Meski asal-usul becak di Indonesia tidak sepenuhnya jelas, ada beberapa catatan yang mengisahkan perjalanan menarik kendaraan ini.
Becak berasal dari kata Hokkien "be chia" yang berarti "kereta kuda." Becak pertama kali dikenal di Asia, khususnya di Singapura dan Hongkong, pada awal abad ke-20.
Kendaraan ini kemudian diperkenalkan ke Indonesia melalui Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1930-an.
Sumber lain menyebutkan bahwa becak pertama kali dikenal di Makassar sebelum menyebar ke Batavia.
Dari Toko Sepeda Hingga Jalan Raya
Lea Jellanik dalam bukunya "Seperti Roda Berputar" menulis bahwa becak didatangkan ke Batavia dari Singapura dan Hongkong pada 1930-an.
Pada tahun 1937, dalam catatan perjalanan seorang wartawan Jepang berjudul "Pen to Kamera," disebutkan bahwa seorang Jepang bernama Seiko-san yang tinggal di Makassar menciptakan becak.
Seiko-san memiliki toko sepeda yang penjualannya kurang baik. Untuk mengurangi tumpukan sepeda yang tak terjual, ia memodifikasi sepeda-sepeda tersebut menjadi kendaraan roda tiga, dan terciptalah becak.
Pada awalnya, becak digunakan oleh pedagang Tionghoa untuk mengangkut barang. Tahun 1937, Star Weekly menyebut becak dengan nama "roda tiga."
Kata "betjak/betja/beetja" baru digunakan pada tahun 1940 ketika becak mulai digunakan sebagai kendaraan umum.
Pemerintah kolonial Belanda pada awalnya menyambut baik keberadaan becak. Namun, seiring bertambahnya jumlah becak, mereka mulai melarang karena dianggap membahayakan keselamatan penumpang dan menimbulkan kemacetan.
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, becak menjadi moda transportasi yang semakin populer.
Jepang sangat ketat dalam mengontrol penggunaan bensin dan melarang kepemilikan kendaraan bermotor pribadi.
Akibatnya, becak menjadi alternatif transportasi utama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Pemerintah Jepang bahkan memobilisasi tukang becak dalam kelompok-kelompok untuk kepentingan perang dan mengajarkan mereka konsep politik serta teknik organisasi melalui pusat pelatihan pemuda.
Seiring berjalannya waktu, becak menjadi simbol transportasi tradisional yang khas di Indonesia.
Namun, di beberapa kota besar seperti Jakarta, becak dilarang beroperasi karena dianggap tidak manusiawi dan tidak efisien dalam lalu lintas modern.
Berdasarkan Perda 11 Tahun 1988, kendaraan resmi yang diperbolehkan hanya kereta api, taksi, bis, dan angkutan roda tiga bermotor.
Penutup
Meskipun demikian, becak tetap menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya transportasi Indonesia.
Keberadaannya masih dapat ditemukan di banyak kota, khususnya di daerah wisata, sebagai pengingat akan masa lalu dan warisan budaya yang tak ternilai.
Becak bukan hanya alat transportasi, tetapi juga simbol kegigihan dan kreativitas dalam menghadapi tantangan zaman.***