ELPIJI NONSUBSIDI, namanya panjang ya dan itu membuat tukang gas langganan saya sempat bingung.
Ketika saya mengganti istilah tersebut dengan , elpiji 12 kg sambil menunjuk tabung biru, baru "tukang gas" mengangguk-angguk. Setelah "Tukang Gas" mengerti, dia langsung menyatakan harga baru elpiji. Sekarang giliran saya yang bingung. Katanya kenaikan elpiji 12 kg per-September 2014, "cuma" Rp 18 ribu dengan estimasi harga Pertamina di tingkat konsumen Rp 105 ribu.
Tapi itu teori, kenyataannya saya mesti bayar Rp 140 ribu pertabung (di antar sampai dapur). Selisih harga yang lumayan, dibanding harga pangkalan yang ditetapkan Pertamina, menimbulkan kekhawatiran.
Padahal saya ada di Jakarta, bahkan dekat dengan Pool Pertamina Plumpang Semper Jakarta Utara. Bagaimana dengan saudara sebangsa dan setanah air nun jauh di pelosok Timur Indonesia? Nggak kebayang deh, mahalnya. Dari laporan media massa, keresahan saya terbukti. Di Riau yang masih di Pulau Sumatera, harga elpiji 12 kg sudah tembus Rp 150 ribu.
Elpiji 12 kg memang untuk yang Berduit
Pertamina bisa saja berkilah, elpiji 12 kg memang untuk segmentasi konsumen menengah atas Indonesia. Jadi besaran kenaikan elpiji, sangat terjangkau dengan kondisi "kantong" konsumennya. Buat yang nggak mampu beli elpiji 12 kg, dipersilakan menggunakan elpiji 3 kg saja.
Masalahnya, banyak orang Indonesia yang berduit tapi tidak ragu-ragu untuk menikmati barang harga subsidi. Info grafis Pertamina berikut ini memang membuat saya tersenyum, tetapi kok memang terbukti ya di kehiudpan sehari-hari
Ya sudahlah kita tinggalkan saja kelompok masyarakat "aji mumpung" dan mari fokus ke target pasar elpiji 12 kg.sa Kalau mau murah dan "tak tahu malu" silakan terus nikmati elpiji subsidi. Namun, sebagaimana Farah Quinn katakan dalam acara Nangkring Bareng, untuk tunduk pada aturan pemerintah, dan tidak mau mengambil jatah yang bukan haknya.
Silakan lihat info grafis dari Pertamina berikut ini.
Mengapa Elpiji Harus Naik Harga?
Pertanyaan yang langsung meloncat-loncat di benak saya adalah mengapa elpiji 12 kg (dan 50 kg) mesti naik? Apa untuk membayar subsidi elpiji tabung 3 kg? Apa untuk meningkatkan laba Pertamina? Apa memang Pertamina benar-benar rugi? Kalau perusahaannya rugi, kok bisa dikatakan, seluruh karyawan Pertamina dan bisnis turunannya, hidup makmur dan sejahtera?
Jawaban saya dapat saat ikutan Kompasiana Nangkring bareng Pertamina 29 Agustus 2014 di resto Penang Bistro di Kebayoran Jakarta Selatan. Pembicara adalah Media Manager Pertamina Adiatma Sardjito yang banyak berkecimpung di urusan gas bumi. Moderator seru, Mas Mbong yang Redaktur Pelaksana Kompas.com. Bintang Tamu yang ditunggu kali ini adalah koki berbody dan berpenampilan bak artis, Farah Quinn.
Adiatma yang mewakili Pertamina memberi penaparan bahwa gas elpiji 12 kilogram tidak memperoleh subsidi. Jadi itu adalah barang yang dijual untuk mendapat keuntungan usaha bagi Pertamina, sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Biaya yang harus dibayar agar elpiji dari hulu sampai ke hilir, ke konsumen ternyata lumayan panjang. Jika memperhatikan info grafis berikut ini, Rangkaian Distribusi Elpiji Pertamina, yang semua etape pasti ada biayanya. Jadi sekalipun Indonesia memliki banyak sumber gas alam, tetapi beban biaya distribusi tidak terelakkan.
Bahwa sejak tahun 2009 Pertamina tidak menaikkan harga elpiji, sementara di pasar internasional, elpiji harganya terus bergererak naik. Pertamina mengaku rugi ekitar Rp 2,81 triliun pada semester pertama tahun 2014. Jika harga tidak disesuikan, maka setiap tahun Pertamina akan menelan kerugian Rp 5 trilun setiap tahun.
Berdasarkan harga acuan Contract Price Aramco (CP Aramco) yang merupakan acuan harga elpiji yang digunakan produsen di seluruh dunia, rata-rata harga secara year on year bulan Juni 2014 adalah 891,78 dollar AS per metrik ton pada kurs Rp 11.453 per dollar AS. Ditambah komponen biaya, maka harga keekonomian elpiji 12 kilogram seharusnya Rp 15.110 per kilogram atau Rp 181.400 per tabung.
Mahal buat kantong Dalam negeri, tapi Paling Murah dibanding negara tetangga?
Ternyata harga Rp 181.400 /tabung 12 kg menurut paparan Pertamina, adalah termurah dibanding negara Asia lainnya. Jadi sekalipun nanti harga elpiji Indonesia sampai tahun 2016 sehingga mencapai harga ke-ekonomi-an, maka, menurut Adiatma, harga elpiji nonsubsidi di Indonesia tetap lebih murah dibanding negara tetangga.
Monopoli Pertamina
Jadi masyarakat setuju atau tidak, rela atau tidak, palu sudah diketok, dan harga elpiji 12 kg sekarang Rp 140 ribu sampai di tangan konsumen. Enam bulan lagi, elpiji 12 kg akan naik lagi, dan 6 bulan berikutnya naik lagi, begitu seterusnya sampai Pertamina puas dan mencapai harga keenomian, yang saat ini dihitung sekitar Rp 181.400/tabung 12 kg di tingkat Pertamina, dan pasti membengkak sampai di tangan konsumen.
Apalagi urusan gas di Indonesia masih dimonopoli Pertamina. Jadi rakyat tidak ada pilihan selain membeli dari Pertamina. Apalagi kalau mengikuti logika Pertamina yang selama ini, jual rugi, maka pastinya tidak ada pengusaha yang mau "bermain" untuk menjual gas bagi masyarakat Indonesia.
Namun diharapkan nantinya, kalau harga gas di Indonesia sudah mencapai harga keenomian, yakni Rp 185 ribuan, mungkin bisa mengundang investor lain untuk masuk ke bisnis gas elpiji nonsubsidi bagi rakyat Indonesia.
Janji "Surga" Pertamina
Sebagai konsumen, saya berharap dengan kenaikan harga elpiji, Pertamina konsisten dan komitmen memperbaiki pelayanannya. Isi tabung yang pas 12 kg. Cat tabung yang rapi, tidak blentang-blentong kotor seperti tabung yang sampai ke rumah saya, dan pasokannya selalu ready di pasaran.
Satu saran lagi untuk Pertamina. Setiap ada fakta, terjadi kebakaran akibat gas mbeledug (meletus), Pertamina melalui humasnya langsung memberi penjelasan resmi agar peristiwa itu tidak terulang lagi.
Kalaupun di acara Kompasiana Nangkring Bareng Pertamina, Adiatma menegaskan jaminan keamanan tabung gas Pertamina, tetapi sosialiasi terus menerus cara menggunakan tabung gas, selang gas, dan kompor gas, bahkan posisi yang tepat untuk meletakkan tabung gas, menjadi informasi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Maklum, pengguna akhir gas pertamina, bukan wanita karier dan berpendidikan tinggi, tetapi para ibu sederhana di pinggiran kota atau di desa, atau para pembantu di perkotaan, yang umunya minim mengenyam bangku sekolah.
Kerja Keras adalah Energi Kita
Gas Elpiji bisa dibilang lebih murah daripada bahan bakar lain, namun karena faktor penyebaran informasi, sosialisasi, dan pemahaman kurang, maka masih banyak masyarakat yang belum bisa menerimanya.
Jadi ingat pada Slogan Pertamina, kerja keras adalah energi kita maka masyarakat Indonesia, termasuk saya sangat menunggu realisasi kerja keras Pertamina untuk memenuhi SEMUA janji-janji "sorga" sehingga berwujud menjadi realisasi di "dunia". Pertamina, kami tunggu realisasi janji-janjinya, terutama urusan tabung gas 12 kg.
Catatan : referensi Info grafis semua diunduh dari Pertamina