Dia sama seperti saya. Perempuan. Dua puluh empat tahun. Cantik. Suka travelling. Simple. Gak suka neko-neko.Dan single.
Saya cuma bisa menjawab dengan emoticon bingung karena to be honest, cinta adalah sesuatu yang out of my league, maksudnya saya sama sekali belum berpengalaman soal hal itu.
Love adalah sesuatu yang asing bagi saya dan belum pernah saya cicipi. Jadi saya tidak bisa jawab apa-apa ketika teman saya bilang bahwa dia sudah merasa enough dan tidak bisa menunggu lagi.
Saya berpikir ulang. 24. Jumlah yang cukup banyak. Umur yang sudah sangat lebih dari cukup untuk membina hubungan dengan lawan jenis.
Tapi apa masalahnya kalau hingga sekarang belum juga diberi kesempatan untuk memiliki hubungan spesial a.k.a indah a.k.a menyenangkan seperti itu?
Masalahnya adalah pandangan dari orang sekeliling yang berulangkali bilang bahwa umur sesaya ini sudah tidak bisa milih lagi. Terima ajalah siapapun yang lamar. Wong udah gak muda lagi, keburu jadi perawan tua, gitu kata mereka.
Saya kadang merasa risih sekaligus tertampar dengan omongan mereka. Mungkin waktu muda dulu saya kebanyakan pilah-pilih sehingga kini saya dan teman saya itu jadi kena karma, dipilah-pilih juga sama cowok. Atau mungkin saya kebanyakan dicekokin dongeng-dongeng tentang pangeran dan putri yang menyebabkan saya sekarang memiliki halusinasi bahwa laki-laki yang baik itu adalah yang seperti pangeran-pangeran pada jaman berkuda seperti itu.
Ketika saya kemukakan pendapat saya kepada teman saya itu, dia mengatakan bahwa, dia sudah tidak bisa menunggu. Lelah. Mencoba membuka hatipun sudah tidak ada gunanya. Dengan kata lain, she already give it up.
Saya tanya lagi, "maksudnya go with the flow gitu? Gak perlu usaha? Biarin aja dateng sendiri?"
Dia jawab,"Gak.. udah males." Topik pun kemudian berganti dari cinta menjadi soal karir.
Saya kemudian memutuskan untuk meninggalkan handphone dan menekuri layar laptop sambil memikirkan obrolan demi obrolan tadi yang sedikit banyak mempengaruhi saya.
Cinta. Apa itu cinta? Bagaimana rasanya dicintai dan mencintai? Apakah cinta itu ada untuk saya atau memang jalan saya ditakdirkan untuk bersimpangan dengan cinta? Ataukah memang tidak ada arti cinta dalam kamus hidup saya?
Bagi saya ini adalah obrolan kopi susu. Obrolan yang selalu sukses membuat perasaan menjadi campur aduk seperti kalau kita minum kopi susu. Ada pahit, tapi selalu ada manis yang tertinggal di lidah apabila benar-benar dikecap.
Hingga sekarang saya masih dalam posisi bengong memikirkan hal-hal yang saya obrolkan tadi. Cinta, kapankah aku akan bertemu kau?