"Kamu undang dia? Buat apa?" bisik Abimanyu panik.
   "Santai Bro, Danasti sepupu Petra. Kalau pembahasan hari ini lancar, dia akan menjadi informan Lo," sahut Boim santai. Abimanyu menghela napas panjang, kesal tetapi juga berharap. 'Ngomong-ngomong kapan mereka meminta Danasti ke sini?' tanyanya dalam hati. Bukankah dari tadi mereka bersama, latihan basket, lalu berjalan ke kafe ini sambil mengobrol. Â
   "Gila Kamu, Ko! Ngapain nyuruh aku ke sini, lagi enak tidur juga!" semprot Danasti sambil berkacak pinggang. Petra malah tergelak, tindakan yang membuat mata sipitnya hilang. Boim tertawa kecil, sementara Abimanyu tersenyum kecut.
   Tanpa menunggu undangan selanjutnya, Danasti menghempaskan tubuhnya di kursi kosong sebelah Petra. Sekarang mereka duduk saling berhadapan dengan Abimanyu dan Boim, yang duduk bersebelahan.
   "Non, kenalin ini Gading. Eh, maksudku Abimanyu Gading Bawana, cowok keren seantero sekolah kita. Tapi kamu enggak boleh naksir dia, soalnya.. aduh, mainnya kasar, ah! Enggak jadi dibantuin ini!" teriak Petra kesakitan. Tulang keringnya ditendang Abimanyu di bawah meja. Danasti dan Boim memandang Petra yang masih meringis kesakitan. Keduanya mengangkat bahu tidak mengerti, pertanyaan mereka terjawab ketika Petra menunduk untuk mengelus tulang kering tidak bersalah itu. Danasti tidak bisa menahan tawanya, mukanya sampai merah padam saking bahagianya. Tindakan Abimanyu cukup membalaskan kejengkelannya.Â