Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Miskin Ogah Matre Tak Mau (Part 2, Selesai)

27 Maret 2011   13:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:23 286 2
Sebelumnya baca dulu ,

http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2011/03/06/miskin-ogah-matre-tak-mau/

Di bagian pertama dari dua tulisan ini dua dibahas bahwa intangible assets tak kalah penting dibandingkan dengan tangible assets. Nah salah satu intangible assets adalah niat yang baik atau positif. Percayalah dengan kekuatan niat, sebab niat yang baik akan memudahkan segala urusan kita. Niat yang baik akan menghasilkan tekad yang kuat. Dan akhirnya akan menghasilkan solusi yang tak terbendung dari_Nya. Niat itu merupakan starting point di dalam kehidupan. Tetapi niat baik saja tidak cukup. Niat yang baik harus diikuti dengan asosiasi atau harapan yang baik pula. Jika tidak maka akan terjadi penundaan dan akhirnya stagnan,

Saya punya pengalaman pribadi. Saya bukan berasal dari keluarga tajir,  tapi juga bukan dari keluarga miskin. Saya berasal dari keluarga sejahtera. Miskin tidak,tajir pun bukan. Saat kuliah saya sering bisnis. Selesai kuliah saya bekerja di tempat pelatihan di bandung, setelah itu tahun 2007 akhir, saya balik ke jakarta dan bekerja di perusahaan amerika. Ternyata saya tidak betah kerja kantoran. Akhirnya saya melobi orang tua saya agar saya berwirausaha saja. Orang tua saya tidak mau. Maklumlah mereka masih antipati atau bersin bersin mendengar kata wirausaha, gak prestisius begitu katanya. Akhirnya saya jelaskan bahwa saat saya di jatingor (kuliah di UNPAD) saya tanpa sepengetahuan mama juga suka bisnis. Hasilnya nih saya punya buanyak buku yang saya beli dari uang sendiri. (dasar anak nakal :P) . Kata mama, pantes mama bingung, uang yang dikirim papa khan biasa aja. Kok kamu bisa beli baju lucu2 plus buku pula, begitu jawab mama. Tapi setelah saya lobi saya tetap tidak diijinkan berwirausaha, hikkkzzzz. Akhirnya saya kerja kantoran. Setelah itu berhenti dan mengajar privat. Saya tahu, niat saya berwirausaha positif. Saya ingin mengumrohkan ortu pakai uang sendiri. Walau ortu udah haji, tetap saja niat saya mengumrohkan belum luntur hingga sekarang.  Saya ingin punya waktu luang yang banyak sehingga saya bisa terlibat didalam kegiatan2 sosial. Dan masih banyak lagi niat positif lainnya. Tapi yang saya bingung kenapa ya niat positif saya tidak berbuah tindakan konkrit. Yang ada malah berjalan seperti siput bahkan stagnan. Ternyata, niat positif saya tidak dikuti oleh harapan yang positif. Saat itu saya sangat memiliki kekhawatiran, mengecewakan orang tua lah,  takut gagal karena gak dapet ijin ortu. Apalagi saya ga punya modal uang banyak, dan kakak juga ga ada yang mau pinjemin modal karena ga setuju saya berwirausaha. Keadaan seperti itu ternyata membuat saya berpengharapan negatif.

Selain itu yang ada dipikiran saya  jadi orang kaya khawatir duniawi banget. Pokoke asosiasi terhadap uang memang sangat negatif deh. Seperti yang sudah dibahas tulisan pertama, orang kaya itu sombong, takabur. Terus jadi wirausaha itu nanti hubungan dengan teman hanya transaksional belaka juga sempet menghantui pikiran saya.

Sampai suatu saat akhirnya saya merenung. Sudah dua tahun cita cita saya berwirausaha itu stagnan??? Sepertinya ini disebabkan pikiran dan perasaan saya banyak dakinya. Dan akhirnya saya menjernihkan semua pikiran serta perasaan saya. Mendetoksifikasi pikiran dan perasaan dengan merenung dan jeda sejenak itu emnyenagkan lho.  Sehingga bukan hanya niat yang positif tapi harapan yang positif yang juga saya miliki setelah itu. Dan saya berdoa sama Allah agar dipermudah segala urusan saya. Sebab dialah Yang Maha Berkendak.

dengan tekad yang bulat meski tak punya modal(uang)  saya memutuskan berhenti mengajar. (nekad.com) :P

Lalu apakah saya jadi pengacara (pengangguran banyak acara) akhirnya???

ternyata tidak.....^_*

AHA!!! Akhirnya saya dipertemukan oleh seorang pedagang batik yang sudah lumayan sukses tapi ternyata ditipu pegawainya. Akhirnya saya diminta jadi pegawainya. Dan saya pun menerimanya. Saya membantu menjalankan bisnisnya via online, facebook, yahoo, website dll. Enam bulan kemudian akhirnya saya sudah dipercaya olehnya. Dan teman saya itu akhirnya buka salon kecantikan juga selain jual batik. Dan saya pun mulai berinvestasi disitu. Dari hasil uang itu semua akhirnya saya berwirausaha sendiri menjual jilbab dan baju. Dan saya sering ikut bazaar untuk menjual barang dagangan saya.Saya pun juga menjual online (pengalaman belajar dari jual batik). Itulah pertolongan dari Dia...ternyata saya dipertemukan dengan pedagang batik. Dan setahun kemudian akhirnya saya berwirausaha sendiri.

Lalu bagaimana dengan sikap orang tua saya???

TAK Disangka...Orang tua saya sekarang juga berwirausaha, menjual es mambo kepada warung warung terdekat dan menerima untuk acara ulang tahun anak anak SD. Dan Alhamdulilah lancar sekali usahanya. Subhanalloh, padahal saya belum termasuk kategori sukses dalam berwirausaha tapi Alhamdulillah saya merasa langkah saya terus dipermudah olehNya. Bahkan bisa mengajak orang tua saya yang dua tahun lalu sangat menentang saya.Walaupun orang tua saya tidak berkekurangan, tapi katanya berwirausaha itu nikmat. Suka tak terduga hasilnya.

Begitulah, saat niat positif dan harapan positif digabungkan maka yang adalah keajaiban, Jadi jangan berputus asa. So jangan sedih jika tangible assets kita minim. Bisa jadi kita akan dipertemukan oleh orang yang tepat sebagai batu loncatan kita. Dan sekarang saya pun terus berwirausaha dan berinvestasi kebeberapa bisnis tempat online saya.  Alhamdulillah.....^_*, nah jika kita tidak ingin miskin, dan matre pun tak mau....ya sudah tahu khan jawabannya...entrepreneurship dunk :D dan jangan lupa miliki intangible assets yang positif seperti kata Bang Daniel , Psychologist Daniel Goleman found that nice people simply make more money. ^_^

benar kata pepatah jepang

ichido umaku yuku to, ato wa kantanda. Sekali mencoba sulit, tetapi selanjutnya mudah. trust me it works...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun