Mereka suka ngobrol tentang banyak hal, sepulangnya dari bersepeda. Andara yang semula tidak suka, lama-lama berusaha menerima, dan terbiasa dengan kehadiran cowok itu di rumahnya. Namun, mereka bersepakat untuk tidak mengumbar kedekatan mereka di lingkungan sekolah. Sesekali, Abimanyu ikut nimbrung ketika Sena dan Andara ngobrol saat jam istirahat, atau pulang sekolah, tetapi tidak ketika Andara sendirian. Tidak juga, saat gadis itu bersama dengan kedua sahabatnya. Apalagi Abimanyu pernah berjanji kepada Danasti untuk pura-pura tidak mengenal sepupu sahabatnya itu.
   Abimanyu terlihat gelisah, jam di pergelangan tangan kanannya sudah menunjukkan pukul dua siang lebih, tetapi pak Hasyim masih asyik bercerita. Tidak seperti biasanya, guru berwajah kalem itu terdengar antusias menjelaskan, bahkan melebihi waktu pulang. Sudah lima belas menit lebih, guru sejarah bertubuh kurus itu belum ada tanda-tanda berniat berhenti mengajar. 'Mati, aku yang mengajak ketemu malah terlambat. Enggak enak banget!' gumam Abimanyu bermonolog.
   "Kamu kenapa, Ding? Gelisah amat!" tanya Petra berbisik.
   "Pak Hasyim lama banget, ya! Aku ada janji sama Andara dan Sena," jawabnya tidak kalah lirih. Petra tampak kaget, dahinya mengernyit.
   "Masih memakai Sena untuk tameng? Enggak takut?" Abimanyu terdiam. Petra menangkap keraguan di wajah tampan sahabatnya.
    "Jangan pelihara harimau, bahaya!" katanya mengingatkan.
    "Bukankah dekat dengan musuh merupakan salah satu langkah cerdas mengalahkannya?" sahutnya percaya diri.
   "Kalau kamu seyakin itu, lakukan saja. Jangan lupa, tetap waspada!"
   Bukan baru kali ini Petra mengingatkannya. Sejak pertama diperkenalkan dengan Sena beberapa waktu lalu, Petra dan Boim memintanya waspada. Abimanyu bukan tidak kuatir, dia hanya mengikuti arus yang ada. Sena adalah salah satu jalan mendekati Andara.
   "Baik anak-anak, kita akhiri pelajaran hari ini. Ketua kelas silakan pimpin doa!" titah pak Hasyim tenang. Abimanyu menghela napas lega, akhirnya si Bapak sadar juga  Petra tersenyum geli melihat tingkah Abimanyu.
    Begitu ketua kelas bilang "amin" Abimanyu langsung kabur, meninggalkan pak Hasyim yang masih membereskan buku-bukunya. Secepat kilat, cowok itu mengambil motornya langsung tancap gas ke warung Bakso Super Mantep tidak jauh dari sekolah. Abimanyu memarkir motornya asal, setengah berlari dia masuk mencari dua orang yang sedang menunggunya. Langkahnya berhenti tidak jauh dari kedua orang yang duduk membelakanginya. Abimanyu melihat mereka makan bakso sambil mengobrol, sesekali Andara tertawa. Mungkin kurang hati-hati, gadis itu tersedak.
   "Pelan-pelan, ini diminum!" Sena menyodorkan minuman sambil menepuk punggung Andara lembut. Andara langsung menenggak minuman yang disodorkan Sena dengan rakus. Gelas berisi es jeruk favorit nya langsung tandas tak bersisa.
   "Aduh, gila pedasnya sampai di hidung!" Andara terkekeh, menertawakan dirinya sendiri setelah rasa pedas menghilang dari hidungnya.. Â
   "Makanya pelan-pelan, enggak ada yang mengejar juga." Nasihat Sena lembut.
    Abimanyu terpaku melihat pemandangan didepannya. Peringatan kedua sahabatnya kembali terngiang kembali, menambah beban yang menggelayut. Langkahnya terasa berat. Â
    "Permisi, Mas!" Seseorang menginterupsi lamunan Abimanyu.
    "Eh, maaf!" Abimanyu minggir, bersamaan dengan Sena dan Andara menoleh ke arahnya. Sena melambaikan tangan, memintanya mendekat. Abimanyu berusaha tersenyum, sebelum menghampiri keduanya.
   "Maaf, aku terlambat! Pak Hasyim keluarnya molor!" katanya memberi alasan.
   "Tumben, biasanya beliau paling on time keluar kelas. Yo wis, duduk, Bi!" Sena mempersilakannya duduk  Andara hanya tersenyum kecil. Abimanyu membalas, lalu menghempaskan tubuhnya di hadapan Sena dan Andara. Cowok itu pura-pura sibuk dengan isi ranselnya. Entah kenapa, interaksi kedua temannya itu membuatnya tidak nyaman.
    "Sori, kami makan dulu. Dara kelaparan, jam istirahat kedua dia tidak sempat makan." Kata Sena meminta maaf.
    "Enggak apa-apa, santai saja," jawabnya dengan senyum terpaksa di wajahnya. Abimanyu melambaikan tangan memanggil pelayan restoran. Seorang gadis berseragam mendekat, Abimanyu menyebutkan pesanannya, gadis itu menulis pesanan dengan sigap. Setelah memastikan sekali lagi, gadis itu meninggalkan Abimanyu yang sudah kehilangan semangatnya.
Â