Industri aviasi dalam beberapa tahun ini atau setidaknya setelah Paris Agreement tahun 2015 telah bertekad mengurangi emisi karbondioksida serta telah melakukan usahanya dalam menghasilkan inovasi yang dapat menggantikan bahan bakar fosil sebagai propulsi pesawat atau kombinasi keduanya (hybrid).
Namun mungkin secara awam bila kita membayangkan tenaga listrik sebagai penggantinya maka sekilas akan muncul gambaran pesawat dengan dibubuhkan tanda tanya, seberapa besar baterai yang dibutuhkan oleh pesawat tersebut untuk mengangkut ratusan penumpang seperti pesawat berbadan lebar saat ini.
Selain besar, baterai yang dibutuhkan juga semakin berat dan ini akan menambah beban pesawat dan akan menghasilkan drag sangat besar dan pada akhirnya pesawat tidak dapat tetap mengudara.
Selain itu dipertanyakan pula apakah tenaga listrik dapat memberikan propulsi kepada pesawat untuk menghasilkan thurst dan kemudian mengangkat pesawat ke udara (airborne)?
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tenaga listrik dapat memberikan daya tempuh yang sama dengan bahan bakar fosil yang dapat menerbangkan pesawat antar benua dan samudera ?.
Munculnya konsep Advanced Air Mobility dari studi yang dilakukan oleh NASA termasuk sub nya yakni Urban Air Mobility dengan drone bertenaga listrik yang dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal (eVTOL) serta hanya dapat mengangkut penumpang dalam jumlah sedikit setidaknya justru menggambarkan pesawat penumpang bertenaga listrik yang berukuran kecil serta dengan daya tempuh terbatas.
Apakah ini berarti demikian ? apakah anak cucu kita tidak lagi melihat dan menikmati penerbangan dengan pesawat pesawat besutan berbagai pabrikan seperti yang kita nikmati saat ini ?
Juga apakah kelak para pelaku perjalanan lintas benua dan samudera akan semua beralih ke kapal laut sebagai satu satunya alat moda transportasi yang tersedia ?
Pertanyaan pertanyaan ini sebaiknya jangan segera dijawab dan juga jangan meragukan industri aviasi khususnya para pabrikan pesawat dalam membuat pesawat apapun melalui berbagai inovasi mereka.
Pabrikkan Airbus melalui project ZeroE nya dikabarkan telah berhasil melakukan demonstrasi pada dua pesawat besutannya yaitu A 350-1000 dan A 380 dengan nomor produksi MSN1.
Airbus melalui project ZeroE nya ini bertekad untuk menghasilkan pesawat penumpang yang secara penuh meninggalkan bahan bakar fosil di tahun 2035 nanti
Beberapa pihak memprediksi gas hidrogen ini akan menjadi bahan bakarnya menggantikan aviation fuel yang berasal dari bahan bakar fosil dimana pada pengaplikasiannya gas hidrogen ini akan diubah menjadi electricity melalui fuel cell yang kemudian memberikan propulsi kepada pesawat.
Ini berarti bahwa pesawat tidak perlu memikul baterai yang sangat besar dan berat serta tidak perlu di recharge seperti pada kendaraan bertenaga listrik lainnya.
Beberapa tes sudah dilakukan oleh Airbus bersama dengan beberapa mitranya pada project ini, salah satu tes penerbangan berhasl menerbangkan pesawat super jumbo selama 4 jam.
Akan tetapi benarkah hidrogen akan menjadi sahabat pengganti bahan bakar fosil dari industri aviasi dikala beberapa pihak juga masih terus melakukan studi dan penelitian serta percobaan dari selain hidrogen diantaranya bahan alami dan juga hewan ?
Kekhawatiran dari beberapa pihak akan bahaya hidrogen yang lebih mudah terbakar juga muncul, kita tentu masih mengingat tragedi balon udara Hinderburg bertenaga hidrogen terbakar dan meledak di udara saat hendak berlabuh.
Untuk mem hijau kan langit dibutuhkan bahan bakar yang tidak meninggalkan jejak emisi terlalu banyak, namun faktor keamanan dan keselamatan tetap tidak dapat dikompromikan.