UMKM yang disurvei kali ini adalah usaha Ibu Puji Astuti (Tuti) yang memproduksi keripik tempe, keripik pisang, dan rempeyek. Usaha Ibu Tuti telah berjalan selama kurang lebih tujuh tahun. Usaha ini dimulai dengan memproduksi keripik pisang yang ditawarkan ke warung-warung sekitar. Seiring waktu, produk yang ditawarkan bertambah dengan keripik tempe dan rempeyek, yang kemudian dipasarkan secara online melalui status WhatsApp.
Meskipun telah berjalan selama bertahun-tahun, usaha ini masih menghadapi beberapa kendala. Salah satu masalah yang dihadapi adalah apabila ingin mengirim pesanan ke luar kota, pelaku usaha masih bingung bagaimana agar pesanan tidak remuk saat pengiriman. Sejauh ini, pengiriman terjauh yang pernah dilakukan adalah ke daerah Wonotunggal.
Pemilik usaha berbagi cerita tentang suka dan duka dalam menjalankan bisnis ini. Mereka sering mengalami kegagalan produksi ketika adonan tidak sesuai, atau bahan-bahan seperti minyak dan tepung yang tidak berkualitas. Namun, saat pandemi COVID-19, usaha ini justru mengalami peningkatan pesanan karena banyak orang yang memilih memesan makanan dari rumah. Menariknya, tidak ada biaya pengantaran untuk pesanan dalam jumlah tertentu.
Untuk pengantaran jarak jauh, minimal pembelian adalah Rp 50.000, sedangkan untuk pengantaran di sekitar dusun, jumlah pesanan tidak dibatasi. Keripik pisang sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu Pisang Kepok yang dihargai Rp 50.000 atau Rp 55.000 per kilogram, dan Pisang Raja Nangka yang dihargai Rp 35.000 per kilogram. Selain itu, tersedia juga kemasan seharga Rp 10.000. Ukuran produk bervariasi dari seperempat kilogram, setengah kilogram, hingga satu kilogram. Untuk harga terkecil yaitu kemasan seharga Rp 6.000.
Pemasukan harian dari usaha ini bervariasi, dengan paling sedikit mencapai 7 kilogram, standar sekitar 10 kilogram, dan terkadang bisa lebih banyak atau tidak menentu, namun produksi dan penjualan selalu habis setiap hari. Terkadang, ada permintaan khusus dari pembeli untuk rempeyek kacang hijau atau kacang tanah.
Dalam proses produksinya, keripik pisang menggunakan kayu bakar, yang berbeda dengan produksi keripik tempe dan rempeyek yang memerlukan minyak dan wajan yang berbeda serta menggunakan kompor. Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya usaha ini dalam menyesuaikan produksi sesuai dengan permintaan pelanggan.
Dengan survei ini, mahasiswa KKN MIT UIN Walisongo posko 98 berharap dapat memberikan masukan dan solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh UMKM di Dusun Losari maupun seluruh dusun di Desa Sigayam, serta membantu mereka untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian lokal terutama melalui digitalisasi ekonomi.