Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Biar Hati Bicara (Part 9)

9 November 2024   14:53 Diperbarui: 9 November 2024   15:22 29 1
      Tempat makan yang ingin dikunjungi Devandra, bukan kafe-kafe kekinian yang tumbuh seperti jamur di kota kecil Purwodadi. Tempat yang menarik perhatian kaum muda untuk berkumpul, seperti Kuno Kini Kafe. Tempat kekinian itu yang seharusnya mereka kunjungi untuk merayakan ulang tahun Sena. "Buat apa ke kafe, sudah bosan. Bali gudangnya kafe!" Begitu alasan Devandra. Benar juga, kafe-kafe di sini tidak ada apa-apanya dibanding yang ada di Bali.

      Lalu tempat makan seperti apa? Namanya warung makan bu Harsiti, yang menyediakan makanan khas Purwodadi yang sedang booming, nasi jagung. Seperti namanya, nasi jagung dibuat dari jagung kering yang mengalami proses pemasakan cukup panjang. Sebelum dimasak, jagung harus direndam sekitar 2 -- 4 hari, lalu digiling menjadi tepung jagung. Tepung jagung itu yang akan diaron lalu dikukus menjadi nasi. Makanan yang enak dipadukan dengan berbagai macam lauk itu, menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemarnya.

       Lauk apa saja yang biasa menemani nasi seret itu? Jangan kaget, nasi jagung enak dimakan dengan kulup (urap), sayur bening bayam plus botok yuyu (ketam sawah), sayur asem lompong (keladi), ditemani peyek (rempeyek) teri atau ikan asin digoreng tepung. Di beberapa tempat di Purwodadi, juga dijual dalam bentuk nasi goreng. Rasanya, jangan ditanya. Mantap banget! Saking enak dan ngangeninya, nasi jagung juga dijual dalam bentuk tepung instan yang bisa dijadikan oleh-oleh. Cara memasaknya pun gampang, tinggal dimasukkan rice cooker, kasih air sesuai takaran. Sepuluh menit kemudian, jadilah nasi jagung yang gurih dan nikmat.

       Di sini mereka sekarang, di rumah joglo yang disulap menjadi warung. Ada delapan bangku panjang, dengan empat meja. Masing-masing dua di sisi kanan, dan kiri meja yang digunakan untuk meracik. Meski sudah lewat jam makan siang, warung masih cukup ramai. Kerennya, pengunjung warung sederhana itu kebanyakan bos-bos dengan mobil bagus terparkir di depan. Mereka sempat menunggu beberapa menit sebelum mendapat tempat duduk. Itu pun harus berbagi dengan sepasang muda mudi yang lebih dulu duduk. Andara mengambil posisi di sebelah si cewek, disusul Devandra, sementara Sena duduk di sebelah Abimanyu dekat dengan si cowok.

      Andara tampak antusias, sambil menunggu tadi dia bilang sering datang ke warung itu dengan ayahnya. Berbeda dengan Sena, cowok berambut rapi itu lebih banyak diam. Wajahnya datar, tidak ada senyuman sama sekali. Abimanyu tidak mengerti, ke mana perginya si kalem Sena, yang setia menemani Andara.

      "Ngersake dhahar menapa, Mas?" tanya si ibu ramah. Devandra tersenyum dengan tatapan bertanya.

     "Maksudnya, mau makan apa Mas?" Andara mencoba menerjemahkan. Devandra mengangguk, lalu berdiri mendekati tempat Ibu yang menawari menu. Andara menyusul, kuatir terjadi kesalahpahaman.

     "Menu paling istimewa apa, Bu?" katanya minta rekomendasi menu. Si ibu tersenyum, lalu menjelaskan menu andalan mereka.

     "Saya mau itu." Katanya sambil menunjuk yang disebutkan penjual. Andara tersenyum lega, tidak ada drama.

     "Gek, mau makan apa?" Devandra ganti bertanya kepada Andara. Si Ibu ikut menunggu.

     "Sekedap (sebentar), Bu!" Gadis itu meninggalkan meja lapak, menghampiri Sena dan Abimanyu, menanyakan menu yang mau mereka makan. Abimanyu minta nasi urap, dengan ikan asin. Sena masih diam, hanya menatap si gadis.

     "Mlongo bae, maem opo(bengong saja, makan apa)?"

     "Podo awakmu!" sahutnya acuh.

     "Kalau aku enggak makan?" ledek Andara iseng.

     "Aku enggak makan juga." Jawabnya tanpa menengok. Dahi Andara mengernyit, sesaat gadis itu memperhatikan Sena dengan seksama. Memastikan sesuatu, ada yang tidak beres pada cowok yang selalu ada untuknya itu. Tanpa berkata apa-apa lagi, Andara berlalu meninggalkan meja mereka.

     Devandra belum kembali bergabung, sampai makanan siap di atas meja. Laki-laki itu asyik bercerita ramah dengan pemilik warung. Logat Bali yang kental, bertemu dengan suara medok bu Harsiti terdengar lucu. Andara menjadi penengah, ketika si ibu kesulitan memahami bahasa Devandra. Sesekali terdengar gelak tawa, Abimanyu pun ikut tertawa. Tentang Sena, jangan ditanya. Tidak berubah.  

     Setelah pesanan terhidang, Devandra dan Andara bergabung. Mereka pun menyantap makanan tradisional itu dalam diam, setelah sebelumnya Devandra sempat menyebabkan masalah. Makanannya menyembur, dan tersedak karena makan sambil mengomentari menu yang baru pertama kali disantapnya. Andara sibuk menepuk punggung kakak angkatnya, Abimanyu memberinya minum, dan Sena hanya menatap sebal.    

     "Bagaimana, sudah enakkan, Bli?" Laki-laki itu mengangguk, meneguk kembali es jeruk yang tinggal sedikit, lalu tersenyum lega.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun