Pro-kontra akan menteri rangkap jabatan menjadi hangat karena pengumuman Jokowi–JK dengan komposisi 18 profesional murni, dan 16 profesional dari parpol. Ini dikaitkan dengan adanya keinginan Jokowi untuk menteri yang akan diangkat tidak merangkap jabatan ketua parpol.
Jokowi berasumsi tentang menteri tidak boleh rangkap jabatan, tentu ada alasan yang lebih menguntungkan pemerintahan daripada menteri rangkap jabatan parpol, apalagi ketua umum. Anehnya pro-kontra itu juga datang dari intern partai koalisi PDIP.
Misalnya dari PKB, menginginkan boleh rangkap jabatan, termasuk adanya pro dan kontra di petinggi PDIP. Sesungguhnya apa yang menjadi keberatan bagi seorang yang diangkat menjadi menteri, kemudian melepaskan jabatan ketua parpol.
Ada beberapa kemungkinan antara lain :
1. Serakah akan jabatan
Tidak rela jabatan ketua partai diserahkan kepada orang lain, karena jabatan ketua memiliki potensi menjadi calon presiden. Sesungguhnya jika jabatan dirangkap tentu salah satu akan dijadikan korban, bagaimana mungkin seorang menteri yang full time bahkan bisa melebihi jam kerja karena tuntutan tanggungjawab, kemudian mengurusi partainya.
Jika sudah demikian kondisinya, yang menjadi korban terbesar adalah rakyat karena program pemerintah tidak berjalan semestinya.
2. Lemahnya regenerasi, sehingga kekurangan orang yang berpotensi untuk memimpin
Jika benar demikian, maka partai itu perlu dipertanyakan kualitasnya. Bagaimana mungkin partai hanya dimonopoli oleh seorang ketua. Kemudian ketuanya merangkap jabatan menteri, bukankah itu lebih memperparah partai karena kesibukan diri mengurusan kementeriannya.
Bagi petinggi partai seharusnya keberatan juga, jika partainya ditelantarkan, bukankah demikian ?
3. Ada ikatan tersendiri yang mungkin sulit diketahui oleh publik, misalnya stor sebagian gaji untuk partai.
Jika lepas jabatan partai, kemungkinan setoran akan hilang sehingga partai keberatan jika melepas menterinya begitu saja tanpa ada manfaat bagi partainya.
4. Ada kepentingan terselubung
Karena jika ada wakilnya dalam pemerinthan, maka semuanya akan menjadi lebih mudah. Misalnya untuk ber-KKN.
Pemerintah Jokowi akan memangkas jalur ini, namun budaya yang sudah mendarah daging sulit untuk dibuang begitu saja. Karena disitu biasanya sumber terbesar untuk menghimpun kekuatan, baik kuasa maupun uang.
Keempat poin di atas, selain masih banyak alasan yang dibuat, merupakan budaya lama yang dirasa cukup nyaman, sehingga untuk meninggalkan zone nyaman itu akan membawa sedikitnya dampak yang cukup signifikan bagi partai.
Partai Hanura maupun Nasdem adalah partai baru yang belum banyak menikmati kekuasan birokrasi, bagi mreka dengan mudah bisa menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi – JK.
Namun PKB dan PDIP tidak demkian, apalagi koalisi merah putih yang memang ada kesengajaan untuk menjatuhkan, minimal menjadikan tidak berhasil program-program unggulan Jokowi, bahasa halusnya yaitu menjadi penyeimbang yang bisa diasumsikan luas sekali.
Secara waras harusnya jabatan menteri adalah jabatan publik, tidak bisa dikaitkan dengan kepentingan parpol, karena bila seorang sudah menjadi birokrat dalam pemerintahan, Ia bertanggungjawab pada seluruh masyarakat Indonesia.
Tidak beralasan jika jabatan menteri dijadikan juga kepentingan partai. Ini namanya manipulasi jabatan. Parpol memiliki jabatan tersendiri yaitu dipilih duduk sebagai wakil rakyat yang mewakili oleh parpolnya yaitu di DPR/DPRD dan MPR.
Di situlah wadah mereka memperjuangkan kepentingan kelompoknya melalui parpol dalam parlemen, serta mengontrol dan kerjasama dengan pemerintah.
Budaya lama banyak membawa malapetaka dan membuka peluang untuk bisa bermain karena ketidak jelasan jabatan birokrasi dalam pemerintah. Antara lain peluang transaksional yang sering terjadi antara pemerintah dan parlemen.
Korban terbesar adalah program–program rakyat akan terhambat, bahkan terpotong sama sekali.
Jika demokrasi mau lebih baik, semua pihak harus berpegang pada hak dan wewenangnya dengan fair, jujur dan tulus untuk kepentingan rakyat. Bukan kekuatan kelompok menjadi utama.
Segalanya hanya diukur dengan kepentingan rakyat tercapai atau tidak, selain itu tidak ada alasan lain yang bisa menghambat.
Sesungguhnya Jokowi akan membawa Indonesia masuk kedalam demokrasi yang sehat, kenapa harus ditolak hanya mempertahankan cara lama yang sudah bukan rahasia baru yang penuh dengan permainan tingkat tinggi.
Jokowi tidak perlu takut akan tekanan partai politik manapun, jika kepentingan rakyat menjadi acuan kerja. Apalagi sudah dinanti-nanti oleh rakyat adanya perubahan dengan angin lebih segar.
Pakailah profesional yang benar-benar profrsional dan harus bekerja keras untuk mensukseskan proggram kerja yang ditetapkan, siapapun itu datangnya dari profesional murni ataupun dari parpol, tidak dibedakan darimana mereka datang. Tetapi kualitas kerja diukur dengan cermat.
Dalam enam bulan tidak ada perkembangan baik, sudah harus dilepas, tanpa harus takut dengan siapapun dibelakangnya. Yakinlah Rakyat akan mendukung dan mengawal setiap program yang transparan.
Pro dan kontra akan rangkap jabatan, anggaplah suatu masukan bila perlu diabaikan saja seperti angin lewat, tanpa harus menjadi penghalang niat baik untuk pemerintahan yang kuat.
Percayalah bagi yang protes dan tidak setuju tidak lebih dari sebulan habis dilantik, akan tenggelam dalam laut semua. Jauh lebih penting buktikan semua keputusan itu pasti bisa menguntungkan rakyat. Pasti jauh lebh baik dari masa lalu.
Rakyat semua sudah memilih dan Jokowi–JK sudah terpilih. rakyat pasti mendukung sepenuhnya. Hanya dari tanganmulah harapan Indonesia Baru benar-benar terwujud lima tahun kedepan.