bukan untuk kepentingan partai.
Mungkin ada saatnya masukkan dari seorang pemimpin partai untuk tidak membangun bandara di sebuah destinasi wisata di patuhi oleh sang "petugas partai" dengan berbagai pertimbangan pribadi bukan dalam skala yang lebih besar lagi, namun itulah politik, tidak statis tapi dinamis.
Namun jangan dilupakan bahwa kepala pemerintahan/negara adalah Panglima Tertinggi dari Angkatan Perang/Bersenjata, semua panglima yang memegang komando dan bahkan yang dengan komando pusat pun tidak mungkin akan bergerak atau "engage" dengan penyusup yang masuk ke wilayah atau teritori tanpa perintah sang Panglima Tertinggi, mereka tidak akan menjalankan perintah dari seseorang selain dari Panglima Tertinggi mereka.
Sang Panglima Tertinggi melihat pelanggaran teritori dalam konteks yang lebih luas lagi pastinya seperti hubungan bilateral maupun kawasan.
Ketua Kongres Amerika misalnya, tidak akan didengar perintahnya oleh semua panglima dari semua matra pada Angkatan Perang/Bersenjata Amerika, Ketua Kongres Amerika pun tidak pernah menyebut Presiden Amerika sebagai petugas partai meskipun dia berasal dari partai yang sama.
Presiden adalah sebuah jabatan yang terhormat, maka tidak mengherankan jika kita tidak menyebut mantan presiden kepada sosok yang pernah menjadi presiden melainkan dengan penyebutan presiden dengan diikuti periode masa nya, misalnya presiden periode 2019-2024.
Bila kita ingin menunjukan status kita sebagai pemimpin sebuah organisasi ataupun perusahaan maka sah sah saja memanggil pilot sebagai petugas/pegawai maskapai namun dalam ruang internal saja bukan di depan publik ataupun eksternal.
Jadi bila ada yang menyebut Panglima Tertinggi Angkatan Perang atau pun kepala negara/pemerintahan adalah petugas partai di depan publik ataupun pada acara internal yang mengundang pihak media ataupun pihak lain, sudah tentu ini terdengar aneh dan tidak pada tempatnya.
Professional courtesy perlu dimiliki oleh setiap individu dengan jabatan, professional courtesy berarti menghargai dan menghormati satu sama lain yang berada di bidang atau profesi yang sama (treating your colleagues courteously and with respect).
Politik memang dinamis, yang kemarin musuh bisa menjadi sahabat hari ini, akan tetapi para pelakunya juga manusia yang memiliki perasaan dan harga diri, maka mungkin saja bila kita juga mendengar istilah "sakitnya tuh di sini" walau bukan dalam bentuk ucapan sekalipun.