Apakah, kita tiada perduli lagi dengan alam nan indah ini. untuk itu, kiranya. ada kepatuhan dan kesadaran kita sendiri untuk waspada pada mereka yang berbuat aksi pembakaran hutan dan lahan yang hampir terjadi saban tahun di bumi lancang kuning tercinta ini. dan tanggap dalam mengatasi pembakaran hutan dari oknum yang tidak bertanggung jawab. dan pemerintah harus juga meminta dapat menangani persoalan kabut asap yang terjadi setiap tahunnya secepat mungkin.dan, tidak menunggu korban jadi banyak barulah api padam di sekeliling kita.
Ironisnya, bencana serupa terus menerus berulang. Parahnya lagi, pemerintah tidak segera melakukan pemadaman titik api, dan menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan. Serta, membekukan izin perusahaan yang di duga telah berkali-kali ketahuan melakukan pembakakaran hutan dan lahan. Lebih lanjut diharapkan ke depan agar pemerintah melakukan upaya-upaya yang maksimal dalam menangani kabut asap yang telah meluas kemana-mana ini. Memang harus ada upaya-upaya pencegahan, agar masyarakat tidak melakukan pembakaran hutan.
kita berharap agar semua sektor dapat bersatu padu, untuk melakukan pencegahan pembakaran hutan ini. Baik dari aparatur yang terendah, tingkat RW atau RT sampai ketingkat yang lebih tinggi harus bersatu untuk melakukan pencegahan ini,kebakaran yang terjadi di Provinsi Riau terutama di Kabupaten Meranti semakin parah, ditambah tidak turunnya hujan dalam bulan ini membuat kabut asap semakin tebal.
Kasihan pada masyarakat, yang berada di perkampungan di Bumi Lancang Kuning ini, Mereka tidak saja terkena imbas dari pembakaran Hutan dan lahan ini. tetapi berbagai penyakit tentu akan mereka rasakan dengan sendirinya.Bukan hanya penyakit ISPA saja, dampak kabut asap lainnya juga dirasakan pada beberapa penyakit lainnya. Seperti pnemonia, asma, iritasi mata dan kulit. Penderita ISPA di Riau terus mengalami peningkatan. Saat ini terdata 42.505 penduduk sudah terserang ISPA sebagai imbas dari udara yang terkontaminasi kabut asap.pendertia ISPA mencapai 42.505. Selain itu penyakit lainnya juga terlihat mengalami peningkatan seperti pnemonia sebanyak 892 jiwa, asma 1.602 jiwa, iritasi mata 1.442 jiwa dan iritasi kulit 2.170.kondisi berbahaya itu dikarenakan partikel asap yang dapat menyerang paru-paru masyarakat.
Bagaimana pula, dengan kehidupan Satwa langka yang ada di Hutan Riau saat ini. Seperti,pada Harimau Sumatera bukanlah argumentasi belaka. Menurut data, Harimau Sumatera merupakan satu dari lima subspecies harimau (Panthera tigris) di dunia yang masih bertahan hidup. Dan saat ini setidaknya tinggal 300 ekor Harimau Sumatera di alam liar Pulau Sumatera, Indonesia.Dan ada juga yang mengatakan 400-500 ekor.
Dari data sumber Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, 2010, Harimau Sumatera termasuk kategori Appendix I dari 9 spesies mamalia di Riau yang sangat terancam kepunahan. Jumlah ini bukanlah jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit batu merupakan salah satu solusi konservasi dengan perlindungan, serta penangkaran spesies ini dari 18 kawasan yang terdiri dari suaka margasatwa, cagar biosfer, kawasan konservasi, pusat pelatihan dan penangkaran.
Maka dari itu, sepatutnya sebagai masyarakat Riau khususnya, mendukung upaya penyelamatan satwa ini dengan selalu mensosialisasikan, mengawasi, dan ikut serta dengan tidak ikut andil dalam pemburuan satwa ini
Untuk kita perhatikan bersama, menjaga lingkungan serta hutan di sekitar kita telaha tertuang dalam UU no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengisyaratkan bahwa, setiap orang wajib menjaga lingkungan hidup termasuk pemilik lahan juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab menjaganya.Jadi tidak ada alasan membakar hutan secara sengaja atau tidak, katanya dan berpendapat bahwa pemilik lahan secara otomatis harus bertanggungjawab. "Pada pasal 98 ayat 1 UU no. 32 tahun 2009 menyebutkan bahwa pelaku pembakaran lahan diancam hukuman minimal tiga tahun penjara, maksimal sepuluh tahun penjara dan denda minimal Rp3 miliar.Jika kebakaran itu menyebabkan jatuhnya korban maka pelaku pembakaran lahan diancam hukuman minimal empat tahun penjara, maksimal 12 tahun penjara dan denda minimal Rp4 miliar, maksimal Rp12 miliar. dan jika kebakaran tersebut menyebabkan hilangnya nyawa, maka pelaku diancam hukuman minimal lima tahun penjara, maksimal 15 tahun penjara dan denda minimal Rp 5 miliar, maksimal Rp 15 miliar.
Sesuai pasal 116 UU Nomor 32 Tahun 2009, pidananya dijatuhkan kepada pemberi perintah dan pimpinan badan usaha, tanpa melihat apakah pembakaran lahan itu dilakukan secara perorangan atau bersama-sama. Hukuman ditambah dengan pemberatan sepertiga dibandingkan dengan pembakaran lahan yang dilakukan orang pribadi.
Jika dilihat dari banyaknya korban yang terkena dampak akibat pembakaran hutan dan lahan ini, sudah selayaknya pemilik usaha maupun pelaku pembakaran hutan dan lahan tersebut diberikan hukuman seberat-beratnya agar mereka tidak leluasa melakukan pembakaran demi meraup untung di atas kerugian orang lain. Apalagi ketentuan terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sudah mengaturnya. dan mempertanyakan kepada aparatur yang lamban dalam melaksanakan tugasnya serta terkait dalam menanggulangi pasca terbakarnya hutan dan lahan di Bumi Lancang Kuning Tercinta ini agar tidak terulang kembali untuk masa yang akan datang..
Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Di Universitas Abdurrab Pekanbaru-Riau dan Bermastautin di Kota Pekanbaru.