Anda tahu kan infrastruktur?
Itu benda bangunan 'benda mati' (sepetti bamgunan rumah kantor, rmh jabatan, ruko, jalan raya), dimana manusia dapat leluasa bergerak sehingga pertumbuhan sumber daya manusia (SDM) dapat berlangsung dgn baik.
Kalau pinjam uang di bank, tentu ada cicilan pokok dan bunganya kan? Ada payment capacity, kemampuan bayar, ada jaminan.
Dan dengan pinjaman itu, pemakainya tentu mengalami peningkatan dari sebelumnya. Kawasan Mabar maju, jalan hotmix antar desa, lalulibtas barang lancar, perputaran uang cepat, rakyat sejahtera.
Pertanyaannya: Apakah Pemda Mabar mampu membayar kembali pinjaman yg besar itu?
Optimis mampu, Darimana bank melihat kenampuan itu? 20-an tahun lebih saya bekerja di bank (BCA dan Bank Arta Graha Internasional) yg saya tahu adalah : mendapatkan data- data debitur (peminjam) yg cukup, termasuk karakter peminjam (antara lain bukan Penjudi) lalu berkesimpulan bahwa calon debitur tersebut layak diberi pinjaman.
Jika pertimbangan ini tidak matang, misalnya calon debitur penjudi, tp karena direktur Bank ada 'main mata' dgn debitur, maka pinjaman tetap direalisasikan. Akibatnya fatal, Debitur macet, tidak bisa bayar utang.
Di Mabar, Bupati yg sedang berkuasa, Edi Endi, adalah mantan napi judi. Bupati ini yang deal untuk melakukan pinjaman bagi pembangunan infrastruktur di kabupatennya. Masa jabatannya bersama wakil bupati Yulianus Weng hingga tahun 2024.
Jika ia terpilih lagi untuk 5(lima) tahun berikutnya, maka ia tetap sebagai komandan dalam pembangunan Mabar, include memanage pelaksanaan utang rp 1,7 trilyun itu.
Jika tidak, maka bupati baru berikutnya yang menerima 'warisan' pinjaman ini. Berharap saja agar selama periode pertama ini, Bupati Edi tidak menyentuh lagi judi yang mengakibatkan ia dulu menjadi napi. Memang itu dulu judi kecil.
Kecil atau besar bukanlah persoalan, karena yang terpenting adalah "semangat judi" itu sudah oke nggerlau waes laus, oke ngger wa ngampangs ga ( sudah dihanyutkan ke arus sungai serta di buang kedalam jurang).
Berita pinjaman ini, dari sisi publik, kita hanya mendengarnya dari berira mediaonline. RDP dengan DPRD hanya satu kali dan langsung ketok palu setuju. Koor di DPRD Mabar? Terkesan begitu.