Lalu mungkin kita ada yang berpendapat, ah berita negatif bisa saja fitnah. Biasalah bad news is a good news bukan?Ah saya memang tidak bisa menjawab mana fitnah mana bukan. Itu tugas para aparat hukum untuk menuntaskan segala kasus kasus yang terjadi. Saya jadi ingat lagu yang dinyanyikan oleh seniman legendaris , Iwan Falz,
Apakah selamanya politik itu kejam, apakah selamanya dia datang untuk menerjang. menjilat....menipu...memperkosa hak hak sewajarnya....
Jadi wajar jika ada pendapat, bisa jadi itu semua fitnah belaka atau berita berita negatif itu hanyalah junk information. Rasulullah menyebutkan dalam redaksi Al Bukhari dan Muslim, “Siapa yang mengatakan manusia telah hancur, maka dialah orang yang paling hancur.” Oleh sebab itu jika memang keadaan ini sudah gelap yang kita lakukan adalah tidak mengutuk kegelapan itu. Kita jangan mengutuk zaman karena akan menjadikan kita berputus asa. Apabila terjadi fitnah atau kebenaran masih on the way, sebagai rakyat biasa yang dapat kita lakukan adalah tomingse alias tolong mingkem sedikit, yakni sikap sabar ,berkata baik atau diam sampai kebenaran itu bisa dibuktikan dengan fakta.
Lalu apakah sebagai rakyat kita bisa menajdi bagian dari wind of change.
Tugas kita adalah menikahkan antara idealita dan realita yang terjadi,kita harus mengkoreksi pemimpin saat melakukan kesalahan agar kesalahan itu tidak menyebabkan kemudorotan yang besar dan itu merupakan bukti keimanan kita. Ya, hidup bagai berkendaraan, jika mobil kita hanya memiliki pedal gas dan tidak ada rem. Apakah yang akan terjadi?. Inilah yang memang harus dipahami oleh pemimpin kita. Namun sering sering mengerem pun mobil akan terjungkal bukan? .
Lalu apakah harapan itu masih ada? Sebab saat ini atau kemarin yang kita ketahui adalah politik = fearness. . Alangkah baiknya kondisi saat ini atau kemaren kita lihat sebagai wadah evaluasi untuk memperbaiki keadaan mendatang. Memelankoliskan sebuah sejarah/peristiwa sebelumnya ibarat terlalu banyak melihat kaca spion saat sedang berkendaraan. Bisa jadi kita akan menabrak bahkan masuk jurang. Sebab, bagaimanapun finish itu adanya didepan bukan dibelakang Lalu bagaimana agar pemilu 2014 melahirkan pemimpin yang lebih baik dari saat ini?
Selain mengkoreksi sikap buruk pemimpin akan lebih indah jika kita juga mau berintrospeksi diri dan memulai mencontohkan sikap-sikap baik dari diri kita sendiri dulu. Sebab Rosululloh bersabda, "Sebagaimana kualitas kalian begitulah pula pemimpin kalian." (HR. Ad Dailami). Dari hadits ini kita memahami bahwa pemimpin dan rakyat itu ibarat cermin.
Jika kita melihat pemimpin kita korupsi misalnya, maka yang kita benci adalah sikapnya bukan orangnya. Begitu pula jika kita melihat pemimpin kita tidak amanah atau arogan, sekali lagi yang kita benci adalah sikap-sikap tersebut, sebab sikap-sikap buruk seperti itu dapat terjadi diberbagai lingkungan kehidupan baik di perusahaan, di sekolah dan dimanapun bahkan dirumah kita sendiri. Hanya saja bedanya kita bukan orang yang disorot oleh media. Sebab kita hanya rakyat biasa. Tetapi pada dasarnya kita adalah pemimpin, sesuai ruang lingkup kita.
Rosul juga bersabda: "Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. "(HR. Bukhari dan Muslim)
And if we're mukmin, Bad destiny is good destiny.....maka sikap terbaik kita adalah meningkatkan kualitas diri kita agar semakin baik. Seperti sabda Rasulullah Saw.: "Ibda binnafsik (mulailah dari diri anda sendiri)". Karena bagaimana kualitas kita begitulah kualitas pemimpin kita di masa mendatang.
Sungguh mudah bagi Allah memberikan keberkahan pada negeri kita. Sesuai janji Allah SWT, "Seandainya penduduk sebuah negeri beriman dan bertakwa, niscaya akan Kami turunkan keberkahan dari langit dan bumi" (QS. Al A'raf :96)